Bukannya ikut bersemangat, Catleya justru menguap lebar. Kedua kelopak matanya mendadak terasa berat dan minta untuk dipejamkan dengan segera. Mungkin ini merupakan efek samping dari perutnya yang sudah kekenyangan. Atau bisa jadi dia terlalu bosan mendengarkan informasi yang disampaikan oleh Ineke.“Ley, kamu masih mendengarkan aku?” tanya Ineke merasa diabaikan.“Sorry, aku tiba-tiba ngantuk banget, Ke,” jawab Catleya sambil menguap untuk kedua kalinya.“Ish, bisa-bisanya menguap di saat aku bicara serius denganmu. Aku sumpahin kamu nanti jatuh cinta dengan CEO baru kita,” sembur Ineke.“Itu tidak mungkin terjadi, karena kami beda alam,” jawab Catleya sekenanya. Mana mungkin dia bisa jatuh cinta sedangkan melihat rupa CEO saja belum pernah. Seandainya suatu hari mereka tak sengaja berpapasan di lobi atau lift, paling hanya dianggap angin lalu saja. Mustahil ada adegan jatuh terpeleset atau tabrak-menabrak yang berujung cinta, seperti dalam serial drama. Itu semua hanyalah imajinasi
Mengetahui ada lelaki lain yang menelepon istrinya, entah mengapa Rajendra merasa tidak suka. Pemuda itu pun meraih ponsel Catleya dan bermaksud untuk menerima panggilan tersebut. Namun selang beberapa detik, Rajendra mengurungkan niatnya. Bisa jadi Catleya akan marah bila ranah pribadinya diusik oleh orang lain. Akhirnya, Rajendra mencoba lagi untuk membangunkan Catleya. Kali ini, dia menggoyangkan lengan Catleya lebih kencang dari sebelumnya, tetapi wanita itu masih tak bergeming. Catleya malah mencebikkan bibirnya, seolah kesal karena ada yang berani mengganggu tidurnya. Merasa gemas sendiri, Rajendra pun berpikir untuk membangunkan istrinya itu dengan cara yang sedikit ekstrem. Sementara Catleya yang masih tidur nyenyak memimpikan seorang pria mendatanginya. Wajah pria itu tidak jelas seperti terhalang oleh bayang-bayang hitam. Lambat laun pria itu semakin mendekat hingga bibir mereka berdua hampir menempel. Bukannya menolak, Catleya justru tidak berkutik sama sekali. Dia su
Catleya hanya termangu saat Rajendra menyinggung soal konsep pernikahan. Memang idealnya pernikahan itu adalah sekali untuk selamanya, tetapi pada kasus mereka hal ini tidak bisa diterapkan. Mana mungkin mereka terikat seumur hidup sementara tak ada perasaan yang mendasarinya. Jika dipaksakan sekali pun, hasilnya malah akan menyakiti mereka berdua.“Aku setuju dengan pemikiranmu, Jendra, tetapi kasus kita berbeda. Kita menikah demi meraih tujuan masing-masing, bukan untuk bersama selamanya. Kamu masih muda dan punya banyak kesempatan untuk mengenal gadis lain yang sebaya denganmu. Saat kamu bekerja di Jakarta nanti, kamu bisa….”“Tapi saya tidak mau melakukan perselingkuhan. Saya akan menghargai status saya sebagai suami dan saya berharap Mbak Leya juga melakukan hal yang sama. Pernikahan kita tidak dibatasi dengan waktu,” potong Rajendra.Setelah berkata demikian, Rajendra pergi begitu saja dari hadapan Catleya dengan ekspresi kesal. Membuat Catleya semakin bingung ada apa dengan sua
Nyonya Tiara lebih dulu memeluk Bintang, sedangkan Tuan Chandra membiarkan sang istri melepas rindu terlebih dahulu kepada sang cucu. Pria tua itu lebih memilih untuk memperhatikan gadis kecil di samping Bintang, yang tak lain adalah cicitnya. Sembari tersenyum, Tuan Chandra menyapa Milly yang masih menundukkan kepala, tak berani menatapnya. “Ayo, kemari, Milly, ini Kakek Buyut,” ujar Tuan Chandra merentangkan kedua tangannya. Milly menggelengkan kepala dan malah merapatkan tubuhnya kepada Bintang. Merasa berada di tempat terasing, gadis kecil itu tidak ingin terpisah sedetik pun dari sang ayah. Bagaimana tidak, terakhir kali ia ke rumah Tuan Chandra adalah saat berumur enam bulan. Mustahil Milly masih mengingat kenangannya semasa bayi. Melihat Milly menolak permintaan Tuan Chandra, Nyonya Tiara melerai pelukannya kepada Bintang lalu beralih menatap cicitnya itu. Wajah Milly sangat cantik, perpaduan antara Bintang dengan mendiang istrinya, Monica, yang merupakan keturunan Indo-P
