Hari demi hari berlalu Nabilah dan Robin semakin dekat, tentu hanya sebagai teman saja. Mereka sudah mulai terbuka satu sama lain. Mulai dari hobi sampai kehidupan pribadi.
"Masa sih Abang belum punya pacar?" tanya Nabilah pada suatu malam. "Iya benar, tapi kalau teman dekat ada. Seperti Sita yang kamu lihat di kampung Rantau. Dia kerja di pengepul juga jadi admin," jawab Robin apa adanya. Nabilah kembali bertanya, "Kalau ada perempuan yang diam-diam suka sama Abang bagaimana?" Sebenarnya ia ingin mencari tahu siapa wanita yang datang menemuinya tempo hari. "Ya nggak apa-apa, tapi kayaknya nggak mungkin deh. Siapa yang mau sama Abang sudah miskin, jelek dan masa depan pun suram," jawab Robin merendah. "Jangan-jangan Bilah suka ya sama Abang?" tanya pria itu yang membuat istrinya tampak tercengang. Nabilah menjawab dengan jujur, "Iya, Bilah kagum sama Bang Robin yang suka berbagi dan bisa dekat sama anak-anak. Jarang sekali seorang preman bisa seperti itu." "Jadi Nabilah cuma kagum sama Abang?" tanya Robin yang dijawab anggukkan kecil oleh Nabilah. "Kalau kriteria calon suami Nabilah seperti apa?" Ia kembali bertanya. "Pria itu tidak mesti kaya atau tampan, tapi harus bisa menjaga tutur kata, emosi, terutama salatnya." Nabilah memberikan jawaban sederhana, tetapi bermakna dalam. Robin tampak mengangguk mendengar jawaban dari Nabilah. "Misal ada seorang preman, tapi dia rajin salat. Nabilah mau menerimanya sebagai suami?" "Kenapa nggak, tapi itu hanya keinginan saja karena jodoh yang sesungguhnya sudah ditentukan oleh Allah. Siapa dan bagaimana pun pria itu, Bilah akan menerimanya dengan ikhlas," jawab Nabilah kembali. "Abang doakan Bilah dapat suami yang baik, tampan, kaya dan soleh!" ujar Robin menimpali. Nabilah tertawa kecil seraya berkata, "Aaminn, tapi jaman sekarang Cinderella mana ada. Oh ya Abang asli orang mana sih sebenarnya dan masih punya keluarga nggak?" tanya gadis itu penasaran. Robin tahu Nabilah sedang mencoba mengenal dirinya lebih jauh lagi. Ia kemudian menjawab dengan jujur, "Abang asli orang Surabaya, tapi sudah lama merantau ke Jakarta. Orang tua masih ada, kalau Bilah mau kenal sama mereka. Berarti harus mau jadi istri beneran Abang." "Eh ...." Nabilah tampak terkejut mendengarnya. "Becanda, tidur yuk kamu sudah ngantuk kan!" ajak Robin yang dijawab anggukan oleh Nabilah. Malam kian merambat jauh dan waktu telah menunjukan pukul satu dini hari. Di mana orang-orang sedang tidur dengan nyenyak, Nabilah sudah terjaga. Ia memang sudah terbiasa melakukan salat tahajud. Baru saja selesai melakukan salat sunah itu, tiba-tiba Robin keluar dengan wajah yang tegang. "Bilah, ayo kita ke rumah Bapak!" ajak Robin yang membuat Nabilah terkejut. Dengan panik Nabilah bertanya, "Ada apa Bang?" "Pengepul kebakaran, sepertinya Abang akan lama di kampung rantau. Kamu lebih baik di rumah Bapak dulu ya!" jawab Robin yang dijawab anggukan oleh Nabilah. Setelah mengunci semua pintu, Robin dan Nabilah menuju ke rumah Pak Jamal. Sementara itu di kampung Rantau, api berkobar cukup besar. Melahap apa pun yang ada di tempat pengepul. Banyaknya barang-barang yang mudah terbakar membuat si Jago merah kian perkasa. Untungnya tidak merambat ke rumah warga di sekitarnya karena sekeliling tempat itu sudah di pagar oleh seng. Entah berapa kerugian yang harus ditanggung oleh pemilik pengepul itu. Namun, para warga yang tinggal disekitar tempat itu langsung menyelamatkan diri sambil membawa harta benda mereka. Padahal sudah bertahun-tahun belum pernah ada kejadian seperti ini. Sementara itu pemadam kebakaran yang dihubungi kesulitan untuk menjangkau wilayah itu karena kecilnya jalan dan berada jauh dari