Share

Bab 41

Author: Sri Pulungan
last update Last Updated: 2025-04-26 07:48:47

Keesokan harinya, langit Jakarta masih diselimuti mendung. Sisa hujan yang mengguyur semalam membasahi jalan-jalan, dan kota kembali bergerak dalam ritme yang tak pernah berhenti, macet, padat, penuh ambisi. Suara klakson dan langkah kaki yang terburu-buru mengisi udara, menggambarkan kegelisahan yang tidak pernah lelah.

Di lantai atas gedung pencakar langit milik Veranza Corp, Arfan melangkah masuk ke ruang kerjanya. Jas abu-abu yang membalut tubuh tegapnya tampak rapi, dasi yang terpasang sempurna mengingatkan pada ketegasan yang selalu ia bawa. Di belakangnya, Randy, sang asisten setia, menyusul sambil membawa tablet berisi agenda harian.

“Jadwal hari ini padat, Pak,” lapor Randy, suaranya penuh kecepatan. “Pukul sepuluh ada rapat dewan direksi, lalu jam dua siang presentasi dari perusahaan desain yang akan bekerja sama untuk produk baru.”

Arfan hanya mengangguk, melepas jasnya dengan gerakan yang terlatih, lalu duduk dibalik meja besar yang menghadap jendela kaca raksasa. Dari san
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 80

    Langkah Arfan menggema saat ia memasuki gudang kosong. Beberapa anak buahnya berdiri tegak di sisi kanan dan kiri, menciptakan jalur lurus menuju kursi di tengah ruangan. Di sana, Randy duduk terikat, wajahnya lebam, bibir pecah, dan pelipisnya masih meneteskan darah kering.Arfan berdiri di hadapan Randy, menatapnya dalam-dalam. Hening mencekam menyelimuti udara. Hanya suara langkah tikus di sudut gudang dan desah nafas Randy yang terdengar.“Aku mempercayaimu, Randy,” suara Arfan berat dan dingin. “Lebih dari siapapun.”Randy mengangkat wajahnya perlahan, darah mengalir dari ujung bibirnya. “Tuan… aku… aku minta maaf.”“Maaf?” Arfan tersenyum miris, lalu menendang kursi di depan Randy hingga terlempar. “Sudah bertahun-tahun kau di sisiku. Kau kupercayai lebih dari keluargaku sendiri. Dan kau, kau malah mengkhianatiku.”Randy terisak, tubuhnya gemetar. “Aku… dipaksa. Aurel… dia mengancamku. Keluargaku… Ibuku yang sakit, adikku… semua dalam cengkeramannya. Dia ancam akan menghancurkan

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 79

    Hening kembali menyelimuti ruangan begitu langkah kaki Arfan menghilang di balik pintu yang kini tertutup rapat. Nafeeza berdiri diam, seperti baru saja melawan badai. Namun kali ini, ia tidak roboh. Tidak hancur. Ia berdiri tegak, meski hatinya masih bergetar.Rafa mendekat perlahan, matanya mengamati Nafeeza dengan seksama. “Kau tidak apa-apa?” tanyanya, suaranya lirih, seolah tak ingin membangunkan Danis.Nafeeza menarik napas panjang, menatap pintu itu sesaat sebelum menggeleng pelan. “Aku baik… Aku hanya belum pernah merasakan lega seperti ini sebelumnya.” Ia tersenyum tipis, namun senyum itu datang dari tempat yang tulus, dari luka yang perlahan sembuh.Rafa mengangguk. Ia tahu, luka seperti ini tak bisa disembuhkan hanya dengan kata-kata. Tapi kehadiran… kadang cukup. Ia duduk disisi tempat tidur, diam di dekat Nafeeza, seperti jangkar yang menahan kapal agar tak terombang-ambing kembali.“Terima kasih, Rafa.” Nafeeza menoleh padanya, kali ini dengan tatapan yang lebih dalam. “

