Karena dianggap tidak mampu meneruskan bisnis keluarga, aku dijodohkan dengan seorang pria yang orang tuaku anggap sempurna bersanding denganku. Untuk gambaran seorang laki-laki, Shane memang nyaris sempurna dengan wajah dan karir yang ia miliki. Sayangnya, pernikahan ini adalah bencana bagi Shane. Sebelum dijodohkan denganku, ia memiliki kekasih yang begitu ia cintai. Tentu saja begitu kami menikah, Shane sama sekali tidak tertarik untuk menyentuhku. Bagi Shane, hanya Erina yang ada di dalam hatinya. Bahkan sampai satu tahun pernikahan kami, tidak ada yang berubah dari Shane. Dia masih tidak menganggapku sebagai istrinya. Aku yang awalnya tidak peduli akan sikapnya, kini lambat laun malah merasakan hal yang aneh. Aku mulai tidak suka dengan kenyataan bahwa Shane tidak mencintaiku. Aku juga mulai benci ketika mengingat siapa yang sebenarnya Shane cintai. Tidak. Aku tidak ingin jatuh cinta sendirian karena aku tidak akan sanggup menahan lukanya. Seandainya saja Shane memberi kesempatan untuk pernikahan kami...
Lihat lebih banyakTanganku bergetar sembari menggenggam ponselku dengan erat. Mataku berair selagi terus menatap judul sebuah artikel yang sedang menjadi trending topic di berbagai platform media sosial.
SHANE ANDROMEDA TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENGHABISKAN LIBURAN BERSAMA MANTAN KEKASIHNYA DI SEOUL. Aku tahu Shane tidak pernah mencintaiku dan aku tidak menyalahkannya akan hal itu. Kami berdua dijodohkan oleh kedua orang tua kami. Shane sudah berusaha selama dua tahun untuk menghindari perjodohan itu, tetapi titah kedua orang tuanya adalah mutlak. Meski Shane telah sukses mendirikan perusahaan real estate-nya sendiri, tapi modal terbesarnya berasal dari grup milik ayahnya sehingga mau tak mau, ia akan terus hidup di bawah naungan orang tuanya. Aku sendiri masih berusia delapan belas tahun ketika kami akhirnya dinikahkan tahun lalu. Yah, aku baru saja lulus dari SMA. Bagi orang tuaku, usiaku sudah mencapai angka legal untuk menikah. Meski mereka adalah konglomerat dengan latar belakang modern, tapi kedua orang tuaku cukup konservatif dalam hal pernikahan. Mereka khawatir karena aku adalah anak tunggal dan berjenis kelamin perempuan sehingga dianggap tidak akan mampu meneruskan bisnis keluarga. "Nikah muda itu gak masalah asalkan usiamu sudah legal dan secara ekonomi sudah mapan. Shane itu satu-satunya laki-laki mapan yang usianya sudah cukup matang, tapi tidak ketuaan untuk kamu. Soal cinta, itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Mama dan Papa juga dulu menikah tanpa cinta kok. Buktinya kami langgeng sampai sekarang." Rasanya aku ingin tertawa ketika mengingat perkataan mama kala itu. Acuan mereka hanyalah karena baik ekonomiku maupun ekonomi Shane sudah lebih dari cukup untuk membina rumah tangga tanpa mempertimbangkan kesiapan mental kami, terutama aku. Barangkali usia Shane memang sudah layak untuk menikah. Dia berusia 29 tahun ketika kami menikah tahun lalu. Sedangkan aku, aku baru saja lulus SMA dan belum siap secara mental. Ketika teman-teman seusiaku sibuk mempersiapkan masa depan mereka dengan belajar demi kampus impian, aku malah mengenakan gaun pengantin dan menikah dengan pria yang praktisnya adalah orang asing bagiku. Orang tuaku percaya bahwa Shane bisa mengurusiku dengan baik. Sejak kecil, semua kegiatanku terstruktur dan terjadwal dengan baik. Aku tidak pernah melakukan hal lain selain belajar akademik dan melatih bakat. Semua kebutuhanku mulai dari makan hingga pakaian diurus oleh para pelayan yang dibayar mahal oleh kedua orang tuaku. Sesuai dugaan orang tuaku, memang benar Shane mengurusiku dengan baik. Bahkan, aku tidak merasa seperti seorang istri melainkan hanya anak kecil yang dirawat oleh Shane. Shane tidak ramah padaku sejak awal kami bertemu hingga menikah. Kami bahkan hampir tidak pernah berbicara satu sama lain kecuali untuk hal-hal mendesak. Sepertinya Shane hanya merawatku sebagai bentuk