Share

Bab 5. Penelusuran Nabilah

Author: Aryan Lee
last update Last Updated: 2024-07-16 12:26:20

Habis isya Robin baru pulang ke kontrakannya. Ia melihat Nabilah baru saja selesai melaksanakan salat. Pria itu langsung masuk tanpa mengucapkan salam.

"Assalamualaikum .., Abang dari mana?" tanya Nabilah sambil melipat mukena.

"Waalaikumsalam .., kerja," sahut Robin sambil menghentikan langkah.

Nabilah kemudian menyarankan, "Abang mandi dan makan dulu ya. Nanti Bilah mau bicara!"

"Sudah, kalau mau ngomong sekarang saja!" seru Robin yang ingin segera masuk ke kamar ya.

Nabilah kemudian bertanya, "Abang kerja apa, kok pergi subuh sampai malam baru pulang?"

"Jaga tempat pengepul," jawab Robin singkat.

"Oh ...." Nabilah tampak berpikir sesaat dan membatin, "Masa iya penjaga tempat rongsokan bisa punya duit banyak."

"Kenapa nggak percaya, takut makan duit haram?" tanya Robin terdengar sedikit sinis.

"Bukan begitu, Bilah boleh ngajar lagi nggak Bang?" Nabilah minta izin suaminya untuk kembali mengajar di madrasah. Ia menunduk karena takut melihat tatapan Robin yang seolah mengintimidasinya.

Robin kembali menjawab, "Boleh, ada lagi yang mau ditanya?"

"Nggak ada, tapi satu lagi deh. Bilah mau minta maaf atas sikap Ibu tadi," ucap Nabilah kemudian.

"Iya tidak apa-apa," jawab Robin sambil membuka pintu kamarnya. "Besok kamu berangkat jam berapa?" tanya pria itu tanpa menoleh.

"Jam tujuh," jawab Nabilah dengan senang karena diperbolehkan mengajar.

Mendengar itu Robin langsung masuk kamar.

Ketika ke dapur, Nabilah terlihat sendu ketika masakannya untuk pertama kali sebagai seorang istri, tidak disentuh sedikitpun oleh Robin. Padahal ia ingin mulai mengenal suaminya lebih jauh lagi.

"Besok subuh aku hangatkan dan bagikan kepada tetangga saja," lirih Nabilah sambil menutup rak piring. Ia kemudian kembali ke ruang tamu untuk tidur.

Malam semakin larut, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar Robin terbuka.

"Kau di mana, kami sudah kumpul semua di tempat biasa?" tanya seseorang dari seberang sana.

"Suruh mereka sabar, sebentar lagi aku akan datang. Dapat berapa hasil kita hari ini?" jawab Robin sambil bertanya.

"Cukup banyak!" jawab orang itu kembali.

Robin kemudian berseru, "Bagus, kasih mereka minum dan makanan!" Ia kemudian mengakhiri panggilan itu dan pergi lewat pintu belakang.

Kontrakan Robin memang berada di paling pojok. Bersebelahan dengan jalur hijau jalan tol. Kalau malam tempat itu tampak gelap sekali.

Nabilah yang belum tidur tampak tercengang dengan jantung yang berdetak sangat cepat. Tentu ia mendengar percakapan Robin by phone tadi. Entah apa pekerjaan suaminya, masa iya malam-malam begini sudah pergi kerja.

"Ya Allah, apa sebenarnya pekerjaan Bang Robin?" tanya Nabilah semakin penasaran.

***

Pagi yang cerah Nabilah sudah siap-siap pergi mengajar. Sementara itu Robin tidak ke luar kamar, entah sudah pulang atau belum. Ia tampak heran ketika tidak melihat masakannya di dalam rak piring. Justru gadis itu mendapati selembar uang merah.

"Ke mana semua lauk, apa dibuang sama Bang Robin ya?" tanya Nabilah penasaran.

Setelah melakukan salat subuh dan sarapan pagi, Nabilah kemudian bersiap-siap. Ia memakai seragam guru madrasah seperti biasanya. Sebenarnya ia ingin menjadi ibu rumah tangga saja. Akan tetapi, pernikahannya dengan Robin membuat gadis itu ingin membantu mencari nafkah. Dengan mendapatkan rezeki yang halal.

Waktu telah menunjukan pukul 06.30 WIB, sudah saatnya Nabilah pergi mengajar. Akan tetapi, ketika membuka pintu ia tampak terkejut ketika melihat Robin sudah berdiri di hadapannya.

"Ayo Abang antar!" Robin sengaja pulang untuk mengantar istrinya pergi mengajar.

"Iya," jawab Nabilah sambil mengunci pintu. Ia tidak menyangka akan diantar oleh Robin.

Mereka kemudian berjalan beriringan menuju ke madrasah yang tidak terlalu jauh dari rumah. Di sepanjang perjalanan keduanya saling terdiam. Beberapa warga yang melihat pengantin baru itu tampak tersenyum, bahkan ada juga yang berbisik. Mungkin Robin terlihat lebih pantas sebagai pengawal daripada suami Nabilah.

Apalagi Robin mengenakan pakaian serba hitam. Mulai dari sepatu yang warnanya sudah pudar dan celana levis robek. Hanya kaos saja yang utuh dan membalut tubuh kekarnya. Kontras sekali dengan seragam yang Nabilah kenakan. Rapi dan senada dengan kerudung yang dipakainya.

"Kasihan ya Nabilah, cantik-cantik punya suami preman. Lihat tuh nggak cocok sama sekali. Yang satu adem dilihatnya dan si pria garang," ujar Ibu-ibu sambil memandangi suami istri itu dari belakang.

"Ya namanya juga jodoh, Bu. Kalau bisa milih juga saya maunya sama Shahrukh Khan," sahut ibu-ibu lainnya.

Ketika sampai di sekolah guru-guru yang lainnya pun tampak terkejut melihat Nabilah diantar oleh Robin. Sebenarnya Nabilah merasa risih akan tatapan mereka yang seolah mengoloknya mempunyai suami seorang preman. Namun, ia mencoba untuk bersikap biasa saja.

"Nanti pulangnya jam berapa?" tanya Robin yang ingin menjemput Nabilah.

"Nggak usah jemput Bang, nanti Bilah bareng sama Bapak saja!" ujar Nabilah memberitahu.

Robin kemudian berpamitan, "Oh ya sudah, Abang pergi kerja ya!"

Nabilah langsung mengulurkan tangannya dan menyalami Robin seraya berkata, "Hati-hati ya Bang!"

"Hemm." Robin segera meninggalkan sekolahan itu.

"Abang Robin Hood," panggil seorang bocah sambil menghampiri.

Robin tidak menyahut, tetapi sudah tahu ada apa gerangan anak itu memanggil dengan melihat matanya. Ia segera menuju ke pojokan dan memberikan sesuatu kepada bocah itu. Beberapa murid yang lainnya pun ikut menghampiri.

"Terima kasih Bang," ucap salah satu bocah dengan senyum yang mengembang.

***

Tidak terasa waktu cepat berlalu setelah selesai mengajar dan memberitahu ayahnya tidak pulang bareng, Nabilah langsung mencari salah satu muridnya yang tinggal di kampung rantau.

"Tegar, rumah kamu di kampung rantau kan?" tanya Nabilah pada seorang bocah laki-laki berusia tujuh tahun.

Bocah itu menjawab dengan jujur, "Iya Bu Guru, ada apa?"

"Ibu mau ke rumah teman, kamu bisa antar ke sana?" jawab Nabilah sambil bertanya.

"Bisa Bu, ayo saya anterin!" sahut Tegar yang dijawab anggukan oleh Nabilah.

Mereka kemudian naik angkot untuk menuju ke kampung rantau. Ketika sampai di tempat tujuan, keduanya berjalan kaki masuk ke salah satu gang.

"Kita pulang ke rumah Tegar dulu kan?" tanya Nabilah membuka pembicaraan.

"Langsung cari rumah teman Ibu saja, saya setiap pulang sekolah langsung mulung kok," jawab Teguh sambil membuka seragamnya dan memasukan ke dalam tas sekolah. Lalu ia mengeluarkan sebuah karung kecil.

Nabilah kembali bertanya, "Memangnya nggak dicariin sama Ibu atau Bapak kamu?"

"Nggak justru kalau saya langsung pulang ke rumah ditanyain. Sudah dapat uang belum?" jawab Tegar yang membuat Nabilah miris mendengarnya.

"Memangnya uang yang kamu dapatkan buat apa?" tanya Nabilah kembali.

"Dikasih ke mamak, buat bantu beli beras sama lauk," jawab Tegar kembali.

Jawaban Tegar membuat Nabilah ingin tahu lebih banyak lagi, "Ayah kamu ke mana?"

"Sudah nggak ada dari aku kecil," jawab Tegar dengan sendu.

Nabilah langsung terdiam membayangkan anak sekecil itu harus berjuang dalam kerasnya hidup. Berteman dengan panas dan hujan demi mencari sesuap nasi. Jika kita melihat ke bawah, ternyata masih banyak yang lebih susah. Di situlah kita harus merasa bersyukur.

"Teman Ibu namanya siapa?" Kini giliran Tegar yang bertanya.

"Bang Robin, kamu kenal nggak atau tahu tempat kerja di mana?" jawab Nabilah yang disertai pertanyaan.

Tegar langsung menjawab dengan jujur, "Oh .., Abang Robin Hood, semua orang di sini kenal kok, kalau tempat kerjanya di pengepul."

"Oh, kamu antar Ibu ke tempat itu ya!" pinta Nabilah yang ingin melihat tempat kerja suaminya.

Mereka kemudian menuju ke tempat pengepul. Di mana para pemulung menjual barang-barang bekas. Di sepanjang perjalanan Nabilah terus bertanya tentang Robin.

"Oh ya, kenapa kamu panggil Abang Robin Hood?" tanya Nabilah ingin tahu.

"Kalau saya kasih tahu, Bu Guru janji ya jangan bilang siapa-siapa. Nanti Bang Robin marah!" ujar Tegar yang terlihat ragu untuk bercerita.

Sambil mengangguk Nabilah kemudian menyahuti, "Iya, Ibu janji nggak akan cerita sama siapa pun kalau kamu kasih tahu rahasia Bang Robin!" ujar Nabilah dengan wajah yang siap mendengarkan.

Setelah melihat sekeliling dan merasa cukup aman, Tegar menceritakan sesuatu kepada Nabilah.

"Yang benar kamu?" tanya Nabilah menegaskan.

"Benar Bu, saya nggak bohong," jawab Tegar dengan serius.

Akhirnya mereka sampai di tempat kerja Robin. Di mana terlihat sangat berantakan dan kotor, tapi bagi penduduk sekitar barang-barang itu adalah sumber rezeki yang halal.

"Ini tempatnya Bu," ujar Tegar ketika sampai di tujuan.

Setelah menatap tempat itu dengan saksama, Nabilah kemudian berseru, "Sekarang kamu masuk ke dalam dan lihat ada Bang Robin atau tidak!" Ia tidak mau kehadirannya diketahui oleh Robin.

Tegar tampak mengangguk dan berujar, "Iya Bu, tunggu sebentar!" Bocah itu segera menjalankan perintah Nabilah dan tidak lama kemudian sudah kembali lagi.

"Bang Robin nggak ada Bu, adanya Bang Tigor," ujar Tegar memberitahu.

"Ya sudah, kalau begitu Ibu mau pulang saja. Terima kasih ya kamu sudah mengantar sampai ke sini," ucap Nabilah yang menyudahi penelusurannya.

"Sama-sama, Ibu masih ingat jalan ke luar kampung ini nggak?" tanya Tegar yang siap mengantar Nabilah lagi.

"Insya Allah ingat, ini buat kamu, hati-hati ya!" pesan Nabilah sambil memberikan uang janjan.

Nabilah kemudian berbalik arah sambil memikirkan apa yang Tegar katakan tadi.

'Aku dan beberapa anak-anak yang lain sekolah dibayarin sama Bang Robin. Bahkan dikasih ongkos setiap mau berangkat sekolah. Kalau pekerjaan Bang Robin aku nggak tahu, tapi hampir setiap hari ada di pengepul dan uangnya selalu banyak.'

"Sebenarnya apa sih pekerjaan Bang Robin. Masa sih jaga pengepul bisa menyekolahkan anak-anak. Jangan-jangan dia yang memiliki tempat usaha ini. Tapi dari percakapan telepon yang kudengar semalam. Seolah-olah Bang Robin kayak gembong perampok ya?" pikir Nabilah yang tidak-tidak.

Nabilah tiba-tiba sadar telah salah jalan. Ia semakin jauh masuk ke kampung rantau dan tidak tahu sedang berada di mana. Tiba-tiba gadis itu melihat Robin baru saja ke luar dari salah satu rumah dan seorang wanita cantik mengikutinya.

"Terima kasih Bang, kapan-kapan main lagi ke sini ya!" ujar wanita itu sambil memandangi kepergian Robin.

"Hemm." Robin tidak menyahuti dan terus melangkah.

"Jangan-jangan Bang Robin dan wanita itu habis ...." Nabilah menutup mulutnya membayangkan apa yang mereka telah lakukan. Ia langsung bersembunyi di balik tembok ketika melihat Robin berjalan ke arahnya.

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Bukan Preman Kampung Biasa   Extra Part 9. POV Nabilah

    Aku adalah seorang gadis desa yang mencintai seorang preman kampung bernama Robin. Berawal dari gagalnya pernikahanku, kami akhirnya bersatu karena takdir. Awalnya aku takut melihat Robin yang brewokan dan tampak beringas. Akan tetapi, ternyata dia pria yang bertanggungjawab dan baik hati. Sebenarnya aku sempat bimbang ketika Kak Abas kembali dan menyatakan ingin ta'aruf denganku. Pria yang dahulu aku kagumi karena kesalehannya. Seandainya belum menikah dengan Robin, mungkin aku akan menerima niat tulus Abas. Apalagi ibuku sangat merestui aku bersatu dengannya.Namun, ketika Robin rela mengorbankan nyawa, membuatku sadar cinta ini untuknya. Setelah memutuskan memilih untuk menjadi suamiku, akhirnya aku tahu kalau nama asli Robin adalah Bara Sadewa. Salah satu putra konglomerat dari Singapura. Majikan kakakku yang sudah tiada.Tidak seperti kisah Cinderella, cerita cintaku penuh dengan air mata. Terlebih ketika Sadewa memintaku pergi dari kehidupan Bara untuk selamanya. Aku dianggap

  • Suamiku Bukan Preman Kampung Biasa   Extra Part 8. Akhir yang Indah

    "Cukup Abang!" seru Nabilah yang datang bersama anak-anaknya. Bara mendengus kesal karena rencananya memberikan Bryan ganjaran digagalkan Nabilah. Padahal sebentar lagi adiknya itu sudah mau menangis."Om Bryan," panggil Robin sambil berlari menghampiri pamannya dengan penuh kerinduan.Azza juga tidak mau ketinggalan dan ikut mengejar sambil memanggil dengan suara cadelnya, "Om Bian."Bryan langsung menyambut kedua keponakannya itu dengan pelukan hangat. "Robin sudah besar sekarang dan tambah ganteng, kalau Azza cantik dan pinter," puji Bryan yang sudah lama tidak bertemu dengan kedua keponakannya itu. "Selamat datang Om Bryan, kenalkan nama aku Salsabilah," ujar Nabilah sambil menggendong putri bungsunya. "Tambah satu lagi keponakan Om, lucu sekali kamu." Bryan langsung menggendong Salsa dan menciumnya. Kalau Robin mirip dengan Nabilah, Azza lebih condong ke Mom Sandra. Maka Salsa mempunyai paras Bara versi perempuannya.Sementara itu Bara hanya memperhatikan saja, Bryan disambu

  • Suamiku Bukan Preman Kampung Biasa   Extra Part 7. Sang Pewaris

    Ketika Bara dan keluarganya sedang mengalami ujian ekonomi, Nabilah melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Salsabilah Azizah Erlangga. Kehadiran Bayi itu menjadi penyemangat atas apa yang sedang mereka hadapi. Di mana Nabilah dan Bara memulai semuanya dari nol lagi.Bara menjadi suami siaga, selalu membantu istrinya dalam segala hal. Terutama dalam mengurus Robin dan Azza yang sedang aktif bermain. Sehingga membuat Nabilah merasa beruntung memiliki pendamping hidup sepertinya. "Anak-anak bagaimana Bang?" tanya Nabilah ketika sedang menyusui putrinya."Aman, Robin sudah bisa momong. Dia dewasa sekali, bahkan mengajari Azza mengaji dan mengenal nama-nama binatang pakai bahasa Inggris," jawab Bara yang membuat Nabilah jadi bangga. "Robin memang pintar dan cepat daya tangkapnya," jawab Nabilah yang membuat Bara mengangguk kecil.Kondisi kesehatan Mom Sandra kian menurun setelah kepergian Hans. Sehingga membuat Bara jadi sedih dan cemas. "Kita ke rumah sakit ya Mom!" ajak Ba

