Share

Bram Tertangkap

Author: Sisi Ryri
last update Last Updated: 2023-03-30 16:35:55

“Dengar Enin dulu, Bram!”

“Tapi, Nin!” Bram kembali terlihat cemas.

 “Sudah! Tak usah takut. Enin akan ada di sisimu, Jang. Tak apa, ya Enin bukakan pintu untuk mereka?”

 “Kamu harus tanggung jawab, Jang. Kamu tau kalau kamu salah kan,”

Bram memanggil yakin dan Enin kemudian berdiri menuju pintu untuk menyambut tamunya. Dengan berani Enin kemudian membukakan pintu.

 “Selamat siang, kami dari kepolisian. Benar Bramasta Araya tinggal disini?” sapa seorang polisi berbaju preman yang tersenyum ramah pada nenek tua itu.

 “Benar, Pak. Cucu saya ada di dalam,” tegas Enin lalu membuka pintu rumahnya lebar untuk tiga orang anggota polisi yang berdiri di depan pintu rumahnya.

“Terima kasih kerjasamanya. Kami harus bawa Bram ke kantor polisi sekarang,”

“Iya!” Enin meraih tangan polisi yang berjalan paling awal. “Pak, tapi Ujang Bram saya jangan digebugin, ya!”

“Digebukin?” Polisi itu menatap Enin dengan wajahnya yang tertunduk.

“Iya, Pak. Enin sayang sekali sama ujang sholeh ini, mungkin dia nakal tapi Enin mau jadi jaminan untuk dia. Dia gak akan kabur, Pak. Sudah Enin marahi dia tadi!” tutur Enin dengan polos dan tulus.

Tentu wajah tulus Enin yang tergambar begitu jelas membuat tiga orang anggota polisi langsung terenyuh karena nya. Mereka yang tadinya bersiap dengan wajah gahar berubah jadi lembut untuk menghormati wanita paruh baya ini.

“Iya, Nin. Dia gak akan kami gebukin. Kami juga percaya kalau dia gak akan kabur. Tapi dia harus tetap kami bawa,”

“Mangga,” ( Mangga adalah permisi dalam bahasa Sunda.). “Enin gak akan halangi,”

Polisi itu lalu mendekat ke arah Bram kemudian menyiapkan borgol untuk tangan gitaris ini.

 “Ikut kami ke polisi,” tutur polisi yang menyusul Bram dengan tegas namun tetap lembut. “Kami punya bukti kalau kamu pengguna sabu,”

“Tidak, bukti itu salah! Saya tidak pake, Pak” bela Bram tapi tetap membiarkan polisi itu memasangkan borgol di tangannya tanpa perlawanan.

“Nanti saja jelaskan di kantor. Ini akan mempercepat proses penyidikan!”

Enin menatap Bram yang tertunduk malu atas penangkapan ini tapi semua harus tetap mereka jalani dan wanita paruh baya itu kemudian mengikuti langkah polisi menuju mobil. “Pak, ingat, ya. Saya mau jadi jaminan untuk cucu saya. Dia gak akan kabur jadi jangan pukuli dia. Saya mohon!” tutur Enin saat polisi membantu Bram naik ke atas mobil penjemputan.

“Iya, Nin Kami ngerti. Tapi nanti ada teman kami yang akan bantu Enin beres-beres rumah, ya. Mohon di terima baik seperti kami ini!”

“Baik, Pak!” ucap Enin dengan wajah lesu menatap cucunya yang siap untuk dibawa pergi.

 “Kami harus pergi sekarang,” pamit polisi tadi dengan wajahnya yang ramah. “Nanti kami hubungi lagi jika ada data yang harus dilengkapi pihak keluarga sebagai tanda Nenek bersedia jadi jaminan,”

“Iya, Pak! Enin bersedia dihubungi kapan saja. Silahkan bawa anak ini sekarang,”

Polisi lalu menggiring tubuh Bram menuju mobil polisi yang terparkir di depan rumah sederhana Enin.

Hancur!

Hanya itu rasa yang ada di hati wanita paruh baya itu dan Bram tau betul betapa sakitnya hati neneknya.

Mobil yang membawa Bram kemudian melaju kencang menuju kantor polisi terdekat.

Selama pemeriksaan gitaris yang bandnya sedang naik daun itu terus menunduk hingga akhirnya seorang wanita yang  mengaku sebagai pengacara yang ditunjuk label untuknya datang dengan wajahnya yang ramah.

“Selamat siang, saya Swarna,” ucap pengacara muda bersetelan jas biru tua itu sambil mengulurkan tangannya kepada Bram.

“Swarna? Siapa?”

