Share

Bab 6

Penulis: YL Wanodya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-12 09:42:14

“Ann…, jangan menangis lagi!” seru Sena, reflek ia menarik tubuh Ann dalam dekapannya.

Tanpa pemberontakan Ann hanya menerima dekapan Sena hingga terlelap. Tanpa sadar ke duanya telah tiba di sebuah rumah megah.

“Tuan muda, mari saya bantu,” ucap Adit.

Sena menggeleng, “Kamarku sudah siap?” tanya Sena.

“Sudah, Tuan.”

Setelahnya, Sena menggendong tubuh Ann yang sangat ringan baginya. Membawanya pada sebuah kamar yang luas dan sangat lengkap fasilitasnya. Setelah membaringkan tubuh Ann, Sena merogoh saku celananya.

“Buat perusahaan Adi bangkrut perlahan!” ucap Sena dalam sebuah sambungan telepon.

Dengan guratan tipis membentuk bulan sabit di wajahnya, ia merasa harus membalaskan apa yang diperbuat oleh ayah mertuanya.

“Kamu akan hancur perlahan, Adi. Terlebih kamu melukai orang yang sangat aku cintai sejak lama,” gumam Sena.

Sena mendudukan dirinya di tepi ranjang, tangan besar nan jari panjangnya mengusap kening Ann. Manik mata yang sedari tadi tiada henti menatap istri tercintanya.

Obsesi atau apa pun itu tidak membuat Sena peduli, hanya saja cintanya yang begitu besar pada Ann.

Pelan mata yang masih terpejam itu terbuka, dengan manik mata yang menatap sekeliling. Asing dan meneggangkan. Tatapan yang hanya terfokus pada Sena yang juga menatapnya lekat.

“Ki-kita di mana?”

Satu kalimat yang terlontar dari bibir mungil Ann setelah terlelap, bahkan ia tidak mengingat jelas setelah Sena mendekapnya. Apakah itu rumah Sena? Atau ia sengaja menyewa rumah megah hanya untuknya? Itu tidak mungkin.

“E… aku diminta menjaga rumah ini, Ann. Jadi kita bisa tinggal di sini,” dengan rentetan gigi putih yang rapi, Sena tersenyum.

“Oh gitu, tapi kamar ini,” penuh keraguan Ann mengutarakan apa yang ada dibenaknya.

“Iya, ini termasuk fasilitas karena aku sudah mau menjaga rumah ini,” terang Sena.

Ann hanya bisa mengangguk percaya, meski masih banyak kejanggalan dan pertanyaan dalam benaknya.

Rumah mewah nan megah penuh fasilitas, Sena yang hanya penjual bakso tidak mungkin memilikinya.

“Permisi, Tuan Muda. Makanannya sudah siap,” ucap seorang pelayan dari luar.

“Tuan muda?” tanya Ann.

“Kamu pasti salah dengar, aku hanya penjual bakso, Ann. Mana mungkin aku menjadi tuan muda, hahaha,” celetuk Sena.

Benar yang dikatakan Sena, ia hanya penjual bakso keliling. Pasti uangnya hanya cukup untuk makan sehari-hari.

“Ya iya, tapi…,”

Kruk kruk!

Suara perut Ann terdengar nyaring, membuat sang empu hanya meringis. Malu rasanya!

“Ayo makan, makannanya sudah siap katanya,” ajak Sena.

Ann hanya menurut saja, mengikuti langkah Sena yang sangat tinggi. Gandengan tangan yang enggan ia lepaskan, membuat Ann sedikit canggung.

“Saya senang tuan muda kembali, lama sekali saya tidak memasak makanan kesukaan, Tuan,” celetuk Reni.

“Ahahaha, iya, Bi Reni. Nyonya lama sekali tidak memintaku datang ke sini,” dengan mata yang membelalak lebar memberi kode pada Reni.

Reni yang tidak paham akan kode hanya menggaruk tengkuknya yang gatal, Ann hanya tersenyum kikuk. Bingung harus melakukan apa, yang ia tahu hanya ia lapar sekarang.

“Bi Reni bisa pergi, saya ingin makan dengan istri,” pinta Sena dengan senyumannya yang sangat manis.

“Baik, Tuan Muda. Semisal ada yang diinginkan lagi bisa memanggil saya,” tuturnya.

Hanya senyuman manis yang bisa diulas oleh Sena, mendengar panggilan tuan muda membuatnya ingin murka. Bisa gawat jika Ann mengetahui identitasnya dengan cepat.

“Ann, makanlah dengan nyaman, aku mau menelepon seseorang dulu,” pamit Sena.

“Sena, mereka sangat menghormatimu ya. Em… kamu memang pantas dihormati banyak orang,” ucap Ann dengan ulasan senyum.

Sena hanya mengangguk setuju, setelahnya ia melangkah pergi dari meja makan.

“Halo, tolong sampaikan pada semua pekerja di rumah ini, jangan sampai mereka keceplosan. Aku sudah rapat-rapat merahasiakan identitasku, jadi tolong!” tegas Sena.

“Ba-baik, Tuan muda.”

Sambungan telepon terputus, manik mata Sena mendapati sosok Ann yang berdiri tidak jauh dari dirinya. Tangannya sontak menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Kamu menelepon siapa, Sena? Sepertinya sangat serius, apa kamu tidak lapar?” tanya Ann.

“A … itu, patner jualan. Kebetulan sekarang dia masih menggantikan aku,” terang Sena.

Ann hanya mengangguk, ia berjalan kembali menuju meja makan. Dengan helaan nafas panjang, Sena berharap Ann tidak mendengar percakapannya.

“Sena, apa kamu tidak lapar?” tanya Ann lagi.

Setibanya di meja makan, Sena hanya menatap Ann tanpa mengisi piringnya sama sekali. Entah apa yang ia lakukan saat ini.

“Emm … makanlah, menangis membutuhkan tenaga ‘kan?” celetuk Sena.

Sebuah centong nasi melayang begitu saja tatkala Ann merasa kesal pada Sena. Membuat suasana meja makan penuh dengan gelak tawa ke duanya.

“Ann, maaf!” seru Sena.

Ann malah melanjutkan menimpuk Sena dengan apa yang ada di hadapannya, hingga tanpa sengaja membuat Sena terkena ujung meja.

“Aduh!” seru Sena kesakitan.

Dengan raut penuh kepanikan, Ann berlari mendekati Sena. Keningnya membiru membuat Ann merasa sangat bersalah.

“Sena, maafkan aku!” lirih Ann.

“Aku tidak akan memaafkanmu, kecuali …,” suara Sena tercekat.

"Ann," panggilnya sekali lagi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 98

    "Sena aku ragu," ucap Ann saat tiba di dekat rumah Adi.. "Mau sampai kapan ragunya, Ann? Ayah pasti merindukan anaknya. Kita datang bersama, tidak peduli apa kata Bu Ratih tentang aku," terang Sena dengan yakin. "Tapi, Sena ... ayah tidak tahu aku hamil dan ..," Ann menghentikan ucapannya. "Hust, kamu tidak hamil di luar nikah. Ini anak kandung kita, entah diterima atau tidak oleh Pak Adi. Kita hadapi bersama," Sena menggenggam tangan Ann dengan erat. "Oke." Tibalah ke duanya di halaman rumah Adi, sosok pria paruh baya yang cukup lama tidak Ann lihat. Sepasang mata yang menatap dengan tidak yakin. "Ann, kamu kembali, Nak?" tanya Adi berseru. "Iya ayah." Ann mendekap ayahnya dengan erat, merengkuh tubuh tua yang cukup lama ia tinggalkan. Sama halnya Sena, Adi adalah alasannya untuk tetap yakin dengan hidupnya. "Ini?" sebelah tangannya menunjuk bayi laki-laki yang sedang lelap. "Anakku dengan Sena," ucap Ann. Sempat diam dengan penuh keterkejutan, Adi m

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 97

    Hari yang paling ditunggu Sena telah tiba, kini ia tiba di desa tempat Ann tinggal. "Selamat pagi, Ibu," sapa Sena pada Ratmi yang sedang berjemur dengan Cakra. "Aduh, kamu sudah datang saja. Cucuku ini harus lekas berangkat dong!" keluh Ratmi. "Tidak, Bu. Masih besok pagi," timpal Sena. Ratmi mengangguk, di atas stroller Cakra terlelap dengan sangat tenang. "Nduk, panggilkan Mbak Ann!" pinta Ratmi pada Ratna. "Iya, Buk." Tidak berselang lama, Ann keluar dari rumah. Matanya berkaca-kaca melihat Sena berdiri di samping stroller. "Kita akan pergi besok 'kan? Sekarang ijinkan aku quality time bareng Bu Ratmi dan Ratna ya. Aku pengen mengajak mereka berbelanja dan makan enak," pinta Ann. "Iya, berangkat saja. Apa kamu perlu kutemani?" tanya Sena. Ann menggeleng. "Tapi, Sena. Aku butuh sopir untuk menyetir, tapi sepertinya mengajakmu tidak masalah," ucap Ann meralat. "Bersiaplah, aku akan menjaga Cakra," Sena mengusap pelan lengan anaknya. "Oke." Se

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 96

    "Kerja bagus, Arka. Belikan tiket pulang pergi," tegas Sena. "Anda dalam waktu dekat tidak ada perjalanan bisnis, Tuan," Arka sempat termangu sejenak. "Menjemput istri dan anakku, memang bukan perjalanan bisnis," terang Sena. Arka tergelak sejenak, menatap Sena dengan penuh tanya. sebenarnya apa yang terjadi pada pertemuan Tuan dan Nonanya itu? "Anak yang mana, Tuan? Memangnya Nona Ann sudah lahiran?" berondong tanya Arka. Sena mengangguk. "Tuan, kenapa Anda diam saja? kenapa tidak mengumumkan kalau Nona Ann sudah melahirkan anak. Parah sih, bagaimana bisa Anda diam seperti itu!" gerutu Arka dengan penuh kekesalan. Ini hal yang tidak Sena sukai, Arka selalu ingin tahu banyak hal. Bahkan dia sangat oversharing terkadang. "Jangan katakan pada siapa pun, sebelum Ann benar-benar kembali ke rumah. Atau kau akan mendapatkan masalah!" tegas Sena. "Ba-baik!" *** "Kangen banget sama Ann," gumam Lena. Dia gadis yang kini duduk di sudut cafe, menikmati sore har

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 95

    Pada detik-detik yang menegangkan, kontraksi yang kian terlihat jelas. Mau tidak mau bidan mengambil tindakan. Sena yang kini memasuki ruangan, melihat Ann merintih kesakitan. "Nona Ann, kita berjuang bersama ya, saya akan memberi aba-aba," ucap bidan dengan lembut. Di samping Ann, Sena mengusap pelan kening istrinya. Sesekali ia mengusap keringat yang keluar, dan membantu bidan menyampaikan aba-aba. Suara tangisan bayi yang memecah ramai suara rintihan Ann. Lahirlah seorang bayi laki-laki yang sangat lucu. "Syukurlah, bayinya lahir dengan kelamin laki-laki. Selamat Nona Ann dan Tuan Sena," ucap Bidan dengan membawa bayi itu untuk dibersihkan. Ann masih menggenggam erat tangan Sena, membiarkan pria di sampingnya itu luruh dalam perasaan campur aduknya. "Sayang, terima kasih banyak. Maafkan kesalahanku," bisik Sena lembut di telinga Ann. Sejenak mengingat keterangan Sena, ia merasa salah besar. Apakah ia berdosa sudah marah pada suaminya? Yah, Ann merasa gaga

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 94

    Pulang tanpa membawa apa-apa, untuk urusan pekerjaan Sena dan Arka kembali ke kota. Membawa duka dan kesal yang mendalam. "Kita akan meninggalkan Nona Ann di sini, Tuan?" tanya Arka seraya memasukkan kopernya ke mobil. "Ya, kita tunggu saja. Selesaikan dulu yang di kota, lalu biarkan aku kembali di sini," terang Sena. "Tuan? Benarkah Anda akan datang ke sini sendiri?" tanya Arka kembali melempar tanya. "Kau!" pekik Sena. Arka tergelak, tidak biasanya ia mendengar amarah tuannya. Sepanjang perjalanan menuju bandara, Sena hanya diam. "Arka, berikan nomor Bu Ratmi," tegas Sena. "Untuk apa, Tuan?" tanya Arka dengan mendongak. "Berikan padaku!" seru Sena. Arka langsung memberikan nomor Bu Ratmi. Tidak lama, Sena menjauh meninggalkan Arka. "Halo," sapa Sena. "Siapa?" tanya Ratmi di seberang. "Saya Sena, Bu. Boleh mengobrol dengan Ann sebentar?" tanya Sena dengan lembut. Helaan nafas panjang terdengar samar di sambungan telepon. "Ada apalagi, Sena? B

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 93

    Ratmi berjalan dengan gusar, setelah kepergian Sena dan Arka. Ia semakin tidak tega dengan Ann. "Ann," panggilnya. "Iya, Bu. Ada apa ya? Apa Sena sudah pulang?" tanya Ann memberondong. "Sudah, dia pria yang baik kelihatannya. Apa mualmu sudah mendingan, Nak?" tanya Ratmi. Ann hanya mengangguk pelan, dengan senyuman yang masih mengembang pada bibirnya. "Bu, apa yang aku lakukan ini salah?" tanya Ann. "Tidak, Ann. Laki-laki memang harus diberi pemahaman lebih agar dia mau berjuang. Jika kamu dengan mudah kembali dengannya, ia akan melakukan kesalahan yang sama," jelas Ratmi. Ratmi menggenggam tangan Ann dengan lembut. Mengusapnya secara perlahan, memberikan kekuatan pada gadis rapuh di hadapannya. "Baiklah, Bu. Aku akan beristirahat lebih cepat malam ini," ucap Ann. Raut wajahnya berubah, rona yang biasa Ratmi lihat kini telah berubah menjadi rona bahagia. Jiwa Ann seolah menemukan ketenangannya. "Ann, tunggu, apa kamu merindukan Sena?" tanya Ratmi. "Hehe

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status