jalan raya. Bahkan ketika Robin sampai di tempat kejadian, api itu belum juga ada yang memadamkan. "Semua habis," ujar Tigor ketika Robin sampai. "Aku dan beberapa orang yang sedang tidur tiba-tiba bangun dan kaget melihat api sudah besar," ujarnya menceritakan. "Kecil kemungkinan kebakaran ini karena korsleting listrik. Pasti ada yang sengaja membakarnya," tebak Robin sambil memandangi kobaran api. Tigor memberikan pendapatnya, "Aku juga berpikir seperti itu jahat sekali, apa mereka tidak mikir berapa orang yang menggantungkan rezekinya di tempat ini." "Hemm, aku yakin sekali pelaku ada hubungannya dengan Nabilah. Ternyata orang itu menyerangku terlebih dahulu," batin Robin berdasarkan feelingnya. "Bagaimana bisa mendapatkan duit, kalau semua omset kita habis?" ujar Tigor dengan lemas. "Itu urusanku, kau pantau saja terus kasus ini. Nanti kalau api sudah padam, selidik sumbernya. Semoga kita mendapatkan petunjuk!" seru Robin yang akan turun tangan langsung mengusut kebakaran ini. Tiba-tiba Supri datang sambil naik motor menyusul Robin. Ia kemudian memberitahu, "Bang Robin, kontrakan Abang dirusak sekelompok orang. Warga tidak ada yang tahu siapa pelakunya!" "Sial," umpat Robin yang segera meninggalkan tempat itu. Ia tidak menyangka akan mendapatkan serangan tak terduga dari dua arah sekaligus. BERSAMBUNGAku adalah seorang gadis desa yang mencintai seorang preman kampung bernama Robin. Berawal dari gagalnya pernikahanku, kami akhirnya bersatu karena takdir. Awalnya aku takut melihat Robin yang brewokan dan tampak beringas. Akan tetapi, ternyata dia pria yang bertanggungjawab dan baik hati. Sebenarnya aku sempat bimbang ketika Kak Abas kembali dan menyatakan ingin ta'aruf denganku. Pria yang dahulu aku kagumi karena kesalehannya. Seandainya belum menikah dengan Robin, mungkin aku akan menerima niat tulus Abas. Apalagi ibuku sangat merestui aku bersatu dengannya.Namun, ketika Robin rela mengorbankan nyawa, membuatku sadar cinta ini untuknya. Setelah memutuskan memilih untuk menjadi suamiku, akhirnya aku tahu kalau nama asli Robin adalah Bara Sadewa. Salah satu putra konglomerat dari Singapura. Majikan kakakku yang sudah tiada.Tidak seperti kisah Cinderella, cerita cintaku penuh dengan air mata. Terlebih ketika Sadewa memintaku pergi dari kehidupan Bara untuk selamanya. Aku dianggap
"Cukup Abang!" seru Nabilah yang datang bersama anak-anaknya. Bara mendengus kesal karena rencananya memberikan Bryan ganjaran digagalkan Nabilah. Padahal sebentar lagi adiknya itu sudah mau menangis."Om Bryan," panggil Robin sambil berlari menghampiri pamannya dengan penuh kerinduan.Azza juga tidak mau ketinggalan dan ikut mengejar sambil memanggil dengan suara cadelnya, "Om Bian."Bryan langsung menyambut kedua keponakannya itu dengan pelukan hangat. "Robin sudah besar sekarang dan tambah ganteng, kalau Azza cantik dan pinter," puji Bryan yang sudah lama tidak bertemu dengan kedua keponakannya itu. "Selamat datang Om Bryan, kenalkan nama aku Salsabilah," ujar Nabilah sambil menggendong putri bungsunya. "Tambah satu lagi keponakan Om, lucu sekali kamu." Bryan langsung menggendong Salsa dan menciumnya. Kalau Robin mirip dengan Nabilah, Azza lebih condong ke Mom Sandra. Maka Salsa mempunyai paras Bara versi perempuannya.Sementara itu Bara hanya memperhatikan saja, Bryan disambu
Ketika Bara dan keluarganya sedang mengalami ujian ekonomi, Nabilah melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Salsabilah Azizah Erlangga. Kehadiran Bayi itu menjadi penyemangat atas apa yang sedang mereka hadapi. Di mana Nabilah dan Bara memulai semuanya dari nol lagi.Bara menjadi suami siaga, selalu membantu istrinya dalam segala hal. Terutama dalam mengurus Robin dan Azza yang sedang aktif bermain. Sehingga membuat Nabilah merasa beruntung memiliki pendamping hidup sepertinya. "Anak-anak bagaimana Bang?" tanya Nabilah ketika sedang menyusui putrinya."Aman, Robin sudah bisa momong. Dia dewasa sekali, bahkan mengajari Azza mengaji dan mengenal nama-nama binatang pakai bahasa Inggris," jawab Bara yang membuat Nabilah jadi bangga. "Robin memang pintar dan cepat daya tangkapnya," jawab Nabilah yang membuat Bara mengangguk kecil.Kondisi kesehatan Mom Sandra kian menurun setelah kepergian Hans. Sehingga membuat Bara jadi sedih dan cemas. "Kita ke rumah sakit ya Mom!" ajak Ba
Tidak terasa sudah hampir setahun aku kembali menjalani kehidupan yang sederhana, bersama Nabilah, Robin dan Azza, di kampung Rantau. Entah mengapa aku merasa nyaman tinggal di kampung itu. Mungkin di tempat ini telah menjadi titik balik dalam pencarian jati diriku. Aku merasa Nabilah adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Allah. Dari rahimnya lahir dua buah hatiku yang lucu dan menggemaskan. Dia adalah sosok ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Selalu sabar dalam mengurus dan membesarkan anak-anak. Semoga kami bisa mendidik mereka menjadi pribadi yang soleh dan soleha serta istiqomah. "Terima kasih karena sudah mencintaiku," ucapku sambil memeluk Nabilah ketika anak-anak sedang tidur. Hanya disaat seperti ini kami memiliki waktu berdua."Terima kasih juga, sudah menjadi pelindung Bilah dan anak-anak," sahut Nabilah sambil menatapku dengan penuh cinta. Aku kemudian mengecup kening Nabilah lalu bibir dan terakhir perutnya yang membesar. Ya Nabilah sedang mengandung an
Setelah ayahnya meninggal, Bryan merasa tidak sanggup menjalankan perusahaan seorang diri. Apalagi kondisinya gampang drop, kalau terlalu banyak berpikir atau kelelahan. Bryan juga tidak percaya dengan wakilnya di kantor. Sehingga ia mengikuti saran Bara untuk menjual semua harta Sadewa. "Jika harta warisan memberatkanmu maka lepaskanlah. Jadi kamu bisa tenang menjalani hidup ini!" saran Bara setelah menimbang baik dan buruknya ke depan nanti."Terima kasih sudah memberikan masukan. Aku akan merelakan semua warisanku karena harta tidak dibawa mati," ujar Bryan menyetujui rencana Bara. Ia ingin melepaskan beban sebagai ahli waris keluarga Sadewa yang selama ini membuatnya tertekan dalam ketakutan.Tanpa memberitahu siapa pun, Bryan menjual satu persatu aset milik keluarga Sadewa. Mulai dari vila, mansion, pulau pribadi hingga saham. Kini seorang Billionaire dari Inggris yang memiliki perusahaan Sadewa Corp. Hanya kediaman Sadewa yang masih tersisa. Ia dan Bara sepakat tidak akan menj
"Aku ingin mengucapkan bela sungkawa secara langsung kepadamu dan Bara. Tapi sepertinya kehadiranku tidak tepat, maaf sudah mengganggu permisi," ucap Monica yang hendak pergi. "Tidak apa-apa Monica, terima kasih kamu sudah datang. Silahkan duduk!" cegah Bara yang menghargai kedatangan Monica sebagai seorang tamu. "Bilah, tolong buatkan minum ya!" serunya kemudian. Monica segera masuk dan menyalami semua orang yang ada di sana. "Dilanjut ya, kami mau siap-siap buat tahlilan nanti malam!" seru Mom Sandra yang segera meninggalkan tempat itu bersama Hans dan Pak Jamal. Bara juga segera menyusul dengan berkata, "Aku mau bantu Nabilah dulu, takut Robin nakalin adiknya!" Ia ingin memberikan kesempatan Bryan dan Monica bicara dari hati ke hati. Bryan kemudian mengajak Monica ke serambi rumah. Setelah mereka bicara sebentar, Monica pamitan untuk pulang."Mau ke mana Monica, kenapa buru-buru pulang?" tanya Bara yang datang bersama Nabilah sambil membawa suguhan. "Tidak apa-apa, aku turut