Nabilah terdiam beberapa saat, sebelum balik bertanya, "Kenapa dan siapa Mbak?"
"Saya mencintai Robin dan sangat mengenalnya. Asal kamu tahu Robin tidak pernah mencintai kamu dan terpaksa menikah denganmu!" ujar wanita itu kembali. Nabilah terdiam dan mengerti maksud wanita itu. "Mbak tenang saja, saya juga tidak mencintai Robin. Tapi kalau menjauhinya saya tidak bisa karena keputusan itu ada di tangan Robin. Lebih baik Mbak katakan kepadanya untuk melepaskan saya!" "Baguslah, Robin itu tidak pantas buat kamu. Saya takut dia akan menyakitimu suatu hari nanti, permisi," ujar wanita itu yang segera pergi. Nabilah memandangi wanita itu yang naik ke mobil dan meluncur pergi. Ia tidak mau menduga-duga lagi lebih baik nanti tanya sama Robin saja. Mentari kian meninggi hari ini Nabilah benar-benar istirahat total. Perutnya terasa melilit jika melakukan sesuatu. Biasanya ia mengalami hal seperti ini selama satu hari. Besok baru hilang rasa sakit mulesnya. Gadis itu mengompres perutnya dengan air hangat di dalam botol bekas air mineral. Sehingga membuatnya merasa jauh lebih baik. Ia kemudian membuka media sosial untuk mengetahui berita terkini. Hingga sebuah pesan bergambar masuk ke ponselnya. Nabila mendapatkan pesan bergambar dari nomor tidak dikenal. Sebuah foto arloji dan setangkai mawar merah. Ia tampak terkejut membaca kalimat yang menyertai gambar itu. 'Terima kasih kadonya Bang Robin.' Tidak lama kemudian msuk lagi sebuah foto. Di mana Robin sedang duduk dan dirangkul dari belakang. Nabilah tampak tercengang melihat betapa mesranya perempuan itu dengan suaminya. "Pasti wanita itu ingin membuat aku cemburu. Tapi buat apa, dia pasti jauh lebih cantik dariku. Bahkan bisa mendapatkan pria yang jauh lebih mapan dan tampan dari Bang Robin," lirih Nabilah dengan heran. Namun, kondisinya yang datang bulan. Membuat perasaan Nabilah jadi sensitif. Sebenarnya bukan foto itu yang membuat terbawa perasaan. Melainkan ketidakjujuran Robin yang diam-diam memberikan hadiah buat wanita lain. Perasaannya kian gundah, sehingga ia memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuanya. Sementara itu Pak Jamal sedang duduk sambil membawa sebuah buku agama di ruang tamu ketika Nabilah datang. "Assalamualaikum ..," ucap Nabilah yang langsung menyalami tangan ayahnya. "Waalaikumsalam .., kamu kenapa sakit?" sahut Pak Jamal sambil bertanya ketika melihat wajah Nabilah yang pucat. Nabilah segera menjawab, "Bilah baik-baik saja, cuma lagi datang bulan. Ibu dimana Pak?" tanya gadis itu kemudian. "Lagi pergi katanya mau jenguk orang sakit," jawab Pak Jamal memberitahu. "Bilah mau istirahat di kamar dulu ya Pak," ujar Nabilah sambil berlalu. Pak Jamal tahu kebiasaan putrinya yang sakit kalau sedang datang bulan. Akan tetapi, ia melihat Nabilah seperti memendam sesuatu. "Duduklah dulu, sini ngobrol sama Bapak! Ada apa?" tanya Pak Jamal sambil menatap Nabilah lekat. Nabilah tertunduk dan menceritakan kegundahan hatinya. "Sepertinya ada yang sakit hati Bilah menikah dengan Bang Robin, Pak." "Itu pasti, tapi Robin kan sudah berjanji akan melepaskanmu suatu saat nanti. Menurut Bapak jangan diambil hati pesan wanita itu. Tapi soal Robin memberikan kado secara diam-diam, sebaiknya Bilah tanya dulu secara langsung ya!" ujar Pak Jamal dengan bijak. "Tapi bagaimana kalau tidak ada pria yang bisa menjaga Bilah. Sampai kapan kami harus menjalani pernikahan dengan cara seperti ini?" tanya Nabilah minta kepastian. Pak Jamal menyahuti dengan tegas, "Kalau sudah tiga bulan, Bapak akan bicara sama kalian. Mau melanjutkan pernikahan dengan serius atau tidak. Jadi keputusan itu ada di tangan kamu dan Robin. Sekarang jalani saja dahulu, itung-itung kalian belajar berumah tangga!" Tentu saja sebagai serang