“Saya dapat mandat dari label rekaman yang menaungimu, Bram. Saya diminta untuk membantumu dalam kasus ini,”

Bram menghela nafasnya panjang lalu menatap Swarna yang baru kali ini dia lihat. “Katakan padaku siapa yang melaporkan kami ke polisi?”

“Mmmm, saya tak mengurusi masalah itu. Saya hanya ditugaskan label mengurusi kalian sampai kalian semua mendapatkan keringanan berupa rehabilitasi,”

“Tak mungkin,” Bram terkekeh lalu berdiri menghadap Swarna yang begitu anggun meski dia adalah seorang pengacara yang identik dengan kesan sangar dan tak bersahabat. “Pasti ada yang melaporkan kami,”

“Saya sungguh tak tau. Tapi kalau boleh saya bertanya, kira-kira siapa yang kau duga melakukan hal ini pada kalian,”

“Widi?!” tegas Bram dengan wajah datar.

“Mmm, sepertinya bukan,”

“Hah! Berarti kau tau siapa pelakunya?”

“Eh!” Swarna terkekeh menyadari blundernya sendiri. “Hahahaha! Aku keceplosan,”

“Katakan saja!” desak Bram.

“Baiklah, tapi kau jangan kaget, ya,”

“Siapa? Katakan saja, aku tak mau menjalani semua ini dengan penasaran,”

“Pelakunya adalah anggota keluara dari ayah mertuamu,”

Deg!

“Astaga! Tega sekali dia,” Bram terduduk mendengar nama itu terucap.

“Ya, ini dunia yang kejam. Kau tak akan bisa percaya pada siapapun dan bahkan tak tau kenapa lawanmu menyakitimu,”

“Kau benar, Swarna. Sekarang karirku sudah hancur dan aku tak tau lagi harus berbuat apa.”

Swarna tersenyum simpul lalu menepuk bahu Bram yang begitu kaku karena tau yang sebenarnya.

  “Pokoknya kamu harus mau direhab, itu satu-satunya cara agar kau bisa kembali membangun karirmu yang harus terhenti karena tangan jahat musuhmu,”

“Rehab? Aku gak make, untuk apa aku rehab!”

“Percuma! Ada bukti kuat kalau kamu make dan mereka sudah berkilah jika darahmu mungkin masih bersih karena dosis yang kau pake hanya sedikit!”

“Astaga! Kenapa mereka sejahat ini memfitnahku untuk hal yang tak aku lakukan!”

“Katanya ada yang lihat kau mengancam Widi,”

“Mengancam Widi?!” Bram memutar ingatannya pada kejadian semalam saat dia membekap mulut wanita yang sedang hamil itu. “Hanya karena itu kemudian mereka melaporkan?”

“Kabar lain karena kau tak mengakui anak yang ada di rahim wanita itu?”

“Astaga! Kalau aku tak mengakuinya, kenapa aku harus menikahinya? Lagi pula mertuaku bilang jika pernikahan ini kami rahasiakan hanya samapi kontrak pertamaku usai,”

“Percuma! Kau tak punya pilihan. Kalau saranku ikuti saja aturan mainnya. Rehab Lah meski itu sulit bagimu,”

“Baiklah!” jawab Bram yang sudah terlalu lelah dengan sandiwara ini.

Setelah pertemuannya dengan pengacara yang dikirimkan label rekaman, Bram akhirnya melanjutkan proses hukumnya.

Dia harus mulai melakukan pemeriksaan dengan dokter hingga dinyatakan dia adalah orang yang positif menggunakanan narkoba jenis sabu namun hanya sebagai pemakai bukan pengedar.

Tak cuma proses pemeriksaan dokter, Bram juga harus melakukan sesi jumpa pers yang membuatnya sangat tak siap.

“Kau siap?” tanya Swarna saat semua anggota grup band terkenal ini sudah berkumpul di sebuah ruangan dekat lapangan belakang kantor polisi tempat mereka ditahan sementara.

“Ayo, Bram. Semakin cepat, semakin bagus,” bisik Kholil yang juga sudah ada di ruangan itu.

“Iya!”

Setelah semuanya siap, Swarna meminta polisi untuk membantu kelima anggota band dan managernya itu menuju tempat jumpa pers.

Cahaya blitz kamera mulia menyala dan Bram semakin ketakutan dibuatnya.

“Bram!” panggil beberapa wartawati yang memang sangat mengidolakan gitaris yang terkenal begitu piawai memainkan senar-senar gitarnya. “I love you! Semangat, ya!”

“Duh!” keluh Bram tak menyangan masih saja ada orang yang memujanya di saat seperti ini.

Konferensi pers segera dimulai setelah semua anggota band berjajar rapi membelakangi para wartawan.

