Dimas pria sukses diusianya yang terbilang cukup muda. Namun, ketampanan, kepopuleran, pun kekayaan tidak lantas membuatnya merasakan kebahagiaan. Terlebih tuntutan sang ibu yang selalu menjodohkannya dengan putri rekan bisnisnya membuat Dimas semakin tertekan. Lelah dengan semua tekanan membuatnya memilih menenangkan diri beberapa hari di rumah peristirahatan keluarganya, tapi saat akan kembali, Dimas mengalami kecelakaan dan ditolong serta dirawat oleh Andrea karena hilang ingatan. Tinggal dengan Andrea membuat Dimas merasa nyaman dan merasa mengenal Andrea di masa lalu hingga akhirnya ia menyadari siapa Andrea, tapi ia masih menyimpannya untuk sendiri karena Andrea yang ia kenal dulu dan sekarang berbeda. Ada sesuatu yang terjadi hingga Andrea tidak mengenalnya atau memang Andrea tidak menyadari kehadirannya dulu. Entahlah! Kejadian demi kejadian terjadi hingga sesuatu mengharuskan keduanya terikat dalam sebuah pernikahan dan seiring berjalannya waktu cinta tumbuh di antara mereka. Namun, semua tidak berjalan semudah yang mereka harapkan. Perpisahan keduanya harus terjadi karena Andrea dijemput paksa oleh sang kakak sebelum Dimas bisa mencegahnya. Bisakah Dimas menemukan dan membawa Andrea kembali padanya? Atau justru harus menerima keinginan ibunya untuk menikah dengan wanita pilihan ibunya tersebut? Saat keadaan tidak mendukung, jarak dan waktu memisahkan, bisakah Dimas dan Andrea mempertahankan ikatan di antara mereka? Sementara banyak orang yang menginginkan keduanya berpisah.
View More"Tidak Ma. Aku tidak ingin dijodohkan. Aku akan menikah dengan orang yang aku cintai." Pria tampan bermata serupa mata elang itu menghela napas lelah. "Aku pergi. Aku lelah dengan pembicaraan ini," lanjutnya lalu beranjak pergi meninggalkan sang ibu.
"Mama belum selesai bicara. Dimas kembali!" teriak Sarah tapi Dimas tidak mengacuhkannya. Ia cukup lelah dengan sikap ibunya yang selalu memaksanya untuk menikah dengan gadis yang menurut ibunya baik. Bukan berarti pilihan ibunya buruk atau tidak sesuai dengan keinginannya. Hanya saja sudah beberapa kali menuruti ibunya untuk mengenal dan bertemu dengan mereka, tapi tidak satu pun di antara mereka yang bisa membuat hatinya bergetar. Tidak satu pun di antara mereka yang membuatnya merasa nyaman.
Sikap yang mereka tunjukkan padanya itu benar-benar membuatnya muak. Sikap mereka terlalu dibuat-buat, tidak ada satu pun yang tulus. Mengingatnya saja sudah membuatnya mual. Ia mendesah lelah.
Apa salah jika ia ingin menikah dengan orang yang dicintainya? Apa salah ia ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan orang yang dicintainya dan mencintainya? Ia tidak ingin gegabah dalam memilih pasangan.
Sering kali ia melihat teman dan rekan bisnisnya yang menikah karena perjodohan berakhir tragis. Entah itu perselingkuhan ataupun perceraian. Ia tidak ingin mengalami itu semua. Hah! Andai ia memiliki kekasih yang dicintai dan mencintainya, pasti ia tak akan berpikir dua kali untuk membawa kekasihnya itu ke hadapan ayah dan ibunya. Kenyataannya, ia belum menemukan sosok itu. Sosok yang mampu membuatnya nyaman dan menggetarkan hatinya. Ia harap, ia akan menemukan sosok itu suatu hari nanti. Iya suatu hari nanti.
***
"Paman!"
Teriakan itu membuat beberapa orang di ladang itu menoleh. Mereka tersenyum dan menggelengkan kepala mereka melihat sikap gadis cantik yang berlari kecil ke arah mereka itu. Senyum tak lepas dari wajah cantiknya. Wajah semringahnya sangat terlihat jelas dari binar matanya. Mereka benar-benar terhibur dengan sikap gadis cantik itu. Hidup mereka lebih berwarna sejak kedatangan gadis cantik itu di tengah-tengah mereka tiga tahun yang lalu.
"Paman lihat! Hasil panen kita bulan ini meningkat," ujarnya dengan penuh semangat. Ia menunjukkan beberapa sayuran dalam wadah yang dibawanya.
