“Wanita menyebalkan itu juga di sini?! Di dalam rumah ini?!”Leon tersenyum penuh kepuasan. Keberadaan wanita yang selalu dia anggap sebagai pengganggu, untuk pertama kalinya Leon merasa bahwa keberadaannya telah berguna walaupun itu hanya satu kali.“Jadi sekarang, kamu pilih duduk diam di sini, atau keluar dan bertemu dengan dia di luar sana?”Riri menggelengkan kepalanya sekuat tenaga, dengan sangat erat Riri memeluk tubuh Leon agar tidak jauh-jauh darinya.“Lebih baik mati bosan di sini dari pada mati terkena serangan jantung di luar sana.”Leon mematung ketika mendengar kata ‘serangan jantung' yang di ucapkan oleh Riri. Ingatan-ingatan itu kembali merasuki pikirannya yang membuat Leon tak dapat berpikir dengan jernih.“Mas? Mas kenapa?”Setetes air jatuh dari mata Leon yang pandangannya telah kosong. Seolah terbawa kembali ke masa lalu, pandangan yang Leon lihat kini bukanlah pemandangan kamarnya, melainkan sebuah tempat di mana terdapat banyak dokter yang sedang di landa kepanika
“Tapi abang tenang aja. Polos-polos gini aku juga bisa main loh.”Seringai licik terlihat di wajah si bocah SMA itu, matanya yang berwarna coklat pekat serta alisnya yang sangat lebat membuatnya terlihat seperti orang yang berpengalaman dalam bidang mengerjai seseorang.“Nggak usah, biar abang yang urus. Kamu fokus belajar aja.”Senyumnya langsung pudar bersamaan dengan menghilangnya sinar kejahilan yang ada di dalam matanya.“Tapi nanti abang bakal suka loh.”Leon tetap tak mau mengizinkan adiknya untuk berurusan dengan orang-orang yang telah membuat keluarga kecilnya hancur.Karna kesal dan kecewa dengan kakaknya, tanpa mengatakan apa pun lagi, dia langsung beranjak dari tempatnya duduk dan pergi meninggalkan kamar Leon.Riri hanya bisa menatap kepergian adik iparnya dengan perasaan iba, padahal tadi dia sudah bersemangat dengan kepulangan Leon yang sangat di nanti-nantikannya, namun ternyata ending pertengahan ceritanya membuat semangat yang membara itu menghilang seketika.“Mas, a
“Hah?!...”Riri menatap Brion lalu menatap Leon untuk meminta penjelasan mengenai hal yang ada di depannya.“Aku nggak ada bilang kok.” Elak Leon.Riri di buat bertambah kebingungan lagi ketika mendengar ucapan dari Leon, dengan segenap ingatannya yang hanya sebesar 10 mb, Riri mencoba untuk mengingat-ingat lagi cerita Leon tadi pagi.“Brion sama Dion itu kembar.”Mulut Riri membulat lalu menatap tajam wajah Brion lekat-lekat, mata Riri menyipit untuk melihat dengan detail bagaimana rupa dan wajah Brion yang sesungguhnya.Tangan Riri tergerak untuk melepas kaca mata Brion lalu membandingkannya dengan wajah Dion yang ada di sampingnya.Riri di buat tak percaya dengan apa yang baru saja dia ketahui, mulutnya berdecak kagum dengan perubahan wajah Brion ketika kaca matanya di angkat.“Benar kata orang-orang, kaca mata memang bisa merubah segalanya.”“Masa baru tahu? Kan kamu kalau lepas kaca mata wajahnya juga berbeda.”Riri memasangkan kembali kaca mata Brion lalu menatap tajam ke arah L
Riri menerawang jauh bagaimana nasib Brian yang ada di tangan ayah mertuanya. Badan Riri bergetar saat mengingat-ingat tampar keras ayah mertuanya yang sampai membuat hidung dan sudut bibir Brian berdarah.“Mas? Mas tadi sengaja ya? Apa tadi mas lihat papah ada di sekitar sana?”Leon menatap wajah istrinya yang terlihat sedang melamun memikirkan kejadian tadi siang.“Sudahlah, itu urusan mereka. Lagi pula siapa suruh gali lubang kubur sendiri, sudah tahu Brion itu anak kesayangan, tapi masih saja di ganggu.”“Tapi aku masih penasaran deh, kok bisa sih Brion ada sama mamah, eh maksudnya tante Laras? Terus mas bilang waktu itu kalau usia Dion sama anak tante Laras itu beda empat bulan kan? Tapi kenapa bisa Brion seumuran dengan Brian? Kata mas kan Brion itu saudara kembarnya Dion, harusnya Brion seumuran dong sama Dion.”Leon mengambil nafasnya panjang-panjang untuk bisa menceritakan ulang kejadiannya.“Dulu mamah memang hamil anak kembar, tapi waktu melahirkan dokter bilang yang selama
“Sekarang kamu pilih, mau tinggal di sini atau pergi.”Leon terdiam sejenak, berbagai bisikan merasuki alam pikirannya, di satu sisi Leon tak mau bertemu dengan makhluk jadi-jadian yang akan menghantuinya seumur hidup, tapi di sisi lain Leon sangat membutuhkan dokumen yang akan sangat membantunya untuk melibas habis para tetua di keluarga dan perusahaannya.Karna tak memiliki pilihan lain, Leon mengurungkan niatnya untuk pergi dari rumah orang tuanya.“Oke, tapi dengan satu syarat. Bilang ke si anjing jalang mu itu untuk jangan datangkan masalah ke rumah ini. Dan kalau bisa, suruh si anjing mu itu untuk keluar dari rumah ini.”Untuk sesaat pak Arjuna terdiam dengan dahi yang sudah mengkerut, di pikirannya kini bertanya-tanya apakah dan siapakah masalah yang di maksud oleh anaknya. Jika mengenai ‘si anjing jalang' yang di maksud oleh Leon tentu saja dirinya langsung mengetahui itu siapa, tapi untuk masalah yang di datangkan oleh si anjing jalang itu, pak Arjuna tidak mengetahuinya.“Sia
“Leon!!...”Dion dan Riri di kejutkan dengan adanya suara pak Arjuna yang menggema ke seluruh penjuru rumah. Dan kini orangnya pun sudah terlihat di depan mata dengan Brion di belakangnya.“Mana kakak kamu?!...”Dion langsung menunjuk ke arah kamar Leon di mana sang pemilik kamar tengah melanjutkan aktivitas mengamuknya.“Leon kamu...”Tubuh pak Arjuna mematung saat melihat kondisi kamar Leon yang hancur lebur dan berantakan, bahkan temboknya pun sudah tak berbentuk lagi, banyak sekali retakan dan bagian dinding di sana yang berlubang. Tanpa perlu di jelaskan lagi, pak Arjuna langsung memahami situasi yang sedang terjadi. Dengan matanya yang masih menatap Leon dengan tajam, pak Arjuna bertanya kepada Dion yang masih berada di sampingnya.“Siapa lagi kali ini? Perasaan mamah, eh maksudnya tante Laras masih di Singapur deh, si Nindia, Nina atau siapalah itu juga masih di sana kok. Tapi kenapa kakakmu bisa sampai semarah itu?”Dion memperhatikan kakaknya dengan lebih detail lagi, dan t
Leon menertawakan laki-laki di depannya yang sedang berjuang untuk menyerangnya, setelah beberapa kata-kata yang Leon keluarkan, laki-laki itu terus saja menggeliat seperti cacing yang sedang kepanasan. “Apa yang kamu katakan? Kenapa dia bisa sampai seperti itu?”Alis dan bibir Leon terangkat secara bersamaan, pandangannya tertuju pada pantulan ayahnya yang ada di cermin depannya.Tangannya tergerak untuk memberikan selembar kertas kepada ayahnya yang berada di belakangnya.Dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk di pikirannya, pak Arjuna mengambil kertas dari Leon. Dan untuk yang kedua kalinya pak Arjuna di buat terkejut dengan apa yang baru saja di berikan oleh putranya.“I-ini maksudnya apa? Kamu nggak lagi bercanda kan?”Dada pak Arjuna bergemuruh ketika membaca sebuah surat dari rumah sakit yang menyatakan bahwa bu Laras atau yang sekarang menjadi istrinya kini di nyatakan mandul dan rahimnya rusak setelah satu tahun melahirkan Satria.“Itu laporan 19 tahun yang lalu, satu ta
Riri menatap sebuah bayangan hitam yang tak jauh dari tempat perkelahian antara Brian dan Dion, hatinya kini terasa sangat gelisah ketika memikirkan bagaimana nasib adik-adik iparnya. Riri tak menyangka bahwa kehidupan orang-orang kaya ternyata tak seindah seperti yang dia bayangkan.Awalnya Riri tak menyadari karna lampu rumah yang sudah di matikan, tapi karna langkah Leon yang tiba-tiba terhenti dan menatap kearah dapur ketika ingin menghampiri pak Arjuna, Riri akhirnya menyadari bahwa ada seseorang yang sedang bersembunyi di dekat sana.“Apa nggak sebaiknya di tangkap saja? Bahaya kalau dia terus di sini.”“Nggak papa, ada orang yang mengawasi gerak-geriknya, jadi kamu nggak perlu khawatir.”Walaupun sudah di tenangkan oleh suaminya, hati Riri tetap saja masih resah.Bayangan seseorang yang dari tadi berada tak jauh dari dirinya dan Leon masih terlihat dengan jelas, sudah dari tadi dia memperhatikan gerak-gerik pak Arjuna dan ketiga si kembar yang berada di ruang keluarga, dan samp