ayah, ia sudah memikirkan semuanya dengan matang. "Baiklah kalau begitu, Bila mau istirahat di kamar dulu ya Pak," ujar Nabilah yang dijawab anggukan oleh Pak Jamal. "Oh ya, masalah foto itu Bapak rasa ibumu tidak usah tahu. Nanti jadi salah paham sama Robin!" saran Pak Jamal yang sudah hapal watak istrinya. "Iya Pak, Bilah mengerti," sahut Bilah yang segera beranjak dan menuju ke kamarnya. Ia kemudian merebahkan tubuh di atas kasur dan mulai memikirkan kata-kata Pak Jamal. Setelah merasa jauh lebih baik dan hatinya sudah tenang, Nabilah kemudian diantar ayahnya pulang ke kontrakan. Ketika Robin pulang kerja pada sore hari, ia tidak menanyakan soal wanita dan foto yang dikirim oleh nomor tidak dikenal. Gadis tidak mau terlalu terbawa perasaan karena masing-masing punya privasi. Lagi pula pernikahan mereka hanya untuk sementara. *** Sang Surya mulai bergeser dari atas kepala, ketika Nabilah dan para siswa baru meninggalkan madrasah. Sekolah itu baru tutup setelah semua melakukan salat zuhur. "Nabilah kamu pulang sama Robin saja ya, sudah dijemput tuh?" ujar Pak Jamal memberitahu dan segera pulang naik motor. "Iya Pak, hati-hati," sahut Nabilah sambil berpesan. Nabilah kemudian ke luar pintu gerbang dan melihat Robin sedang dikerumuni anak-anak. Ia kemudian mendekat dan satu persatu mereka membubarkan diri. "Bang Robin," panggil Nabilah sambil menyalami tangan suaminya. "Kenapa anak-anak mengerumuni Abang?" tanya gadis itu membuka pembicaraan. "Itu...."Aku adalah seorang gadis desa yang mencintai seorang preman kampung bernama Robin. Berawal dari gagalnya pernikahanku, kami akhirnya bersatu karena takdir. Awalnya aku takut melihat Robin yang brewokan dan tampak beringas. Akan tetapi, ternyata dia pria yang bertanggungjawab dan baik hati. Sebenarnya aku sempat bimbang ketika Kak Abas kembali dan menyatakan ingin ta'aruf denganku. Pria yang dahulu aku kagumi karena kesalehannya. Seandainya belum menikah dengan Robin, mungkin aku akan menerima niat tulus Abas. Apalagi ibuku sangat merestui aku bersatu dengannya.Namun, ketika Robin rela mengorbankan nyawa, membuatku sadar cinta ini untuknya. Setelah memutuskan memilih untuk menjadi suamiku, akhirnya aku tahu kalau nama asli Robin adalah Bara Sadewa. Salah satu putra konglomerat dari Singapura. Majikan kakakku yang sudah tiada.Tidak seperti kisah Cinderella, cerita cintaku penuh dengan air mata. Terlebih ketika Sadewa memintaku pergi dari kehidupan Bara untuk selamanya. Aku dianggap
"Cukup Abang!" seru Nabilah yang datang bersama anak-anaknya. Bara mendengus kesal karena rencananya memberikan Bryan ganjaran digagalkan Nabilah. Padahal sebentar lagi adiknya itu sudah mau menangis."Om Bryan," panggil Robin sambil berlari menghampiri pamannya dengan penuh kerinduan.Azza juga tidak mau ketinggalan dan ikut mengejar sambil memanggil dengan suara cadelnya, "Om Bian."Bryan langsung menyambut kedua keponakannya itu dengan pelukan hangat. "Robin sudah besar sekarang dan tambah ganteng, kalau Azza cantik dan pinter," puji Bryan yang sudah lama tidak bertemu dengan kedua keponakannya itu. "Selamat datang Om Bryan, kenalkan nama aku Salsabilah," ujar Nabilah sambil menggendong putri bungsunya. "Tambah satu lagi keponakan Om, lucu sekali kamu." Bryan langsung menggendong Salsa dan menciumnya. Kalau Robin mirip dengan Nabilah, Azza lebih condong ke Mom Sandra. Maka Salsa mempunyai paras Bara versi perempuannya.Sementara itu Bara hanya memperhatikan saja, Bryan disambu