  • Suamiku Bukan Preman Kampung Biasa   Extra Part 6. POV Bara

    Tidak terasa sudah hampir setahun aku kembali menjalani kehidupan yang sederhana, bersama Nabilah, Robin dan Azza, di kampung Rantau. Entah mengapa aku merasa nyaman tinggal di kampung itu. Mungkin di tempat ini telah menjadi titik balik dalam pencarian jati diriku. Aku merasa Nabilah adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Allah. Dari rahimnya lahir dua buah hatiku yang lucu dan menggemaskan. Dia adalah sosok ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Selalu sabar dalam mengurus dan membesarkan anak-anak. Semoga kami bisa mendidik mereka menjadi pribadi yang soleh dan soleha serta istiqomah. "Terima kasih karena sudah mencintaiku," ucapku sambil memeluk Nabilah ketika anak-anak sedang tidur. Hanya disaat seperti ini kami memiliki waktu berdua."Terima kasih juga, sudah menjadi pelindung Bilah dan anak-anak," sahut Nabilah sambil menatapku dengan penuh cinta. Aku kemudian mengecup kening Nabilah lalu bibir dan terakhir perutnya yang membesar. Ya Nabilah sedang mengandung an

  • Suamiku Bukan Preman Kampung Biasa   Extra Part 5. Rencana Sempurna

    Setelah ayahnya meninggal, Bryan merasa tidak sanggup menjalankan perusahaan seorang diri. Apalagi kondisinya gampang drop, kalau terlalu banyak berpikir atau kelelahan. Bryan juga tidak percaya dengan wakilnya di kantor. Sehingga ia mengikuti saran Bara untuk menjual semua harta Sadewa. "Jika harta warisan memberatkanmu maka lepaskanlah. Jadi kamu bisa tenang menjalani hidup ini!" saran Bara setelah menimbang baik dan buruknya ke depan nanti."Terima kasih sudah memberikan masukan. Aku akan merelakan semua warisanku karena harta tidak dibawa mati," ujar Bryan menyetujui rencana Bara. Ia ingin melepaskan beban sebagai ahli waris keluarga Sadewa yang selama ini membuatnya tertekan dalam ketakutan.Tanpa memberitahu siapa pun, Bryan menjual satu persatu aset milik keluarga Sadewa. Mulai dari vila, mansion, pulau pribadi hingga saham. Kini seorang Billionaire dari Inggris yang memiliki perusahaan Sadewa Corp. Hanya kediaman Sadewa yang masih tersisa. Ia dan Bara sepakat tidak akan menj

  • Suamiku Bukan Preman Kampung Biasa   Extra Part 4. Keputusan Bryan

    "Aku ingin mengucapkan bela sungkawa secara langsung kepadamu dan Bara. Tapi sepertinya kehadiranku tidak tepat, maaf sudah mengganggu permisi," ucap Monica yang hendak pergi. "Tidak apa-apa Monica, terima kasih kamu sudah datang. Silahkan duduk!" cegah Bara yang menghargai kedatangan Monica sebagai seorang tamu. "Bilah, tolong buatkan minum ya!" serunya kemudian. Monica segera masuk dan menyalami semua orang yang ada di sana. "Dilanjut ya, kami mau siap-siap buat tahlilan nanti malam!" seru Mom Sandra yang segera meninggalkan tempat itu bersama Hans dan Pak Jamal. Bara juga segera menyusul dengan berkata, "Aku mau bantu Nabilah dulu, takut Robin nakalin adiknya!" Ia ingin memberikan kesempatan Bryan dan Monica bicara dari hati ke hati. Bryan kemudian mengajak Monica ke serambi rumah. Setelah mereka bicara sebentar, Monica pamitan untuk pulang."Mau ke mana Monica, kenapa buru-buru pulang?" tanya Bara yang datang bersama Nabilah sambil membawa suguhan. "Tidak apa-apa, aku turut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status