Nadine Soraya Nania 25 tahun, wanita cantik namun tertutup oleh kesederhanaannya. Ia dari kalangan menengah ke bawah yang selalu mendapat tindasan dari Rubia, mertuanya. Sikap Erlan pun menjadi dingin karena tidak menemukan bercak darah perawan dimalam pertama. Erlan, sang suami hanya ingin Nadine jujur, siapa yang mendahuluinya. Terlebih setelah Nadine melihat suaminya berada di dalam kamar hotel bersama wanita lain. Ingin Ia bercerai, tapi Alena, ibu Nadine kini sedang sakit, dan tinggal bersama Rubia, mertuanya. Lalu, bagaimana ia dapat mengatasi semua ini?
view more"Benar-benar keterlaluan perempuan itu! Aku tidak akan bisa terima kenyataan ini, tapiโtapi bagaimana aku harus membalasnya." nafas Nadine memburu dengan kemarahan yang membuncah. โโLuka yang ditorehkan Erlan dan perempuan itu, begitu dalam. Sampai-sampai Nadine tidak menyadari, kalau supir ojek berhenti didekatnya. โโ"Ibu Nadine? Ibu? Dengan Ibu Nadine kan?" suara pria ojek online mengagetkannya. โโ"Iโiya Pak, betul, saya Nadine," ujar Nadine sambil naik ke atas motor. โโSepanjang perjalanan pulang, hatinya bergolak. Terlalu perih dengan melihat sosok Delia lagi. Disaat ia ingin menghapus bayangan Delia dan Erlan, justru sekarang ia harus melihatnya lagi. 'Benar-benar gak nyaman kalau berada di dalam zona seperti ini.' Beberapa saat, ojek berhenti di depan rumah. โโ"Titiknya disini, Bu? Ibu! Ibu Nadine!" lagi-lagi panggilan pria ojek, mengejutkan Nadine. โโ"Iโiya, Pak. Disini aja." jawab Nadine terbata. โโOjek online berhenti di depan rumah. "Sudah dibayar di aplikasi
"Masuk," terdengar suara pria dari dalam. Nadine masuk dengan langkah sopan. Di balik meja, duduk seorang pria paruh baya dengan kacamata bulat dan senyum yang ramah. Ia langsung berdiri menyambut Nadine dan mengulurkan tangan. "Selamat siang Ibu Nadine. Silakan duduk." Ucap pria itu mengumbar senyumnya. "Terima kasih, Pak," ujar Nadine sambil duduk dengan sopan. "Saya sudah lihat lamaran Anda. Yaaa ... Pendidikan Anda lumayanlah, SMA sederajat. Tapi apakah anda bisa bekerja sebagai sebagai administrasi di kantor ini?," tanya Pak Sulaiman. "Kebetulan kami sedang membutuhkan tenaga kerja bagian administrasi, karena pegawai kami sebelumnya, baru saja resign dua hari lalu." Nadine menatapnya dengan mata berbinar. "Saya pasti bisa bekerja disini Pak. Kalau begitu saya diterima, Pak?" "Bagus. Kalau begitu, kita gak perlu menunda. Mulai hari ini juga. Anda bisa langsung bekerja. Kami akan kenalkan Anda dengan tim, dan Rinda akan bantu proses bagian administrasinya." kembali p
'Aku berharap ini tidak akan mengecewakan seperti perusahaaan yang tadi,' gumam hati Nadine setelah sampai di sebuah gedung. Nadine menatap gedung berlantai tujuh. bercat coklat, dengan pintu kaca. Di luar gedung. Kedua pria tinggi berbadan tegap, duduk di meja keamanan bertuliskan Security. Nadine menghampiri kedua security itu. "Selamat siang Pak, apa disini masih terima karyawan untuk bagian administrasi?" Lagi-lagi Nadine harus menerima tatapan menyakitkan. Menatapnya dari atas hingga ke bawah. "Anda ingin melamar kerja disini? Apa anda yakin?" "Kenapa Pak? Apa ada yang salah?" tanya Nadine bimbang. Security disampingnya menghampiri Nadine. "Maaf mbak, sebaiknya masuk dulu aja. Rezeki orang kan gak ada yang tau." Ucapan security ini membuat hati Nadine tidak nyaman. "Silahkan mbak tinggalkan kelengkapan surat lamarannya disini. Masih ada 12 orang lagi. Karena yang melamar hari ini ada 30 orang lebih." "Terima kasih Pak. Ini suratnya di dalam sini. Saya masuk dulu ya,