Ketika Bara dan keluarganya sedang mengalami ujian ekonomi, Nabilah melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Salsabilah Azizah Erlangga. Kehadiran Bayi itu menjadi penyemangat atas apa yang sedang mereka hadapi. Di mana Nabilah dan Bara memulai semuanya dari nol lagi.Bara menjadi suami siaga, selalu membantu istrinya dalam segala hal. Terutama dalam mengurus Robin dan Azza yang sedang aktif bermain. Sehingga membuat Nabilah merasa beruntung memiliki pendamping hidup sepertinya. "Anak-anak bagaimana Bang?" tanya Nabilah ketika sedang menyusui putrinya."Aman, Robin sudah bisa momong. Dia dewasa sekali, bahkan mengajari Azza mengaji dan mengenal nama-nama binatang pakai bahasa Inggris," jawab Bara yang membuat Nabilah jadi bangga. "Robin memang pintar dan cepat daya tangkapnya," jawab Nabilah yang membuat Bara mengangguk kecil.Kondisi kesehatan Mom Sandra kian menurun setelah kepergian Hans. Sehingga membuat Bara jadi sedih dan cemas. "Kita ke rumah sakit ya Mom!" ajak Ba
Tidak terasa sudah hampir setahun aku kembali menjalani kehidupan yang sederhana, bersama Nabilah, Robin dan Azza, di kampung Rantau. Entah mengapa aku merasa nyaman tinggal di kampung itu. Mungkin di tempat ini telah menjadi titik balik dalam pencarian jati diriku. Aku merasa Nabilah adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Allah. Dari rahimnya lahir dua buah hatiku yang lucu dan menggemaskan. Dia adalah sosok ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Selalu sabar dalam mengurus dan membesarkan anak-anak. Semoga kami bisa mendidik mereka menjadi pribadi yang soleh dan soleha serta istiqomah. "Terima kasih karena sudah mencintaiku," ucapku sambil memeluk Nabilah ketika anak-anak sedang tidur. Hanya disaat seperti ini kami memiliki waktu berdua."Terima kasih juga, sudah menjadi pelindung Bilah dan anak-anak," sahut Nabilah sambil menatapku dengan penuh cinta. Aku kemudian mengecup kening Nabilah lalu bibir dan terakhir perutnya yang membesar. Ya Nabilah sedang mengandung an
Setelah ayahnya meninggal, Bryan merasa tidak sanggup menjalankan perusahaan seorang diri. Apalagi kondisinya gampang drop, kalau terlalu banyak berpikir atau kelelahan. Bryan juga tidak percaya dengan wakilnya di kantor. Sehingga ia mengikuti saran Bara untuk menjual semua harta Sadewa. "Jika harta warisan memberatkanmu maka lepaskanlah. Jadi kamu bisa tenang menjalani hidup ini!" saran Bara setelah menimbang baik dan buruknya ke depan nanti."Terima kasih sudah memberikan masukan. Aku akan merelakan semua warisanku karena harta tidak dibawa mati," ujar Bryan menyetujui rencana Bara. Ia ingin melepaskan beban sebagai ahli waris keluarga Sadewa yang selama ini membuatnya tertekan dalam ketakutan.Tanpa memberitahu siapa pun, Bryan menjual satu persatu aset milik keluarga Sadewa. Mulai dari vila, mansion, pulau pribadi hingga saham. Kini seorang Billionaire dari Inggris yang memiliki perusahaan Sadewa Corp. Hanya kediaman Sadewa yang masih tersisa. Ia dan Bara sepakat tidak akan menj
"Aku ingin mengucapkan bela sungkawa secara langsung kepadamu dan Bara. Tapi sepertinya kehadiranku tidak tepat, maaf sudah mengganggu permisi," ucap Monica yang hendak pergi. "Tidak apa-apa Monica, terima kasih kamu sudah datang. Silahkan duduk!" cegah Bara yang menghargai kedatangan Monica sebagai seorang tamu. "Bilah, tolong buatkan minum ya!" serunya kemudian. Monica segera masuk dan menyalami semua orang yang ada di sana. "Dilanjut ya, kami mau siap-siap buat tahlilan nanti malam!" seru Mom Sandra yang segera meninggalkan tempat itu bersama Hans dan Pak Jamal. Bara juga segera menyusul dengan berkata, "Aku mau bantu Nabilah dulu, takut Robin nakalin adiknya!" Ia ingin memberikan kesempatan Bryan dan Monica bicara dari hati ke hati. Bryan kemudian mengajak Monica ke serambi rumah. Setelah mereka bicara sebentar, Monica pamitan untuk pulang."Mau ke mana Monica, kenapa buru-buru pulang?" tanya Bara yang datang bersama Nabilah sambil membawa suguhan. "Tidak apa-apa, aku turut