Suami Warisan
17 – Tur Rumah Warisan
Meja makan sudah siap.
Narendra sedang duduk menunggu di meja makan saat Rengganis datang ke ruangan.
Dia tersenyum. Sudut matanya berkerut dan manik matanya bercahaya. Lelaki itu terlihat tampan dan segar.
“Good morning,” sapa Rengganis sambil menarik kursi dan duduk, matanya memandang hidangan di atas meja. Saat ini dia cukup lapar, semalam energinya terkuras gara-gara marah-marah.
“Silakan dicoba, Nyai.” ujar Narendra sambil mendorong piring-piring makan. Sarapan yang disediakan kali ini cukup sederhana; nasi uduk dan lauk pendampingnya.
Tanpa banyak bicara, Rengganis langsung menyendok makanannya. Di dalam pikirannya, dia sibuk berpikir.
Sementara Narendra ikutan sibuk mengintip isi kepala perempuan itu. Mereka makan dalam diam, sampai akhirnya Rengganis bergumam, “Siapa yang masak?”
“Huh?” Narendra menoleh. Dia b
SUAMI WARISAN 18 – Bukan Pembantu Biasa “Nyai tidak bisa melihat mereka?” Rengganis ternganga, “Ha?” apa maksudnya dia tidak bisa melihat mereka? Siapa mereka? Narendra menghampirinya dan menunduk, hidung mereka hampir bersentuhan hingga Rengganis harus mundur selangkah, menghindari invasi Narendra yang tiba-tiba saja mendekat padanya. “Mau apa kamu?” tanya Rengganis, sebelah tangannya menahan dada Narendra. Mata Narendra menyusuri wajah Rengganis, berhenti di manik matanya. Jarinya yang panjang mengangkat ujung dagu Rengganis hingga mereka bertatapan. “Hm,” gumamnya pelan, “matamu tidak bisa terbuka dengan sendirinya. Baiklah…” telapak tangan Narendra mengusap kedua mata Rengganis hingga kelopaknya menutup. Rengganis mengerutkan keningnya saat cahaya berbagai warna seakan menerjangnya, dia tersentak. “Buka perlahan-lahan, jangan sekaligus…” bisik Narendra memberinya instruksi.
SUAMI WARISAN19 – Mata Batin“Di sini susah sinyal, ya?”Pertanyaan Rengganis membuat Narendra menoleh padanya, dia menyipitkan matanya melihat benda hitam yang ada di tangan perempuan itu.Setelah reda ngambeknya, kini Rengganis sibuk dengan ponselnya, matanya terpaku ke layar sementara mereka berjalan kembali ke halaman belakang rumah. Narendra sampai harus merentangkan tangannya di belakang bahu Rengganis, berjaga-jaga jika saja perempuan itu teledor dan tersandung, tangannya sudah siap untuk menahan berat tubuhnya.“Tergantung dari hapenya.”“Maksudnya?” kali ini Rengganis mengangkat tangannya tinggi-tinggi, berharap dengan begitu dia bisa mendapatkan sinyal. Tangannya bolak-balik ke kanan dan kiri, mencari tambahan sinyal bar bagi ponselnya.Kali ini Narendra memegangi pinggangnya saat Rengganis oleng, hampir saja terjatuh karena tanah yang tidak rata.“Ehmmm&h
SUAMI WARISAN 20 – Diary Mantan Istri Sepeninggal Narendra, Rengganis sibuk membuka, membaca dan mencoba mengerti apa saja informasi yang Nirmala tinggalkan di komputernya. Ada dokumen mengenai bisnis-bisnis yang dijalani mendiang Tantenya selama ini. Memang benar apa yang Narendra katakan, Nirmala punya Toko Mebel, beberapa mini market yang tersebar di berbagai wilayah, dan Perguruan Pencak Silat di mana Narendra mengajar di sana. Semua informasi mengenai harta warisan juga ada di sana. Seolah Nirmala seperti sengaja meninggalkannya untuk dilanjutkan oleh Rengganis. Selama sekitar dua jam Rengganis menyerap semua informasi sekaligus mencatat hal-hal penting yang harus dia ketahui. Ada tagihan-tagihan yang ternyata mendekati jatuh tempo. Dia juga harus segera pergi ke Bank untuk mengurus rekening atas nama Nirmala. Udah jelas semua dikerjain sama Tante Nirmala. Kayanya si Naren ini kerjaannya maen sama cabe-cabean, p
SUAMI WARISAN 21 – Api Kehidupan Diclaimer: Percakapan yang dilakukan antara Prabu dan Narendra dilakukan dalam Bahasa Sunda, tetapi untuk memudahkan pembaca secara umum, maka ditulis dalam Bahasa Indonesia. Suasana hutan pagi itu terasa berbeda. Kelopak bunga-bunga bermekaran, mengundang lebah-lebah untuk hinggap di sana. Berkas sinar mentari menyelusup di antara kanopi-kanopi daun yang menaungi jalan setapak yang tidak pernah dilalui manusia, kecuali Narendra. Langkah-langkah kaki lelaki itu ringan seakan dia berjalan di atas awan. Kecepatan kakinya tidak manusiawi, dia melesat membelah pepohonan yang makin lama makin rapat. Telinganya menangkap berbagai macam suara; kicau burung yang ramai di dahan-dahan pohon, suara derap kaki kijang yang berlari menghindari tangkapan macan, gema tikus-tikus yang berada di dalam liang tanah, bahkan kepakan sayap kupu-kupu yang berada di sisi lain hutan. Namun,
SUAMI WARISAN 22 – Kompromi “HAH…!” jeritan Rengganis teredam oleh helm-nya. Dia membelalak saat tiba-tiba saja motornya malah mundur, bukannya maju. Kakinya menginjak gas dalam-dalam, tapi motor itu terus saja mundur, seakan ada tali tak kasatmata yang menariknya. Rengganis menoleh. Dia melihat Narendra berdiri di teras rumah sambil menatapnya tajam. Sialan…! Rengganis panik. Dia bolak-balik menoleh ke depan dan belakang; ke jalan dan Narendra. “Woy! Wooyyy…!” serunya, kakinya dia turunkan ke tanah. Namun sama saja, kakinya malah ikut terseret. Selama beberapa saat, motornya meluncur mundur, bukannya pergi meninggalkan rumah, dia malah kembali ke halaman. “Heyyy…!” seru Rengganis lagi. Dadanya menggelegak oleh emosi. Dia mengentakkan-entakkan kakinya sampai akhirnya motornya berhenti dan mesinnya mati. Rengganis buru-buru melepaskan helm-nya. Narendra muncul di hadapannya. Menatapnya tajam seakan
SUAMI WARISAN23 – Suami yang TerlupakanWaktu melayang bagaikan bulu yang terbang dibawa angin.Tak terasa sudah lewat dari tiga hari dari waktu yang dijanjikan oleh Rengganis.Narendra tergolek di atas tempat tidurnya, matanya nyalang memandang langit-langit kamar. Suara menggeram terdengar menggema di kamar yang sunyi ini. Tangannya terangkat mengusap perutnya yang rata, dia bisa merasakan otot-otot perutnya menegang.Kali ini suara itu bukan hanya menggeram, tapi juga berkeriuk-keriuk. Lambung di dalam sana bergejolak minta segera diisi.Narendra menghembuskan napasnya perlahan-lahan. Dia lapar.Dirinya bukan hanya lapar ingin makan nasi. Selama ini dia sudah makan banyak nasi dan daging, bahkan kemarin dia menyembelih seekor kambing. Tapi dia lapar yang lainnya. Lapar yang dirasakan Narendra berbeda dengan rasa lapar yang dirasakan oleh kebanyakan manusia.Ketukan pelan terdengar di pintu. Mata Narendra
SUAMI WARISAN24 – Istri yang HilangKanjeng Prabu tidak kaget saat Ipah tergopoh-gopoh masuk ke dalam hutan. Perempuan yang sering dijuluki sebagai ‘Punuk Unta’ karena bentuk punggungnya yang aneh terlihat kebingungan.“Ipah ….” Panggil Prabu perlahan. Nadanya lembut seperti seorang ayah memanggil anak gadisnya.Ipah terlonjak kaget, dia memutar tubuhnya dan langsung membeku begitu berhadapan dengan lelaki yang memancarkan aura wibawa.“Ada apa datang kemari?” tanya Prabu lagi, kakinya melangkah mendekat. Kali ini beliau menghampiri seorang diri, tau dengan pasti jika Harimau Putih datang bersamanya, Ipah bisa semaput.“Eh, itu …” Ipah tergagap. Tangannya menunjuk ke belakang punggungnya, memberi isyarat ke arah rumah.Senyum Prabu yang menenangkan terbit, “Apa yang terjadi dengan Adi?”“Lemes.” Hanya itu kata yang mampu d
SUAMI WARISAN25 – Terpaksa CutiSibuk.Waktu 24 jam rasanya tidak cukup bagi Rengganis. Kalau bisa dia ingin ada injury time bagi deadlinenya.Etos kerja yang serba cepat membuatnya ngos-ngosan bagai dikejar setan. Kerjaannya harus segera selesai, begitu selesai, lanjut pada pekerjaan berikutnya.Tak ada waktu untuk menarik napas dan bersantai, ada banyak pekerjaan yang tak berkesudahan.Bahkan untuk makan saja Rengganis terpaksa makan di meja kerjanya. Tumpukan kardus-kardus bekas makanan bertumpuk di tempat sampahnya. Kolong mejanya sudah mulai dikerubuti semut, dia harus segera membersihkan meja.Nanti, nanti aja beresin mejanya, tanggung! Setiap kali niat untuk berbenah melintas, tiap kali pula selalu ada alasan untuk menunda.Rengganis menyelipkan sebatang pensil di balik telinganya. Dikepitnya sebuah peniti di antara bibirnya sementara tangannya sibuk menata kain