Tenggelam dalam pemikirannya sendiri, Catleya tidak tahu jika Rajendra membawanya ke peternakan, bukan kembali ke rumah mereka. Perempuan itu baru tersadar saat hidungnya mencium aroma khas ayam yang menusuk. “Jendra, kenapa kita ke peternakan?” tanya Catleya. Tubuh Rajendra yang jangkung membuatnya harus mendongakkan kepala setiap kali bertanya kepada suaminya itu. “Tempat ini lebih dekat dari sungai. Kalau kita kembali ke rumah, Mbak Leya bisa masuk angin.” Tak berani bertanya lagi, Catleya terpaksa patuh saat Rajendra membawanya ke area peternakan. Namun kali ini mereka tidak memasuki kandang, melainkan berbelok ke bangunan kayu yang berjajar di seberangnya. Mereka sempat bertegur sapa dengan Pak Yadi yang sedang berjaga di sana. Pria berkulit sawo matang itu langsung berinisiatif untuk membawakan payung milik Rajendra. “Mau saya buatkan teh jahe hangat? Ibu sepertinya kedinginan,” tawar Pak Yadi kepada Rajendra. “Iya, Pak, terima kasih.” Catleya tak menyangka bila di peter
Kelopak mata Catleya terbuka otomatis pada pukul setengah enam pagi. Sungguh ini adalah sebuah pencapaian yang luar biasa selama dia berada di desa Purwabinangun. Barangkali alarm tubuhnya sudah kembali menyesuaikan dengan ritme kerjanya selama ini. Memang setiap pagi, Catleya bangun sekitar pukul enam, supaya bisa menghindari kemacetan di ibu kota. Sebagai akuntan senior, dia selalu berupaya memberikan contoh kepada para staf baru agar tidak terlambat masuk ke kantor. Teringat bahwa dirinya sekamar dengan Rajendra, Catleya langsung menoleh ke samping. Tadinya ia khawatir bila mereka akan terbangun dalam kondisi yang berpelukan. Atau wajah mereka berhadapan satu sama lain dalam jarak yang begitu dekat. Namun ternyata Rajendra masih terlelap dengan posisi yang memunggungi dirinya. ‘Ck, pagi-pagi pikiranku sudah melantur. Lebih baik aku membangunkan dia supaya mengantarku pulang,’ pikir Catleya. Perempuan itu bergeser sedikit lantas mencolek-colek lengan Rajendra. “Jendra, bangun,
“Itu... belum ada, Pak, saya akan lanjut membaca pasal-pasalnya,” jawab Catleya tersadar.Bila dipikir lagi kemiripan nama Rajendra dan bos besar perusahaan tempatnya bekerja hanya kebetulan belaka. Bagaimanapun nama adalah sesuatu yang bersifat umum dan bisa dipakai oleh siapa saja. Bahkan jika diadakan survei ke seluruh pelosok negeri, mungkin akan ditemukan beberapa nama keluarga yang sama meski mereka tidak memiliki hubungan kekerabatan. Untuk mempersingkat waktu, Catleya segera membaca isi pasal pertama. Di situ tertulis bahwa Rajendra akan melakukan tugasnya untuk melindungi nama baik Catleya di depan keluarga, mengusut kematian ibunda Catleya sampai tuntas, dan mengizinkan sang istri bekerja. Sedangkan pasal berikutnya mengatur seputar tempat tinggal, tidak boleh melakukan perselingkuhan, dan tidak ada kontak fisik tanpa persetujuan kedua belah pihak. Namun begitu menginjak pasal selanjutnya, Catleya mulai merasa heran. Alih-alih seperti perjanjian suami-istri, peraturan di
“Leya, kamu sudah sampai di mana? Gerbang kos sebentar lagi akan ditutup,” tanya Ineke melalui sambungan telepon. “Sabar, Ke, aku masih di dalam taksi. Sekitar delapan sampai sepuluh menit lagi aku akan sampai,” ujar Catleya memakai ilmu kira-kira. “Katakan kepada drivernya untuk cari jalan pintas. Bu Husna hanya mengizinkan gerbang dibuka sampai jam sepuluh lewat lima menit,” kata Ineke. “Iya, kalau bisa aku akan request supaya taksi ini bisa terbang,” jawab Catleya sebal. Dia sendiri ingin lekas tiba di kos, mandi, dan berbaring di kasur yang empuk. Namun apalah dayanya bila ia harus terjebak kemacetan ibu kota. Apalagi busnya tadi sempat berhenti sebentar untuk mengganti ban yang bocor. Setelah melewati serangkaian rintangan kecil, Catleya akhirnya tiba di kos-kosan khusus karyawan wanita yang akan ditempatinya. Melihat Ineke berdiri di depan gerbang, Catleya pun tersenyum lebar. Dia segera memeluk temannya itu seolah-olah mereka sudah bertahun-tahun tidak berjumpa. “Dih, k