Leon menatap wajah Dion yang sedang menangis sembari memeluk kakinya, sebenarnya Leon sendiri tidak ingin meninggalkan Dion di tengah-tengah para orang tamak yang selalu mementingkan harta dunia, tapi tuntutan pendidikan yang di lakukan oleh pak Arjuna membuat Leon mau tidak mau harus pergi meninggalkan Dion.Setelah beristirahat selama satu bulan, Leon harus kembali ke Amerika untuk melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda, dan hal itulah yang membuat Dion menangis histeris sembari memeluk kaki Leon.“Dion, kakak janji akan kembali secepatnya, jadi selama itu kamu harus bersabar dan tunggulah kakak di rumah, kakak janji tidak akan lama."“Tidak!! Aku mau ikut kakak! Aku tidak mau tinggal bersama mereka, mereka semua orang jahat!! Aku mau ikut kakak saja!!”Tangisan Dion terdengar semakin kencang, orang-orang yang ada di sekitarnya pun di buat kalang kabut dengan tingkah Dion yang tidak mau melepaskan kepergian Leon.“Ayo Dion, pesawat kakakmu akan segera pergi, kakakmu harus per
“Minggir!!”Suasana yang tadinya ricuh karna khawatir dengan kondisi Dion seketika menjadi sangat hening, bahkan Dion yang sendari tadi masih menangis pun tiba-tiba menjadi diam karna takut terkena amarah dari kakaknya. “Brion!”Suara seseorang yang terdengar berteriak berhasil mencuri perhatian banyak orang. Dan salah satunya adalah Leon.Leon menatap seorang laki-laki yang terlihat seumuran dengannya berlari menghampiri anak kecil yang masih meringkuk kedinginan di tepi kolam.“Kamu kenapa hah?! Apa yang baru saja terjadi?!”Laki-laki yang baru saja datang itu memeluk tubuh bocah kecil yang terlihat sedang mengigil kedinginan.Rasa penasaran dan ingin tahu menyelimuti hati Leon, tapi untuk saat ini Leon lebih mementingkan Dion terlebih dahulu dari pada rasa penasarannya.*****Leon menatap tajam laki-laki yang berada di depan Dion. Di sibukkan dengan dunia pendidikannya membuat Leon melupakan bahwa wanita perusak keluarganya itu memiliki tiga orang anak. Dan barulah setelah melihat
Suasana di ruang keluarga menjadi mencekam, setelah mendengar pernyataan Brion beberapa menit yang lalu, pak Arjuna segera menyuruh kepala pelayan untuk mengumpulkan orang-orang yang ada di sekitar kejadian waktu Brion dan Dion tenggelam. Di depan pak Arjuna kini sudah ada tujuh orang yang terlibat dalam kasus yang menimpa Brion dan Dion. Mata pak Arjuna dengan teliti mengamati gerak gerik dan tingkah laku para pekerja di rumahnya. Pak Arjuna melirik Brion dan Dion yang sedang tertunduk lesu dengan badan yang sudah bergetar.“Jawab pertanyaan papah, Brion. Tadi siang kamu bilang apa ke papah?” Brion yang sudah bergetar ketakutan dari tadi berusaha untuk membuka mulutnya dan mengungkapkan yang sebenarnya. “I-itu. A-aku, aku dan Dion bermain sampai terpeleset dan jatuh ke kolam.” Mendapatkan jawaban yang sesuai dengan tadi siang, pak Arjuna kembali menatap orang-orang yang sedang berdiri di depannya. “Apa benar begitu Arya?” Tanya pak Arjuna dengan tatapan mengintimidasi. Pak Arya y
Leon berjalan menuju pesawat yang akan di naikinya setelah berpamitan dengan Dion. Sesampainya di pintu pesawat, Leon membalikkan bandannya dan menatap Dion yang bersama kedua anak kembarnya bu Laras. Leon menggenggam kuat plastik kecil yang ada di tangannya.Setelah berada satu minggu di negaranya, Leon kini harus bergegas kembali untuk belajar. Tapi kali ini ada tujuan tambahan yang membuat Leon harus bergegas kembali ke Amerika.Leon masuk ke dalam pesawat setelah melambaikan tangannya kearah Dion. Dalam perjalanan menuju tempat duduknya, Leon terus-terusan memandangi plastik kecil di tangannya yang berisi rambut milik Brion.Semenjak kejadian Brion dan Dion tenggelam, Leon mencurigai sesuatu mengenai Brion, dan untuk membuktikan kecurigaannya, Leon harus melakukan sesuatu terlebih dahulu. Dua malam sebelumnya Leon berhasil menyelinap ke dalam kamar Brion dan memotong rambutnya. Leon ingin melakukan tes DNA terhadap rambut Brion, namun bahan yang akan di gunakan oleh Leon kurang k
Dion berlari dan memeluk kakaknya yang sudah hilang entah kemana selama satu bulan belakangan ini.Leon yang melihat Dion pun terkejut saat melihat penampilan Dion yang sangat berbeda sekali dengan satu bulan yang lalu.“Hei! Apa kamu tidak di beri makan selama ini?!” “Dion tidak mau makan kalau tidak ada kamu. Sebenarnya kemana saja kamu selama ini? Sudah berbagi tempat papah datangi, tapi kamu benar-benar menghilang bagaikan di telan bumi.”“Bukan urusanmu!”Leon menggandeng tangan Dion untuk di ajak makan bersama di kantin perusahaan.Di sepanjang perjalanan, Dion terus mengoceh tanpa henti saat menceritakan seberapa sengsaranya dia ketika berada di rumah.*****“Atas dasar apa kamu melarangku dan anak-anakku untuk bergabung ke dalam perusahaan?!”“Atas dasar karna aku adalah pemilik perusahaan ini sekarang!”“Kamu belum resmi mengambil alis perusahaan ini...”“Tinggal di umumkan saja kan?”Bu Laras terdiam dengan wajah memerah. Penantiannya selama ini telah hancur karna ulah Leon
Leon berjalan mendatangi sebuah tempat yang memukau namun seram. Berbagai suara mesin pembuat tato terdengar sangat merdu namun mengerikan. Sesuai dengan niatnya kemarin, Leon berniat untuk mentato nama Riri di tubuhnya. Leon memandangi berbagai gambar yang ada di dinding ruangan itu. Langkahnya terus berjalan sampai matanya tidak sengaja tertuju pada seekor singa yang di sebelahnya terdapat sebuah tangkai bunga mawar. Menakjubkan.” “Selamat datang, kau mau yang mana?” Leon tersenyum lalu menunjuk kearah gambar sudah dari tadi mencuri perhatiannya. “Nomor 33, yang Singa dan mawar.” Laki-laki yang baru saja mendatanginya mengangguk dan mempersilakan Leon untuk duduk di sebuah kursi. “Bagian mana yang kamu mau?” “Lengan kiri bagian atas” Sebuah proses yang sangat panjang dan menyakitkan di mulai. Leon dapat merasakan sakit nyeri yang ada di lengannya, namun bagi Leon yang pernah merasakan sakitnya pengkhianatan itu bukanlah hal yang perlu di permasalahankan. Sudah dua jam lamanya
“Dasar anak tidak berguna! Kamu bilang bisa menaklukkan Leon dengan mudah! Tapi kenyataannya apa?!”Rena tertunduk dengan berbagai kata umpatan yang dia suarakan di dalam hatinya.“Sekarang kita benar-benar bangkrut!” Pak Joe berteriak dan memarahi Rena yang pulang tanpa membawa hasil apa pun.“Sudahlah ayah, kan dulu aku sudah pernah bilang, lebih baik aku saja yang mendekati tuan Leon. Kalau saja ayah mendengarkan aku, pasti ini tidak akan terjadi.”Tangan Rena mengepal kuat untuk menahan amarahnya. Rena mengangkat kepalanya dan menatap tajam adik tirinya yang selalu mendapatkan apa pun yang dia mau tanpa melakukan apa pun.“Kalau kamu bisa coba saja. Tapi aku ingatkan ya, Leon sama sekali tidak suka dengan anak dari wanita pengrusak hubungan rumah tangga orang lain. Kamu tahu sendiri kan apa yang terjadi waktu pernikahan tuan besar Arjuna?”Ayumi melotot tajam kearah Rena yang baru saja mengejeknya. “Ayah... Ayah lihat kan kelakuan dia.” Adu Ayumi yang mencari perlindungan dari aya
"Apa maksud kak Leon? Kami...” “Di sertifikat ini masih atas nama nyonya Lailina Zafira. Dan awalnya pun rumah ini adalah milik beliau.” Orang-orang di sana terkejut ketika melihat sebuah sertifikat rumah yang ada di dalam tangan Leon. Pak Joe yang melihat itu langsung menyangkalnya. “Tidak, ini adalah rumah saya. Bagaimana mungkin bisa rumah ini tiba-tiba menjadi milik Lailina?!.” “Kenyataannya tidak bisa di rubah tuan Joedan Wijaya. Orang di sekitar sini yang seumuran dengan anda juga pasti mengetahui kalau rumah ini adalah milik Ibu nyonya Lailina dan sudah resmi menjadi milik nyonya Lailina sebelum dia menikah dengan anda.” Ekspresi antara panik dan kesal bercampur aduk menjadi satu di wajah pak Joe. Sudah beberapa kali pak Joe mengarang cerita bahwa rumah ini adalah miliknya yang di berikan kepada ibu mertuanya sebelum menikah dengan bu Lailina. Orang-orang yang tidak mengetahui kebenarannya hanya bisa memuji pak Joe sebagai orang yang baik dan dermawan. Hanya sedikit or