Orang-orang di sekelilingnya melihat wadah itu dan terkekeh setelahnya, "Rea! Sayuran di wadah ini tidak bisa menunjukkan hasil kita bulan ini meningkat."
Rea atau lengkapnya Andrea, si gadis cantik mengembungkan pipinya, sebal. "Bukan ini maksudku, Paman, tapi itu," katanya sambil menunjuk beberapa wadah yang penuh dengan berbagai jenis sayuran dan buah. Semua orang mengikuti arah yang ditunjuk Rea. Mereka terdiam melihat jumlah sayuran dan buah itu.
"Benar, 'kan? Hasil panen bulan ini meningkat?"
Mendengar perkataan Andrea membuat orang-orang itu tersadar. Astaga! Gadis cantik ini benar-benar pintar mengerjai dan membuat mereka kehabisan kata-kata.
"Ayo cepat selesaikan ini agar kita bisa pulang lebih awal," ujarnya. "Dan aku akan memasakkan makanan untuk paman dan bibi sekalian, spesial buatan Rea," lanjutnya yang disetujui oleh orang-orang yang ada di ladang itu, 'Semoga kau tetap tersenyum dan bahagia seperti ini, Rea,' batin mereka.
***
Revan mengernyit saat melihat Dimas sahabatnya berwajah lesu. Pria tampan itu juga mendengar beberapa kali desah lelah dari sahabatnya, seperti sedang menghadapi masalah yang sangat besar.
Revan menempelkan minuman dingin di pipi sahabatnya yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri. "Ada apa, hm? Apa yang sedang kau pikirkan sampai wajahmu seperti mayat hidup?" tanyanya setelah Dimas sadar kalau dirinya ada di ruangan yang sama. "Apa masalah dengan tante Sarah lagi?"
Dimas menghela napas, "Kau selalu tahu apa yang menjadi masalahku, Van."
Revan terkekeh dan mengangguk. Memang benar ia selalu tahu apa yang menjadi masalah sahabatnya. Dimas selalu menjadikan permintaan ibunya adalah sebuah masalah. Sedikit tidaknya ia tahu dan mengerti apa yang menjadi pikiran Dimas, karena ia pun mengalaminya. Namun, ia lebih beruntung karena ibu dan ayahnya tidak memaksanya. Mereka hanya memintanya untuk mengenal beberapa orang tapi keputusan tetap ada pada dirinya. Berbeda dengan Dimas yang setiap saat mendapat tekanan dari sang ibu.
"Kalau aku jadi dirimu, aku akan menerimanya."
"Lalu bagaimana denganmu, huh? Kau juga sama bukan? Selalu menolak wanìta yang dikenalkan orang tuamu."
Revan kembali terkekeh mendengar sindiran Dimas. Ia tidak menampik akan hal itu karena yang dikatakan Dimas benar adanya. "Ya ... ya ... ya ... aku akui itu, tapi aku tetap berusaha mengenal mereka," sanggah Revan yang membuahkan dengkusan Dimas "Itu tidak ada bedanya, dasar bodoh!" bantah Dimas.
Dimas memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya di sofa. "Aku tidak menyukai mereka Van. Sikap mereka selalu membuatku muak. Kau juga pasti tahu maksudku, 'kan?" ucap Dimas masih setia memejamkan matanya.
"Ya ... karena itulah tujuan mereka, Dim. Selalu tentang uang dan kekuasaan. Tidak jauh-jauh dari hal itu. Mereka akan melakukan apa pun untuk bisa hidup enak dengan kemewahan dan kekuasaan."
Revan mendesah. Pikirannya melayang. Mungkin hampir semua orang yang melihat mereka, akan menganggap mereka hidup dengan mudah tanpa kesulitan yang berarti. Nyatanya, hidup mereka jauh dari bayangan banyak orang. Tidak mudah mencapai apa yang mereka miliki saat ini. Mereka harus menguras pikiran, tubuh bahkan hati mereka untuk meraih semuanya.
"Rasanya aku ingin melarikan diri dari ini semua, Van."
Perkataan Dimas sontak membuat Revan menatapnya dengan kening mengerut dalam. "Kau serius dengan ucapanmu, Dim?" tanyanya.
"Jika aku bisa, sudah pasti aku akan melakukannya." Dimas membuka matanya, "Jika aku diberi kesempatan untuk beristirahat dan menghentikan kegilaan ini, pasti aku tidak akan berpikir dua kali untuk mengambil kesempatan itu."