tanggung jawab, tanpa melibatkan perasaan sedikitpun. Aku bukannya tidak pernah berusaha mendekatkan diri padanya selama setahun belakangan. Aku selalu menunggunya ketika pulang kerja, aku selalu berusaha mengajaknya mengobrol, akan tetapi semuanya sia-sia. Hingga akhirnya Shane jenuh dengan segala usahaku. Suatu malam, ia mengajakku berbicara. Ia menceritakan padaku bahwa sebelum menikahiku, ia memiliki kekasih. Wanita itu bernama Erina. Mereka sudah berpacaran sejak kelas tiga SMA. Satu-satunya alasan kenapa Shane tidak bisa menikahi Erina adalah karena Erina bukan berasal dari keluarga konglomerat. Kedua orang tua Shane menolak Erina. Bagi mereka, Shane yang merupakan anak tunggal adalah satu-satunya harapan. Pernikahan Shane harus membawa benefit untuk keluarga mereka. Dan akulah yang dipilih oleh kedua orang tua Shane. Seorang putri tunggal dari pengusaha yang mereka anggap selevel dengan keluarga mereka. Dengan tujuan yang sama yaitu mendapatkan kekaguman publik dan menyatukan kekayaan, orang tua kami sepakat untuk menikahkan kami. Wanita yang ada di artikel itu--meski bagian wajahnya dibuat buram--aku tahu dia adalah Erina. Shane seharusnya sedang melakukan perjalanan bisnis ke Korea. Aku tidak tahu kenapa dia malah bertemu Erina di sana. Meski di hati Shane selalu ada Erina dan barangkali mereka memang menjalin hubungan di belakangku, tapi Shane tidak seharusnya seterang-terangan ini. Dia tahu betapa terkenalnya dirinya dan berita tentang dirinya adalah yang paling ditunggu-tunggu. Selain itu, bukankah seharusnya dia tahu orang tuanya akan bereaksi seperti apa akan kabar ini? Tidak ada yang bisa kulakukan selain menunggu hingga Shane kembali. Aku tidak akan menghubunginya. Kami sama sekali tidak pernah bertukar pesan maupun menelepon bahkan ketika Shane sedang berada di tempat yang jauh. Aku merasa terlalu asing dengan hal-hal semacam itu karena bahkan saat bersama di penthouse ini, kami hampir tidak pernah berinteraksi.Pengelihatanku buram selama beberapa detik, pendengaranku pun hanya mampu mendengar secara samar-samar. Aku linglung seperti orang yang kehilangan akal dan kesadaran. Tangan hangat dan kokoh yang sedari tadi memelukku perlahan memutar tubuhku hingga kini aku bisa melihat wajah pemilik tubuh atletis yang tadi menarikku. Aku mengenali suaranya, namun aku harus melihat wajahnya agar aku yakin ini bukan mimpi. "What was on your mind, Melody?" (tr: Apa yang kamu pikirkan, Melody?) "Mas Shane?" panggilku bingung. Shane sepertinya sadar bahwa kondisiku saat ini tidak mampu merespon dengan baik. Ia melihat sekeliling. Aku mengikuti pandangannya. Kini aku baru menyadari bahwa ada banyak kendaraan yang berhenti di jembatan yang seharusnya mereka tidak boleh berhenti di sini. Para pengendara juga turun dan memberiku tatapan penuh kekhawatiran. "Mas, telepon polisi aja," ucap seorang supir truk pada Shane. Shane menggeleng pelan. "Mohon maaf, bapak dan ibu atas kejadian ini yang kemun
Perjalananan dari resort menuju rumah sakit membutuhkan waktu selama hampir satu jam lamanya. Selama di dalam taksi, aku tidak bisa tenang sama sekali. Semua kemungkinan-kemungkinan terburuk hilir mudik di kepalaku. Ponselku di dalam tas terus bergetar, namun aku tak berani membukanya. Aku takut kalau itu adalah kabar buruk. Aku tidak ingin mendengar kabar buruk sementara aku masih dalam perjalanan. Kalaupun ada hal tak diinginkan yang terjadi, lebih baik aku tahu setelah tiba di sana. Aku yakin Papa akan baik-baik saja. Mana mungkin Papa meninggalkanku sendiri 'kan? Papa sangat menyayangiku. Setelah perceraianku dengan Shane, dan kini Mama juga pergi, aku hanya memiliki Papa. Tuhan, aku tidak meminta banyak. Ketika Shane tidak menginginkanku, aku rela mundur dari kehidupannya tanpa menuntut padaMu untuk membuat Shane mencintaiku. Lalu ibuku sendiri memilih untuk pergi bersama laki-laki pilihannya. Aku ikhlaskan dia jika itu adalah kebahagiaannya. Tapi tolong, jangan ambil Papa.
Tepat setelah lima hari Papa dirawat di rumah sakit, Mama kembali ke kota ini. Aku tidak mengizinkan Mama untuk datang ke rumah sakit, melainkan aku meminta untuk bertemu di tempat lain. Aku tidak mau kondisi Papa memburuk karena bertemu Mama yang merupakan pemicu utama sakitnya Papa. Kami memutuskan untuk bertemu di resort Pantai Putih. Aku tiba lebih dulu dan memutuskan untuk duduk di teras resort sambil menunggu Mama. Sepuluh menit kemudian, Lita datang mengantar Mama. Begitu melihatku, Mama langsung memelukku dan menangis tersedu-sedu. Aku hanya terdiam, bingung harus bereaksi seperti apa. Aku merindukan Mama, namun di sisi lain, rasa kecewaku lebih besar. Aku memberi isyarat pada Lita untuk meninggalkan kami. Perlahan, aku melepaskan pelukan Mama. Aku berpindah tempat duduk hingga kini aku duduk di seberang meja. Ekspresi Mama terlihat semakin sedih karena aku terang-terangan menjauhinya. "Kenapa Mama melakukan ini semua?" tanyaku tanpa ekspresi. Mama mengusap air matan
Sudah tiga hari semenjak Papa dirawat di rumah sakit. Keadaan Papa berangsur-angsur membaik. Setidaknya menurutku begitu karena Papa kini sudah bisa membuka mata dan merespon tiap kali kuajak bicara. Papa juga mulai berusaha untuk berbicara meski aku berkali-kali melarangnya untuk memaksakan diri. Aku tidak mau Papa semakin tertekan dan merasa harus dituntut sembuh secepatnya. Dokter bilang, Papa harus menjalani terapi nantinya agar dapat berbicara dan beraktivitas lagi. Sambil mengurus Papa di rumah sakit, aku tetap pergi ke kampus. Jena banyak membantuku dengan membuatkan daftar tugas-tugas dan mengurutkannya sesuai deadline. Jena juga berbaik hati mencatat semua materi yang disampaikan dosen untukku ketika aku kelelahan dan tertidur di kelas atau saat aku harus melewatkan kelas karena mengurusi Papa. Sepulang dari kampus, Pak Arman lah yang selalu menjemputku dan mengantarkanku ke rumah sakit. Aku tidak pernah pulang ke rumah selama tiga hari belakangan. Aku mempercayakan rumah
Aku pulang ke rumah naik taksi setelah menolak penawaran Shane untuk mengantarku pulang. Bisa-bisa Papa marah lagi padaku kalau sampai Papa tahu aku semalaman tidak pulang karena menginap di tempat Shane. Saat aku berjalan mendekati gerbang mansion, dua satpam yang sedang berjaga segera berlari ke arahku. "Nona Melody akhirnya pulang." Aku berhenti dan menatap mereka bingung. "Ada apa?" tanyaku. "Tuan masuk rumah sakit, Nona." Kakiku terasa lemas seketika. Sekuat tenaga aku berusaha untuk tetap berdiri meskipun tubuhku mulai bergetar. "Kapan? Papa kenapa?" "Sekitar tiga puluh menit yang lalu, Nona. Pagi tadi Bu Nani menemukan Tuan terjatuh di halaman belakang." Aku menyentuh kepalaku. "Kenapa gak ada yang hubungi saya?" "Tuan melarang kami, Nona. Tuan bilang barangkali Nona menginap di hotel tempat pesta Tuan James diselenggarakan. Tuan berpesan agar kami cukup memberitahu Nona saat Nona tiba." Tidak ada gunanya aku marah sekarang. Aku harus segera tiba di rumah sa
Aku terbangun dengan pening luar biasa. Untuk duduk pun rasanya tak sanggup. Dengan mata masih tertutup, aku menyentuh kepalaku. Aku menggeliat tak nyaman di atas ranjang yang begitu empuk. Bayang-bayang mimpi tadi malam terasa begitu nyata. Mulai saat ini aku harus lebih berhati-hati dengan alkohol. Aku tidak mau berhalusinasi liar lagi terutama tentang Shane. Perlahan, kubuka mataku. Aku mengerjap beberapa kali, berusaha beradaptasi dengan cahaya matahari yang masuk melalui dinding kaca yang menampilkan pemandangan langit biru di pagi hari. Tunggu... Dinding kaca? Langit biru? Mansion milik keluargaku hanya terdiri dari dua lantai. Kamarku berada di lantai dua dan tidak menggunakan dinding kaca, melainkan hanya sebuah jendela besar yang tirainya selalu tertutup rapat jika aku masih tidur. Tidak akan ada pelayan yang berani masuk ke kamarku tanpa seizinku. Aku mengedarkan pandanganku. Seiring pengelihatanku semakin jelas, aku kini yakin bahwa ini bukan kamarku dan ini j
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen