Share

Kedatangan Nero

Suara gemericik air terdengar dari kamar mandi, menandakan ada aktivitas di dalamnya. Tidak lama kemudian, pria itu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang hanya menutupi tubuh bagian bawah. Otot seperti roti sobek itu terlihat sempurna dilihat dari sisi manapun.

Nero menatap tubuhnya di cermin lalu masuk ke ruang ganti, memilih kemeja dan setelan jas. Tampak semua baju tersusun rapi sesuai warna. Tapi mata Nero menangkap sesuatu yang mengganggunya.

“Ck, siapa yang meletakkan ini!” Nero menajamkan matanya, kesal saat melihat baju berwarna putih tercampur di antara baju berwarna hitam. Dia mengambil baju itu lalu meletakkannnya di tempat semestinya.

Kini pria itu sudah berpakaian lengkap dengan kemeja putih dan dasi abu-abu gelap. Jas serta celana senada dengan warna dasi dan sepatu berwarna hitam yang menyilaukan mata. Setelah siap dengan dengan semuanya, Nero keluar dari kamar menuju ruang makan.

“Kau mau ke mana? Ke kantor atau ke rumah gadis itu?” Alton melirik Nero sekilas yang menurutnya seperti akan pergi ke pertemuan resmi.

“Apa yang kau lakukan di sini? Kau tidak punya rumah?” Nero menatap tajam Alton yang masih berada di rumahnya.

“Hei, semalaman aku bekerja, mencari informasi tentang gadis itu.” Alton protes, karena penyebab dia tidak pulang ke rumah adalah demi Nero.

“Lalu? Apa yang kau dapatkan?” Nero acuh, apa pun itu alasan dia menikah adalah perusahaan yang tidak  boleh jatuh ke tangan ibu tiri. Dia tidak akan mengizinkan apa yang telah diperjuangkan ayahnya harus jatuh ke tangan yang salah.

“Nama gadis itu adalah Leah Andini, di sini tertulis dia adalah lulusan terbaik di universitas xx, ayahnya adalah seorang manager di salah satu e-commerce dan ibunya ....” Alton menghentikan bicaranya, dia menatap Nero yang terlihat tidak mendengarkan.

“Hei, apa kau mendengarkan aku?” Alton melambai-lambaikan tangannya pada Nero.

“Jauhkan tanganmu dariku.” Nero mengoleskan selai cokelat ke roti lapisnya.

Pria itu menggelengkan kepala, karena Nero mengoleskan selai pada roti lapisnya dengan sempurna, tidak ada sedikit pun selai yang keluar dari garis edar.

“Kau lihat apa?” Nero mendelik saat melihat Alton menatapnya dengan tatapan aneh.

“Aku tidak tahu apakah akan ada wanita yang sanggup menghadapimu, Nero.” Alton ikut mengoleskan selai, tapi tidak sesempurna seperti apa yang dilakukan Nero. Bahkan sedikit selai menempel di piring dan berantakan pada pisau.

“Mataku sakit melihatnya,” celetuk Nero.

Alton acuh, dia tidak menghiraukan tatapan tajam dari Nero. Dua pria itu sarapan dengan gaya mereka masing-masing.

***

Bel rumah Leah berbunyi dua kali. Tetapi belum ada tanda-tanda akan dibuka oleh penghuni rumah.

“Tekan lagi belnya!” perintah Nero pada Alton.

Alton ingin protes tapi diturutinya perintah Nero. Tidak lama kemudian seorang pria membuka pintu, pria paruh baya itu menatap Nero dan Alton dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“Cari siapa?” tanya pria itu.

“Maaf kak, ini benar rumah Leah kan? Apakah Leahnya ada atau orangtuanya?” tanya Alton pada pria yang membukakan pintu.

“Jadi namanya Leah,” bathin Nero. Padahal dia sudah diberitahu sebelumnya oleh Alton, ternyata Nero benar-benar  tidak mendengarkan tadi.

“Perasaan di sana tertulis bahwa Leah adalah anak tunggal dan belum menikah. Lalu siapa pria ini? Apa kami datang ke rumah yang salah?” tanya Alton dalam hati,. Dia celingukan tapi merasa benar saat melihat nomor rumah yang bertuliskan angka dua belas.

“Kenapa kalian mencari Leah? Siapa kalian?”

“Maaf tapi kakak ini siapanya Leah?” tanya Alton penasaran.

“Kakak? Aku ayahnya.” Pria yang tidak lain adalah ayah Leah itu tersenyum manis.

Alton terkejut, bagaimana bisa ayah dari seorang gadis 20an memiliki wajah semuda itu. Apa pria ini vampir yang masa tuanya berhenti di usia tertentu.

Nero tampak tidak peduli dengan percapakan antara Ayah Leah dan Alton. Dia malah sibuk memperhatikan sekeliling. Semua tampak rapi dan terlihat sempurna, bunga-bunga berjajar rapi sesuai warna. Tanpa Nero sadari dia tersenyum, satu hal yang sangat jarang terjadi. Ayah Leah seolah mengerti apa yang sedang Nero pikirkan.

“Itu susunan bunga istriku, dia tidak bisa diam saat pot-pot itu tidak tersusun sesuai warna, begitu juga bunganya. Dia tidak segan untuk menanam semua bunga itu agar pot berjajar sesuai warna,” ujar Ayah Leah.

Alton terkejut, jangan-jangan Ibu Leah juga mengidap syndrom yang sama seperti Nero.

“Maaf, aku tidak menyadari jika Ayah Leah masih sangat muda.” Alton tersenyum, karena menurut informasi pria di depannya ini sudah berusia lebih dari empat puluh tahun.

“Itu karena kami menikah muda.” Ayah Leah menangkap maksud dari ucapan Alton.

“Kalau begitu apakah Leah ada di rumah?” tanya Alton.

“Leah sedang membantu ibunya memasak di dapur. Ayo masuk.” Ayah Leah mempersilahkan dua pria itu masuk tanpa ada rasa curiga sedikit pun. Tapi Nero tak serta merta menuruti, lagi-lagi dia melihat sekeliling ruang tamu. Sofa minimalis berwarna dongker  tampak serasi dengan taplak meja warna senada.

Setelah mempersilahkan mereka duduk, Ayah Leah masuk ke dalam untuk menghampiri istri dan anaknya. “Bu, ada dua pria mencari Leah,” bisiknya pada sang istri.

“Kalian kenapa bisik-bisik begitu, sih?” Leah berusaha menajamkan indra pendengarannya namun dia tidak bisa mendengar  apa pun.

Sudah lebih dari setahun Leah sendiri, ini kali pertama ada pria yang datang ke rumah. Bukan karena tidak ada yang mencoba datang, tapi Leah melarang siapapun untuk datang setelah dia gagal menikah. Alasannya sederhana, selain tidak enak dengan tetangga, alasan lainnya adalah karena Ayah Leah yang posesif terkadang membuat peraturan yang membuat calon pacar kabur sebelum berperang. Hanya Kevin yang mampu bertahan dengan semua peraturan itu tapi pada akhirnya pernikahan itu tetap gagal.

“Leah, apa kau diam-diam punya pacar? Hayo, ngaku.” Ayah serius bertanya dengan nada menggoda.

“Tidak.” Leah menjawab tegas pertanyaan ayahnya. Hari-harinya hanya disibukkan dengan bekerja dan menghabiskan waktu di rumah, sesekali dia membantu katering ibu. Leah trauma dengan pernikahan dan tidak percaya dengan pria manapun kecuali ayahnya.

“Lalu siapa dua pria di luar?” tanya ayah.

“Siapa?” Leah malah balik bertanya.

“Ada dua pria tampan di luar yang mencarimu.” Ayah mematikan kompor, lalu menggandeng istri dan anaknya ke ruang tamu. Sekarang mereka mengintip di balik gorden.

“Aku tidak kenal mereka,” ucap Leah ketus.

“Ayah jangan sembarangan mengizinkan orang masuk dong. Mana tahu mereka berniat jahat,” kata Leah lagi.

“Firasat ayah mengatakan kalau mereka oreng baik.” Ayah berbicara sambil berbisik.

“Lihat jasnya, sepertinya dia bukan orang biasa,” Ibu menimpali.

“Ibu, modus penipuan bisa apa saja. Berpura-pura menjadi orang kaya juga bisa jadi salah satu modus penipuan.” Leah melihat kedua orang tuanya yang malah tampak terpesona saat melihat dua pria yang tidak dikenal itu.

Akhirnya ayah keluar dari persembunyian setelah sepakat untuk membiarkan Leah dan ibunya tetap mengintip di balik gorden.

“Maaf sebelumnya, sebagai kepala keluarga di rumah ini saya mau bertanya, apa maksud dari kedatangan kalian ke sini?” Ayah bertanya dengan serius.

“Saya hendak melamar Leah.” Nero tanpa basa-basi berbicara dengan nada tak kalah serius.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status