Bram berdiri paling kiri dan paling tertunduk karena kejadian ini.

Setelah semua siap, satu persatu wartawan pun mulai bertanya dan Bram semakin tertunduk malu karena nya.

“Jadi benar semua anggota grup band D’Klok menggunakan narkoba?” Pertanyaan pertama itu sungguh membuat Bram yang berdiri membelakangi para wartawan tak bisa lagi berkata-kata.

“Benar! Semua anggota band dituntut sebagai pemakai saja, sedang Kholil, managernya sebagai penyuplai!”

“Apa mereka akan dihukum?”

“Tidak semua! Sesuai  pasal 127 undang-undang nomor 35 tahun 2009, para pengguna narkoba ini akan menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit Ketergantungan Obat atau RSKO,”

“Lalu yang mengedarkan?’

“Nah! Sedang pengedarnya yaitu saudara Kholil akan kami jerat pasal 115 undang-undang narkoba dengan hukuman minimal 4 tahun dan maksimalnya 12 tahun,”

Deg!

  Bram tersentak mendengarkan hukuman yang akan diterima managernya itu. Meski semua ini adalah ulah Kholil, tapi rasanya hukuman itu akan sangat berat dijalani sang manager yang akan lama berpisah dengan kedua anaknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Adalah Pewaris Yang Tak DiAnggap   Menunggu Waktu Membalas Dendam

    "Iya, benar! Aku juga dengar kabar itu!" kesal Widi lalu memejamkan mata. "Aku lelah dengan keadaan ini!""Kalau begitu apa yang akan kau lakukan?" tanya Enin pada istri cucunya itu."Tapi kita tak bisa mengalahkan mereka saat ini. Kita terlalu lemah!" ucap Widi yang sadar jika ini tak bisa dia pecahkan sendiri."Jadi apa yang akan kau lakukan?" tanya Enin sekali lagi."Aku dan suamiku akan pergi untuk sementara dan kembali saat kami sudah cukup kuat melawan mereka.""Jadi kau mau pergi?" Enin tersentak mendengar rencana Widi. Sungguh dia tak menyangka jika dia akan berpisah dengan Bram sekali lagi padahal dia masih sangat ingin bersama sang cucu yang malang."Benar!" Bram membulatkan tekatnya. "Kita tak bisa mengalahkan mereka saat ini. Kita harus menghilang sementara dan kembali saat kita sudah kuat!""Tapi kau akan kemana?" Enin semakin sedih saja mendengar percakapan keduanya. "Nin, pahamilah. Bram tak cukup cerdas untuk membangun bisnis ayahku. Kami harus sekolah lagi dengan tek

  • Suamiku Adalah Pewaris Yang Tak DiAnggap   Pergi Untuk Kembali

    Hari yang disiapkan Raka akhirnya tiba. Hari ini dia tiba di rumah Enin untuk menyusul Bram yang sudah begitu tampan dengan jaket kulit hitam dan koper dorongnya.Dengan setia Widi menggendong putrinya mengikuti langkah Bram yang begitu sumringah hari ini."Kalian jadi pergi?" tanya Enin yang sesekali menghapus air matanya. "Aku harap kalian tak lama," tambahnya."Nin, ini tak akan lama. Hanya sekolah singkat dan aku harap belum setahun kami sudah kembali," terang Raka tegas namun cukup menenangkan hati Enin."Baiklah, kami akan segera pergi! Aku rasa semakin cepat kita pergi semakin cepat juga kita kembali," ucap Bram sembari meraih tangan Enin dan menciumnya pelan."Jang, hati-hati di jalan. Enin selalu mendoakanmu semoga apa yang kau usahakan menjadi mudah dan lancar,""Aamiin!" seru semuanya lalu mulai berjalan meninggalkan rumah wanita paruh baya itu.Bram tak menoleh kebelakang, ada hati yang terlalu rapuh untuk kembali berpisah dengan sang nenek yang begitu menyayanginya."Kena

  • Suamiku Adalah Pewaris Yang Tak DiAnggap   Raka Dengan Dendamnya

    "Kalian yang akan membantuku membalas semua dendamku?" tanya Raka dengan senyumannya yang miring."Iya, kami akan membantumu!" tegas Warsa membuat mata Bram menyipit. "Kami?" tanya suami Widi itu lirih."Siapa anak muda ini? Aku tidak kenal?" tanya Raka dengan raut wajah meledek."Dia ini suaminya Widi," jawab Warsa lalu menepuk bahu Bram yang begitu kaku di depan pria tua yang akan membuatnya jadi orang yang akan ditakuti mertuanya."Kau yakin dia siap menghadapi keluarga Widi?" Raka masih tak percaya."Aku yakin dia bisa. Setelah semua kejahatan Dory dan Dwi tak mungkin dia tak bangkit untuk menunjukkan pada keluarga kaya itu akan keperkasaannya,"Raka tak cepat percaya, dia terus memandangi wajah Bram dengan seksama. Pria paruh baya itu seperti menemukan seberkas cahaya harapan di sana namun masih tertutup banyak keraguan yang diciptakan oleh Bram sendiri."Apa yang kau lihat, Tuan?" tanya Kholil yang ternyata sudah kenal pada sepupu mantan bosnya."Aku rasa dia memang perkasa, ta