Dimas meneguk minumannya dan menghela napas "Dan berharap mama akan mengerti yang aku inginkan. Mengerti kalau aku juga manusia yang memiliki hati dan perasaan, memiliki keinginan sendiri. Bukan hanya anak yang harus menuruti setiap perkataan orang tuanya."
"Lalu apa yang kau ingin lakukan?"
Dimas mengangkat bahu tidak acuh "Sudahlah hentikan pembicaraan ini. Aku sudah bosan membicarakan hal ini terus menerus. Entah itu denganmu atau dengan mama."
Revan terbahak dengan keras. "Kau menginginkan kesempatan tapi tidak tahu apa yang akan kau lakukan? Kalau aku jadi dirimu, aku akan mencari seorang kekasih agar mamaku tidak lagi melakukan perjodohan-perjodohan konyol itu. Dengan begitu, aku tidak akan dipaksa untuk menyetujui perjodohan apa pun lagi."
"Memangnya mudah untuk mencari kekasih? Jika aku memilikinya, aku tidak akan sefrustrasi ini."
"Dengan uang dan wajahmu, kau pasti dengan mudah kauakan mendapatkannya."
Dimas mendelik kesal ke arah Revan "Bukankah itu sama saja dengan menerima perjodohan itu, huh?" tanyanya.
"Lalu kau ingin kekasih seperti apa, Dim? Kau tahu sendiri tidak mudah menemukan seseorang yang bisa menerima kita apa adanya, tidak memandang kita dari harta dan kekuasaan."
Dimas mengangkat wajahnya, menatap semburat jingga di langit yang tampak dari jendela ruangannya, menerawang jauh ke mana. "Aku yakin suatu hari aku akan menemukan seseorang yang menerimaku apa adanya. Hanya melihat aku sebagai Dimas Ardiantara, bukan dari wajah, harta, ataupun kekuasaan. Aku akan menemukan orang yang mampu menggetarkan hatiku dan mampu membuatku nyaman."
Revan sempat terkesiap mendengar ucapan Dimas, tapi dengan cepat ia tersadar. Ia mengulum senyum dan menepuk bahu Dimas "Iya! Suatu hari kau akan menemukan orang yang kau cintai dan mencintaimu. Aku yakin kau akan menemukan orang itu, Dim."
Dimas mengangguk "Kau juga, Van," ucapnya.
"Itu pasti!" ucapnya Revan mengiyakan perkataan Dimas. 'Atau mungkin aku sudah menemukannya, Dim,' batinnya seraya membayangkan wajah seorang gadis yang tersenyum manis padanya. "Sebaiknya kita pulang sekarang," ajaknya pada Dimas.
Dimas melihat jam tangannya, dan benar hari sudah mulai gelap. Ia mengambil jasnya lalu mengikuti Revan yang lebih dulu melangkah keluar dari ruangannya.
***
"Kalian beristirahatlah! Pasti lelah setelah mengikuti rangkaian prosesi pernikahan.""Benar yang dikatakan oleh pamanmu. Kalian istirahat saja, sisanya biar kami yang mengurusnya," imbuh Ratih menimpali perkataan suaminya.Dimas dan Andrea saling berpandangan sebelum mengiyakan perkataan paman dan bibi mereka. Tidak dipungkiri, mereka lelah setelah seharian mengikuti prosesi pernikahan. Terlebih mereka juga menerima kehadiran warga desa yang datang untuk memberi selamat dan doa untuk mereka. Keduanya beranjak menuju kamar masing-masing tapi baru beberapa langkah, celetukan Ratih menghentikan niat mereka."Kalian sudah menikah, apa kalian sudah lupa?"Baik Dimas dan Andrea berbalik dan menoleh. Keduanya tersenyum malu sembari menggeleng. Tentu saja mereka tidak lupa.Ratih bersedekap sembari menatap geli ke arah pasangan pengantin baru di depannya. Senyumnya mengembang melihat sikap malu-malu yang ditunjukkan oleh Dimas dan Andrea. "Lantas? Jika begitu kenapa kalian menuju ke kamar y
"Kau sudah siap?"Andrea sempat tertegun sebelum mengangguk. Danu yang bertanya hanya mampu memberikan senyumnya melihat reaksi Andrea. Sekalipun Andrea mengatakan baik-baik saja, tapi ia yakin itu hanya di bibir saja. Jauh dalam hatinya, gadis yang sudah seperti anaknya ini pasti merasa sedih. Siapa pun akan merasakannya saat harus menikah tanpa kehadiran orang-orang terkasih yang mendampingi, terlebih untuk Andrea yang seorang gadis.Danu mengulurkan tangannya dan disambut oleh Andrea. Keduanya keluar dari ruang tunggu, berjalan perlahan menuju ruangan tempat pernikahan akan dilaksanakan. "Kau cantik, Andrea. Sangat! Andai tuan dan nyonya besar masih ada, mereka pasti akan bahagia melihatmu menikah," ujar Danu pelan diiringi dengan hela napas. "Dan seharusnya bukan paman yang berada di sampingmu kini, tapi tuan Keenan."Andrea menghentikan langkahnya mendengar perkataan Danu. Tidak dipungkiri ada rasa sedi
"Kau sudah mendengarnya sendiri bukan? Andrea teguh dengan keputusannya untuk menikahimu. Jadi aku harap kau tidak akan mengecewakan kami, terlebih Andrea," tutur Aruni sembari menatap lekat ke dalam mata Dimas. Awalnya ia ingin meninggalkan suaminya dan Andrea bicara berdua, tapi saat hendak pergi dari ruang keluarga, ia mendapati Dimas masih berdiri di lorong yang menghubungkan ruang makan dan ruang tamu. Pada akhirnya ia pun mengurungkan niat untuk pergi. Memilih tetap tinggal dan mendengar pembicaraan suaminya dengan Andrea.Dimas yang sedari tadi memperhatikan Andrea dan Danu, mengalihkan pandangannya ke arah Aruni. Membalas tatapan wanita paruh baya di hadapannya. Ia akui ia sempat ragu akan keputusannya, tapi setelah mendengar pembicaraan antara Danu dan Andrea membuatnya lebih yakin. Jika Andrea bisa seyakin itu untuk menghadapi konsekuensi dari pilihannya di masa mendatang, ia pun bisa. Ia tidak boleh goyah lagi, terlebih keputusannya ini menyangkut hidup seseorang.
Aruni menghela napas panjang setelah Dimas pergi. Mengalihkan seluruh atensi pada suaminya dan Andrea. Danu sudah berjalan mendekati gadis yang sebenarnya adalah nona muda mereka. Gadis malang yang sudah tinggal bersama mereka di desa ini lebih dari tiga tahun lalu. Gadis malang yang terpaksa tinggal di desa ini karena keegoisan dan keserakahan beberapa orang. Netranya terus mengamati dua orang yang berdiri menghadap jendela itu.Tidak berniat untuk mendekat ataupun pergi. Memilih menjadi pendengar dengan duduk di tempat yang tadi diduduki Dimas. Ia tidak ingin mengganggu pembicaraan keduanya. Dibandingkan dengan dirinya dan Ratih.Danu dan Galang yang lebih dekat dengan Andrea. Mengingat Danu dan Galang-lah yang tetap bekerja pada keluarga Chandrawijaya dan mengikuti keluarga majikan mereka itu pindah ke Jepang lima belas tahun yang lalu, sedangkan ia dan Ratih memilih kembali ke desa mereka bersama anak-anak. Awalnya ia dan Ratih mengira semua baik-
"Kau yakin dengan keputusanmu ini, Andrea?"Andrea tidak urung berbalik dari depan jendela. Manik bulatnya tetap mengarah ke luar jendela, menatap pemandangan di luar rumahnya seakan pemandangan itu lebih menarik daripada yang lainnya. Pertanyaan dari Dimas pun tidak kunjung membuatnya mengalihkan perhatiannya. "Apa yang bisa kujelaskan lagi, Kak?Aku sudah menjelaskan semuanya di balai desa, tidak ada alasan lainnya lagi," jawab Andrea dengan tidak acuh berusaha mengabaikan kegusaran yang ia rasakan. Tangannya yang berada di kusen jendela terkepal erat berusaha menahan perasaannya yang berkecamuk. 'Aku takut sendiri lagi, Kak. Semua meninggalkanku sendiri. Papa, mama pergi, dan Kak Keenan? Dia meninggalkanku di desa ini sendiri. Bahkan dia tidak pernah sekalipun mengunjungiku. Aku takut sendiri lagi jika kakak pergi. Dan hatiku juga yakin jika Kak Dimas adalah pria yang tepat untukku dan menginginkan kakak selalu ada di sisiku,' batin Andrea sendu
Semua orang bebas untuk memilih. Begitupun dengan Andrea dan inilah pilihannya. Menikah dengan Dimas bukan pilihan mudah yang bisa ia putuskan dalam sekejap. Namun jika dihadapkan pada pilihan tersebut, maka ia yakin ini keputusan yang tepat. Terlepas dari ia yang tidak ingin pergi dari desa ini dan tidak tahu harus ke mana jika pergi dari desa ini, ia memutuskan ini karena hatinya memang menginginkan Dimas dan menyakini pria itu memang yang terbaik untuknya."Kau yakin dengan keputusanmu itu, Andrea?"Pertanyaan dari Pak Wira menyadarkan Andrea, ia menegakkan tubuhnya dan kembali menoleh ke arah Dimas yang masih menatapnya. Wajah pria itu masih tampak syok dan Andrea mengerti hal itu. Siapa yang tidak terkejut dengan jawaban yang ia berikan tadi? Tidak ada, bahkan dirinya sendiri pun terkejut, tapi ia tidak menyesal dengan pilihannya."Aku yakin Paman," jawabnya sekali lagi lalu kembali menghadapkan ke arah depan. Menatap para perangkat desa yang menunggu jawab
Jawaban yang diberikan Andrea tak pelak membuat semua orang yang ada di balai desa itu terkejut. Mereka kira Andrea akan menolak atau tidaknya bernegosiasi lagi dengan mereka mengenai keputusan yang telah mereka jatuhkan padanya dan Dimas. Namun tidak, Andrea tanpa ragu menjawab mau menikah dengan Dimas. Lebih terkejut lagi dengan perkataan Andrea setelahnya."Aku setuju bukan karena aku mengakui perbuatan yang dituduhkan padaku dan Kak Dimas. Aku menyetujuinya karena tidak memiliki pilihan lain. Aku tidak memiliki tempat untuk pergi, tidak memiliki tempat tinggal selain di desa ini. Aku tidak memiliki tujuan untuk pulang," ujarnya.Tidak bisa dipungkiri Dimas merasa hatinya sakit dan kecewa mendengar perkataan gadis yang duduk di sampingnya ini. Andrea mau menikah dengannya hanya karena tidak memiliki pilihan lain. Apa tidak ada sedikit saja rasa yang tumbuh di hati Andrea untuknya? Namun perasaan sedih itu langsung hilang digantikan oleh rasa iba setelah mendengar ke
Tubuh keduanya membeku di kursi yang mereka duduki mendengar perkataan Pak Wira. Menikah? Mereka harus menikah? Kata-kata itu berputar dalam kepala mereka. Bagaimana mereka bisa menikah? Mereka tidak saling mencintai, bagaimana mereka bisa menikah? Memang tidak dipungkiri ada rasa nyaman saat mereka bersama. Pun ada getaran dalam hati mereka yang mereka rasakan saat dekat satu sama lainnya. Namun apa itu cukup disebut cinta? Bahkan dalam sebuah pernikahan cinta pun tidaklah cukup, ada komitmen, kepercayaan dan kesiapan diri di dalamnya. Sementara hubungan mereka selama ini tidaklah lebih dari pertemanan semata. Tidak ada komitmen apa pun dalam hubungan mereka. Lantas bagaimana mereka bisa menikah?Dalam diam mereka menyimak perdebatan antara Pak Wira dengan Erlan. Meski telinga mereka terbuka lebar untuk mendengar perdebatan itu, tapi tidak satu pun yang bisa ditangkap oleh mereka. Pikiran mereka masih dipenuhi dengan perkataan Pak Wira sebelumnya sampai pertanyaan dari Pak I
"Bagaimana itu mungkin?""Aku tidak menerima itu!"Seruan itu datang dari Erlan dan Erni. Senyum yang tadi menghiasi bibir keduanya saat mendengar Dimas dan Andrea harus pergi dari desa ini sirna sudah. Erlan bahkan sudah berdiri dengan raut kesalnya. "Kenapa mereka harus menikah? Andrea tidaklah salah dalam hal ini. Bagaimana kalian bisa memutuskan hal yang memberatkan Andrea? Ini tidak adil. Lagi pula aku sudah memberikan bukti jika Andrea korban dari kebrengsekan pria itu."Pak Wira tersenyum sinis mendengar seruan kedua kerabatnya itu. Sekarang ia yakin dugaannya mengenai Erlan dan Erni yang menjebak Dimas dan Andrea. "Kenapa tidak mungkin?"tanyanya dengan sinis. "Ya! Kau memang memberikan kesaksianmu, tapi itu tidaklah cukup untuk memutuskan Dimas adalah tersangka sedangkan Andrea adalah korban. Bahkan Andrea sendiri menyanggah kesaksianmu itu dan menyatakan kalau Dimas yang menolongnya di saat dia sedang dalam keadaan tidak berdaya tadi malam. Jadi t
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments