Sepulangnya Simon dan Yanti, Dinar jadi canggung masuk kedalam kamar. Ia melirik Yuda yang sibuk dengan tabletnya entah apa yang pria itu lakukan.
"Mas. Dinar mau lanjutin ngobrol yang tadi," kata Dinar mencoba memberanikan diri.Yuda mengalihkan perhatiannya dari tablet.Pria itu langsung mematikan tablet dan menepuk tempat di sampingnya mengisyaratkan Dinar untuk duduk didekat nya.Takut-takut, Dinar mendekati Yuda. Entah kenapa dirinya jadi tiba-tiba takut berdekatan dengan suaminya sendiri."Ibu terlibat apa dalam kasus kematian almarhum mamanya mas Yuda?" tanya Dinar berharap bukan hal yang fatal.Yuda hanya tersenyum singkat membalas pertanyaan Dinar. Ia merangkul Dinar agar merapat pada tubuhnya. Di sandarkannya kepala Dinar di bahunya."Bukan sesuatu yang penting," kata YudaDinar melirik wajah Yuda yang hanya menatap lurus kedepan. Sementara tangannya mengusap bahu Dinar lembut.Ia membenamkanLagi-lagi rentenir datang ke rumah untuk menagih hutang yang tak kunjung di bayar. Kali ini mereka lebih beringas."Bayar kalau tidak saya ambil barang-barang di dalam!" ancam pria bertubuh besar dengan otot kekar."Ampun, Bang. Jangan," mohon Bu Tiara bersimpuh."Abang-abang ini tolong dengarkan dulu. Kami tidak mengambil hutang itu, jadi kami tak punya kewajiban membayar," jelas Bapak berusaha menenangkan mereka."Banyak bacod! Gue gak peduli itu utang punya siapa! Pokoknya gue di suruh nagih sama Lo semua! Bayar sekarang!"Dinar berlari dari dapur mendengar keributan di teras. Ia menatap ngeri melihat beberapa laki-laki bertubuh besar ada di depan rumahnya. Apalagi melihat bapak ibunya bersimpuh meminta amun dan memohon.Dapat Dinar pastikan permasalahannya adalah uang. Ya, hutang itu.Cepat-cepat ia meraih hp menekan nama Yuda di sana."Mas, tolong!" jerit Dinar menatap ngeri keluar rumah.". . . .
"Tega kamu, Dinar! Tidak akan ibu ridhoi surga untuk anak seperti kamu!" teriak Bu Tiara menatap Dinar murka.Di rumah, amarah Bu Tiara meledak. Berhadapan dengan Dinar, ia berkata dengan sangat pasti tentang dirinya yang tidak akan meridhoi anaknya."Apa salah Dinar, Bu? Dinar bahkan tidak punya kendali apa-apa," balas Dinar dengan air mata bercucuran mendengar penuturan paling menyakitkan dari ibunyaHanya ada bapak di rumah ini selain mereka berdua. Yuda pergi bersama para preman ke rumah rentenir itu. Sementara Sania tidak ikut pulang dari rumah mertuanya."Kamu pasti memaksa Yuda agar menyuruh Danu mengakui itukan? Agar nama kamu bisa bersih! Nyadar gak kamu dengan itu kamu jadi menyakiti adik kamu?!" Nafas Bu Tiara turun naik murka dengan apa yang terjadi di rumah besannya."Demi Allah demi Rasulullah, Bu. Dinar sama sekali tidak mencampuri urusan hutang piutang itu apalagi meminta mas Yuda melakukan itu!""Bohong
Tidak mungkin untuk kembali ke Bali malam ini juga. Akhirnya Yuda menyewa hotel untuk malam ini saja.Yuda kembali dengan membawa dua porsi makanan. Saat tiba di kamar, ia melihat Dinar yang tampak sudah selesai sholat dan sedang berdo'a. Air mata merembes sembari mulutnya melafalkan do'a.Dirinya duduk di sisi ranjang menunggu Dinar. Ia tadi sholat di mesjid depan hotal sekalian mau membeli makanan.Tertusuk di hati Yuda saat dirinya berlalu kasar di rumah pada Dinar tadi. Mungkinkah Dinar sedang bersedih sambil berdo'a?"Ayo makan," ajak Yuda dengan suara pelan. Dinar tampak sudah selesai berdo'a dan melepas mukenanya. Dengan anggukan kecil Dinar mengikuti Yuda yang duduk tak jauh darinya sambil menyiapkan makanan mereka."Ini buat kamu," kata Yuda.Dinar terpaku. Ayam panggang dan sop!Ini kesukaannya.Dinar menatap Yuda. Entah hanya kebetulan atau memang lelaki itu mengetahui kesukaannya.
[Tolong pastikan Danu membuat video pengakuan itu ya, Bang Erwin. Pastiin juga di sebarkan.]Itulah pesanan Yuda padanya saat sebelum mengantarkan Yuda kembali seusai membayar hutang itu.Erwin adalah teman sekaligus bawahan dari orang tua angkat Yuda di Bali. Dulu sebelum memutuskan tinggal di sini, ia lama bersama Togar, yang biasa di panggil Yuda dengan sebutan bapa.Sebuah kehormatan bagi Erwin bisa mewujudkan keinginan anak dari sahabat sekaligus bosnya itu.Dengan memboyong anak buahnya, Erwin memimpin motor menuju sebuah hotel yang di kabarkan anak buahnya kalau mangsa yang sedang mereka buru ada di sana."Itu kamera baguskan? Jangan sampai gak bisa di pakai nanti," ujar Bang Erwin saat turun dari motor.Tak tanggung-tanggung mereka memboyong kameraman yang mereka kenal sebagai kameraman profesional untuk mengambil video yang diinginkan Yuda agar hasilnya sangat memuaskan."Tenang, Bang. Ini beneran mau syuting di
Yuda berusaha menahan tertawa saat Dinar mengobati punggungnya yang tadi kena tampar bapa. Ia yakin orang satu rumah juga sejak tadi menahan tawa agar menjaga perasaan Dinar yang mencoba menolongnya."Mas. Kita cari kontrakan aja yuk," ajak Dinar dengan hidup yang berbunyi kalau ia menarik nafas. Tanda istrinya itu habis menangis."Jangan, Sayang. Di sini ada rumah saya. Salah satu rumah di sini itu rumah punya saya," jelas Yuda setenang mungkin.Ia tak berani menatap wajah Dinar. Takut tertawa keceplosan melihat tangis Dinar yang terasa berlebihan itu.Tak ada dirinya yang kesakitan di siksa sampai meninggal. Ia hanya berteriak agar bapa berhenti menampari dirinya dan memberi kesempatan agar bisa menjelaskan. Tapi belum sempat bapa berhenti, Dinar sudah memeluknya bak dirinya bisa saja mati kalau tidak di tolong.Padahal pukulan bapa pun sangat beliau jaga agar tidak meninggalkan bekas yang terlalu berbahaya."Tapi mereka semua
Muka tebal, Sania melangkah tanpa peduli tatapan orang-orang kampung yang menatap dirinya. Sudah terlanjur kesal ia tidak mempedulikan lagi rasa malu."Bangun pagi kek jadi menantu!"Pagi-pagi Bu Halimah sudah menggedor-gedor kamar Sania dan memintanya untuk bangun. Tak sampai di situ Bu Halimah, mertuanya, juga meminta ia untuk membersihkan rumah, memasak, dan berbelanja bulanan ke pasar."Emangnya gue pembantu! Dasar mertua songong!"Sania menggerutu dengan wajah di tekuk berjalan kaki menyusuri jalan kecil menuju rumahnya.Sialannya lagi ia harus berjalan masuk ke sini setelah turun dari angkot. Puluhan pasang mata yang menatap dirinya dengan cela rasanya sangat ingin ia maki-maki.Apa sih urusan mereka dengannya?"Eh, berani muncul kepermukaan juga!" sapa seorang wanita paru baya yang terkenal sebagai kang nyinyir, kang ghibah sekaligus kang gosip yang terkenal sejagat kampung."Ya iyalah berani. Emangnya sa
"Mas kerja di sini?" tanya Dinar."Dulu sih di sini," jawab Yuda.Mereka berjalan menyusuri parkiran yang luasnya ternyata tidak main-main. Parkiran ini pula di depannya ada pasar. Belum lagi di samping-sampingnya ada toko-toko dan cafe. Tak jauh dari sini juga ada mall.Maka tempat ini adalah tempat parkir paling strategis."Ini lokasi parkir punya bapa," kata Yuda. "Dulu bapa preman di sini. Anak buahnya di mana-mana," jelas Yuda."Termasuk Mas ya jadi anak buah bapa?" tanya Dinar dengan polosnya.Yuda tertawa. Ia menarik lengan Dinar agar duduk di samping gerobak bakso."Eh, Yuda? Lama gak ke sini. Biasa kalau pulang kerja masih sempat ke sini," kata tukang bakso yang lagi-lagi mengenal Yuda.Rasa-rasanya di sekitar sini hampir tidak ada yang tidak mengenal Yuda."Iya. Saya pulang ke kampung halaman," jawab Yuda."Jadi baru balik nih? Ada gitu oleh-oleh?" tanya tukang bakso sambil menurun na
Sehabis sholat Maghrib, Dinar keluar kamar yang ditempatinya dengan Yuda. Suaminya itu barusan pamit ke mesjid bersama bapa.Dinar memilih ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Namun belum sempat dirinya hendak memegang peralatan dapur, ia sudah di tegur dan di usir mertuanya."Jangan kau sentuh barang-barang dapur itu hey! Biarkan Yanti dan Jujum yang kerjakan!" tegur ibu saat Dinar baru ingin menyentuh kompor.Beliau melangkah lebar menuju kearahnya."Gak apa-apa, Bu. Kali aja Dinar bisa bantu," katanya.Ibu langsung menggeleng tegas. "Buat apa aku punya pembantu kalau pada akhirnya harus kau yang bereskan semua ini," omel beliau. "Lebih baik kau bantu aku saja," katanya lagi."Bantu apa, Bu?" tanya Dinar."Ikut," ajak beliau lalu melangkah menuju ruang tamu.Ibu duduk sambil meraih remot TV dan menekan tombol on hingga cahaya TV menyala."Dinar bisa bantu apa, Bu?" tanya Dinar kebingungan.