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 78

    Nafeeza duduk di sisi ranjang Bibi Rara, menggenggam tangan perempuan renta itu dengan lembut. Sesekali ia menatap Danis yang tertidur lelap di kursi kecil, tubuh mungilnya meringkuk dalam balutan selimut tipis.Pintu kamar terbuka perlahan. Nafeeza menoleh. Arfan berdiri di ambang pintu, wajahnya sayu, mata sembab, seakan membawa beban dunia di bahunya."Nafeeza…" suaranya serak. "Aku... aku datang untuk minta maaf."Nafeeza tidak langsung menjawab. Matanya menatap lelaki yang dulu ia cintai sepenuh hati. Lelaki yang dulu menjadi pelindungnya, kini berdiri seperti orang asing, penuh sesal dan kehilangan."Apa kau bilang?" tanyanya datar, nyaris tak terdengar.Arfan melangkah masuk, mendekat perlahan. "Aku bodoh. Aku dibutakan oleh omongan Aurel... oleh Mama. Aku seharusnya…"Tawa Nafeeza meletus. Tawa kering, getir, menusuk. Arfan terhenti. Nafeeza menunduk sambil menahan dada, seperti benar-benar menemukan sesuatu yang lucu."Jadi sekarang kau datang... minta maaf?" katanya di sela

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 77

    Tiga jam kemudian…Aurel baru saja selesai berbicara dengan dokter saat dua orang berseragam mendekatinya di lorong rumah sakit. Langkah mereka mantap, sikap mereka tegas. Aurel, yang awalnya hendak melangkah pergi, menoleh karena merasa diikuti.“Maaf, Ibu Aurel…” ucap salah satu petugas.Aurel mengerutkan kening. “Ada apa, Pak?”“Ini surat perintah penangkapan. Anda diminta ikut ke kantor untuk pemeriksaan lebih lanjut terkait insiden penusukan terhadap Tuan Arfan.”Dunia Aurel seakan runtuh seketika.“Apa maksud Anda? Ini pasti salah paham!”“Kami hanya menjalankan perintah, Bu. Silahkan ikut kami.”Aurel panik. “Tunggu! Arfan! Dia bisa menjelaskan! Saya... saya tidak bersalah!”Di balik pintu kamar rawat, Nafeeza muncul. Tatapan mereka bertemu. Untuk pertama kalinya sejak malam itu, mata Nafeeza menatap Aurel tanpa ketakutan, tanpa keraguan, hanya kebenaran yang siap ditegakkan.Aurel menggigil, bukan karena udara, tapi karena sadar, semua mulai runtuh.***Di dalam kamar, Arfan y

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 76

    Sementara itu, di tempat lain, Aurel baru saja selesai mencuci tangan. Tangannya masih gemetar, sisa trauma kejadian malam itu belum sepenuhnya sirna. Matanya menatap kosong ke cermin kamar mandi, memandangi wajahnya sendiri yang pucat, tak lagi seanggun biasanya.Suara bel pintu mendadak memecah keheningan apartemen.Ding-dong.Tubuh Aurel menegang. Detak jantungnya melonjak. Kedua matanya melebar seketika.“Tidak mungkin... jangan-jangan itu... polisi?” bisiknya, suara nyaris tercekat. “Atau... Arfan? Tidak! Tidak boleh…” Dengan panik, Aurel buru-buru melangkah mundur, matanya melirik ke arah balkon yang tertutup tirai tebal. “Aku harus sembunyi,” desisnya sembari menahan napas.Namun langkahnya terhenti ketika terdengar suara gesekan pintu utama. Asisten rumah tangga yang baru dipekerjakannya sudah lebih dulu membukakan pintu.“Selamat siang, silahkan masuk, Bu,” kata sang asisten dengan sopan.Aurel membeku di ambang lorong ruang tengah. Nafasnya tercekat saat melihat sosok yang

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 75

    “Arfan, Ma… Mama cuma takut kamu terluka,” ucap Yuliana pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh dentuman rasa bersalah yang mulai menyesakkan dadanya.Namun Arfan tak menanggapi. Ia membuang muka ke arah jendela ICU, matanya menatap kosong ke luar sana. Sejenak, hanya suara mesin detak jantung dan helaan nafas pelan yang mengisi ruangan.“Pergi, Ma,” ulangnya lirih, tapi kali ini nadanya tegas, mengiris.Yuliana mundur perlahan, tubuhnya seolah kehilangan tenaga. Ia keluar dari ruang ICU dengan langkah gontai, tanpa menoleh lagi. Begitu pintu tertutup, Arfan memejamkan mata. Air mata mengalir di kedua pipinya. Ia menahan isak, tapi dadanya bergetar hebat. Luka yang dulu tertanam dalam, kini kembali menganga dengan kesadaran baru.Di luar ICU, Nafeeza duduk di bangku lorong rumah sakit, sambil memangku Danis. Wajah Danis mengingatkannya pada Arfan. Wajah kecil itu, mata bulat penuh rasa ingin tahu, alis tipis yang melengkung lembut, dan garis senyum semuanya adalah cermin dari pria yang

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 74

    Tiba-tiba, monitor di samping tempat tidur Arfan mengeluarkan bunyi peringatan lembut, detak jantungnya meningkat drastis.Seorang perawat segera masuk dan memeriksa kondisinya. “Dokter! Pasien di ICU satu mulai menunjukkan respon!” serunya cepat.Rafa langsung berdiri, menoleh ke Nafeeza yang juga tersentak mendengarnya. Tanpa berpikir panjang, Nafeeza hendak melangkah mendekat ke pintu ICU. Tapi suara keras menghentikannya.“Berhenti di situ!”Nafeeza membeku.Nyonya Yuliana berdiri dengan mata menyala marah, menghalangi pintu ICU dengan tubuhnya. “Kamu tidak akan masuk. Arfan tidak butuh kamu.”“Bu, saya hanya ingin….”“Tidak ada yang ingin! Kamu bukan keluarganya, bukan siapa-siapa!”“Bu Yuliana…” Rafa mencoba melerai, tapi wanita itu menatapnya tajam.“Dokter, tolong kerjakan bagian Anda saja. Saya tidak akan membiarkan perempuan ini masuk dan menambah luka untuk anak saya!”Nafeeza mengepalkan tangannya, menahan gemetar. Matanya berkaca, tapi tidak ada satu kata pun yang keluar

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 73

    Beberapa jam setelah operasi…Nafeeza duduk di bangku panjang dengan tangan terlipat di pangkuan, masih mengenakan baju yang berlumur darah Arfan. Kepalanya tertunduk, mata sembab.Pintu ruang ICU terbuka. Rafa keluar mengenakan jas dokternya, sarung tangan masih menggantung di saku.“Operasinya berhasil,” katanya pelan. “Pisau itu tak mengenai organ vital, tapi Arfan kehilangan cukup banyak darah. Dia harus rawat inap, dalam pengawasan penuh.”Nafeeza mengangguk perlahan. “Terima kasih, Rafa. Aku… aku benar-benar nggak tahu harus bilang apa.”Rafa menatapnya, raut wajahnya tenang tapi tajam. “Kamu nggak perlu bilang apa-apa. Aku hanya melakukan tugasku.”Seketika hening menyelimuti mereka. Nafeeza menarik napas dalam, lalu berkata lirih, “Dia tetap menyelamatkanku. Meski aku tahu, aku bukan siapa-siapa lagi buat dia.”“Bukan siapa-siapa?” Rafa menatapnya lekat. “Kamu ibu dari anaknya, Nafeeza. Dan dia pernah mencintaimu.”Nafeeza menoleh, menatap Rafa dengan mata berkaca. “Pernah, Ra

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 72

    Jauh di tempat lain, Aurel melempar vas bunga ke dinding. Kaca pecah berhamburan, mengiringi teriakan histerisnya yang menggema di seantero rumah megah itu.“BODOH! SEMUANYA BODOH!” suaranya melengking, matanya merah, napasnya memburu seperti singa terluka.Di hadapannya, seorang pria muda dengan jaket hitam lusuh menunduk takut, tubuhnya gemetar. Ia adalah salah satu ‘kepercayaan’ Aurel, bagian dari jaringan bayangan yang selama ini menjalankan perintah-perintah kotornya.“Kau bilang semuanya sudah diatur! KAU BILANG WANITA ITU AKAN HILANG MALAM ITU JUGA!”“Ma… maaf, Nyonya…” jawabnya terbata. “Orang-orang kami… mereka… mereka dihajar habis-habisan oleh Tuan Arfan…”“APA?!”“Dia datang tepat waktu. Kami tidak menyangka. Dan… dia sangat brutal. Dua orang kami dibawa ke rumah sakit dengan tulang rusuk patah…”Aurel membeku. Kata “Arfan” menusuk dadanya seperti belati yang mengoyak lambung. Jantungnya berdegup cepat. Otaknya menolak percaya.“Dia… membela wanita itu?” gumamnya, lebih pa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status