  • Suamiku Adalah Pewaris Yang Tak DiAnggap   Tuduhan Tak Berdasar

    "Itu tidak mungkin!" kesal Bram lalu berbalik badan menghindari Dwi yang menatapnya tajam seakan bersiap untuk menyantapnya."Tenang," bisik Kholil yang segera mendekati temannya itu. "Kau jangan terpancing. Kita harus tenang menghadapi,""Oh!" desar Bram memahami maksud perkataan temannya itu. "Kau benar!""Apa yang benar?!" pekik Dwi lalu menarik tangan menantunya itu dengan kasar. "Kau mau laporkan aku ke polisi, kan?""Iya!" jawab Bram lalu tersenyum meledek. "Menantu macam apa kau ini?! Lihat saja kau, kalau sampai aku kena masalah kau yang akan aku hancurkan!"Mendengar ancaman itu Bram tak bergeming. Toh bukan dia yang melaporkan mertuanya itu ke polisi dan bukan dia juga yang memulai perseteruan ini.Lama dia terdiam hingga mertuanya itu pergi meninggalkan ruangan tempat mereka berada. Bram terus memutar otaknya mencari tau siapa gerangan yang melaporkan mertuanya itu ke polisi dan tentunya karena dia juga harus menjaga perasaan istrinya yang kini juga adalah ibu dari anaknya

  • Suamiku Adalah Pewaris Yang Tak DiAnggap   Kurir Itu Mata-Mata?

    "Kamu!" teriak Bram sambil melangkah keluar dari bilik toiletnya dengan sangat marah. "Sudah kuduga kau memang orang jahat!""Ka--mu!" tunjuk pria itu lalu melirik ke arah temannya yang juga terkejut saat tau Bram ada di dalam toilet SPBU itu."Mau mengelak kau?!" kesal Bram lalu meraih tangan kurir itu bersiap untuk menghajarnya."Pak, dengar dulu,""Aduh kita ketahuan!" teriak rekan kurir itu bersiap untuk mengambil langkah seribu."Kau mau kemana?!" pekik Bram lalu menarik tangan kurir yang satunya dan...Hab!Sekali gerak saja kedua pria jahat itu berhasil dibekuk."Mau kemana kalian?!" kekeh Bram merasa menang lalu menarik ke duanya menuju mobilnya."Eh! Kita mau dibawa kemana ini?!""Diam! Kalian sudah tertangkap basah. Tak bisa lagi kalian mengelak!" teriak Bram lalu memasukkan keduanya yang tak bisa berkutik lagi ke dalam mobilnya.Brak!Bram membanting pintu dengan marah lalu mulai mengendalikan mobilnya menuju kantor. "Kau tau rasa sekarang. Aku akan laporkan kalian berdua k

  • Suamiku Adalah Pewaris Yang Tak DiAnggap   Hentikan Orang Jahat Itu

    "Hey! Kau!" teriak Bram sambil menunjuk ke pria mencurigakan yang wajahnya begitu kaget saat menyadari cucu Enin sudah semakin dekat dengan dirinya. "Jangan lari kau!" teriak Bram semakin lantang membuat beberapa orang yang ada di dekatnya terperanjat."Eh! Kenapa kau?" tanya pria asing itu dengan lantang."Kau kan orang yang mengawasi kami sejak tadi?! Kau pasti mau jahat pada nenekku?" teriak Bram bersiap mengirimkan bogem mentah ke mata kanan pria asing itu."Ih! Kamu salah orang!" teriak pria itu sambil mencoba menangkis tangan Bram yang sudah terlanjur melesat."Bram!" teriak Enin yang kebetulan keluar dari rumahnya. "Ada apa, Jang?""Ini, Nin! Orang ini mencurigakan, sejak tadi dia mengawasi kita dari sini. Aku yakin dia bersekongkol dengan orang-orang jahat itu!""Eh! Jangan asal tuduh, ya. Aku ini kurir, aku sedang berteduh sambil mencari alamat dari barang-barang yang sedang aku kirimkan!" kelipnya sambil menunjuk ke arah motor bebek berwarna hitam yang nampak penuh dengan pa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status