"Sandra! Keterlaluan kamu! ngomong gitu di depan mama aku!" Walau dada Nadine kembali sulit bernafas, menahan emosi, namun Nadine berusaha diam. Tapi, semakin diamnya Nadine, semakin Sandra terus meremehkan. "Kak, mungkin sekarang ini, pikiran kakak ke pria itu terus yah? Pria ganteng itu? Makanya jadi pemalas gini! Gak mau masak atau beresin rumah. Aku liat kok, kamu di antar pria ganteng itu," Sandra berdiri berhadapan dengan Nadine. "Udahlah Sandra! Udah malam, gak perlu ribut-ribut kayak gini. Apa salahnya kamu masak sendiri!" Nadine ingin cepat melangkah keluar kamar Alena, Namun Sandra menghadangnya. "Pokoknya Kakak tuh gak usah mimpi, untuk dapatkan pria tampan yang kelihatan tajir itu! Gak pantes tau kak. Siapa juga yang mau sama perempuan kampungan kayak kamu Kak!" Nadine tidak menggubris ucapan Sandra. Ia hanya diam memendam kepedihan. Sambil menghela nafas, ia teruskan langkahnya keluar kamar. Tidak dihiraukan dengan gerutu di bibir Sandra. Ia ingin masuk ke k
"Jawab aku Mas! Atau aku ingin kita pisah." Ucapan Nadine menghantam jiwa Erlan. Namun Erlan mencoba bersikap tenang. Pikirannya masih mengingat, karena rasa penasaran yang mendera. Hingga lamban laun ia dapatkan ingatannya sedikit demi sedikit. "Aku memang minum sendirian. Tapi entah kenapa, gak biasa aku minum seperti itu. Gak biasa aku mabuk sampai gak sadar diri," ucapnya sambil tangannya memijat kening. "Seingat aku ada dua wanita menolong aku, saat aku hampir jatuh. Tapi siapa?" Erlan bergumam sendiri. Nadine mencoba menjadi pendengar setia tanpa komentar. Ia hanya memandang sang suami dengan kepedihan hatinya. Ia memang belum siap menerima pengakuan Erlan, tapi ia harus tahu itu. 'Aku harus kuat.' "Yah, itu memang Delia salah satu wanita itu. Tapi ... tapi yang satu itu kok seperti Sandra yah? Mereka membawa aku ke hotel itu. Aku seperti setengah sadar." "Tapi ... tapi gak mungkin Sandra. Untuk apa Sandra lakukan itu?" "Jadi Mas Erlan gak sadar, kalau udah tidur d
"Gak usah. Aku istrinya. Aku lebih berhak antar suamiku sendiri." ucap Nadine lirih. Mendengar ucapan Nadine, Rubia menghampiri sang menantu. Menatapnya lekat. Matanya berkilat tajam bagai pisau, senyumnya miring. "Kamu istrinya? Tapi kamu gak mampu memberi apa yang Erlan inginkan. Jadi, wajar aja, kalau dia mencari apa yang dia butuhkan." "Tapi aku istrinya Ma!" AkuโAku ber ... " "Nadine sayang ... Dengerin kata mama yah. Kamu itu adalah, istri gak berguna. Jadi serahkan ke Delia." cetus Rubia menepuk bahu Nadine. "Tapi Ma .... " "Ussssst. Sudah, sudah. Mama gak mau debat. Ayo Delia, silahkan bawa Erlan ke kamarnya!" Tiba-tiba Erlan berdiri menatap secara bergantian. "Apa yang kalian bicarakan? Huh! Semua membuat aku muak!" Delia ingin membantu. Namun, tangan Erlan menepis. Ia melangkah ke kamar. Walau jalannya masih terhuyung, tapi ia menampik mendapatkan bantuan. Rubia dan Delia saling tatap, tapi Nadine memandang kepergian Erlan. Ia menyusul berlari ke kamar. In
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments