Catleya kembali meremas tangannya sendiri. Jujur, ia masih belum ingin berhenti menjadi sekretaris Rajendra karena merasa masih sanggup melakukan pekerjaannya. Apalagi, ia tidak mengalami gejala kehamilan yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Rencananya, ia baru akan mengundurkan diri bila usia kandungannya sudah memasuki trimester ketiga.Namun, Nyonya Tiara sepertinya bersikukuh untuk memintanya berhenti, sehingga mau tak mau ia harus menurut.“Saya akan mengundurkan diri setelah Jendra mendapatkan sekretaris baru. Paling lama dua bulan lagi, Oma,” jawab Catleya meminta waktu.Nyonya Tiara terdiam sejenak, nampak sedang menimbang-nimbang permintaan Catleya.“Kalau bisa lebih cepat dari dua bulan, itu lebih baik. Minta saja ke bagian HRD agar memasang lowongan pekerjaan sekretaris CEO di website resmi perusahaan,” imbuh Nyonya Tiara."Baik, Oma," ucap Catleya dengan senang hati. Akhirnya, ia berhasil meminta kelonggaran waktu dari Nyonya Tiara.Sepanjang perjalanan, wanita tua itu t
Nyonya Nandini dan Adrian duduk di ruang tunggu rumah sakit dengan gelisah. Wajah Nyonya Nandini penuh harapan, meskipun terasa agak tegang menunggu hasil pemeriksaan dokter. Dia terus memanjatkan doa agar Maya dinyatakan cocok untuk menjadi ibu pengganti. Saat ini, Maya adalah harapan satu-satunya harapan bagi perempuan paruh baya itu.“Bagaimana perasaanmu, Adrian?” tanya Nyonya Andini pada sang menantu. Sejak tadi, Adrian mondar-mandir di depan ruang pemeriksaan. Lelaki itu sepertinya ikut tegang dengan apa yang sedang terjadi.“Aku agak khawatir, Ma,” jawab Adrian apa adanya.Meski dalam hati ia belum setuju sepenuhnya dengan proses inseminasi, tetapi sedikit demi sedikit ia telah tenggelam dalam jurang permainan istri dan ibu mertuanya. Ia tidak bisa lagi keluar dari lubang yang telah disediakan untuknya, sehingga ia terpaksa mengikuti keinginan Meliana.“Semuanya akan berjalan lancar, harus lancar. Kandungan Maya pasti sehat,” ucap Nyonya Nandini pada dirinya sendiri.Adrian men
Nyonya Nandini dan Adrian keluar dari ruangan dokter dengan senyum yang dipaksakan. Mereka berusaha keras untuk menutupi raut kebimbangan di wajah mereka. Mau tak mau, mereka harus berpura-pura di hadapan Meliana bahwa semua baik-baik saja.“Ada masalah apa, Ma? Kenapa Mama dan Adrian menemui dokter di ruangan lain?” tanya Meliana begitu melihat ibu dan suaminya telah kembali.“Tidak ada masalah, Mel. Dokter bilang kamu dan Adrian bisa melakukan inseminasi,” ucap Nyonya Nandini mencoba menyembunyikan ketakutannya dari sang putri. Jangan sampai Meliana mengetahui rencananya yang di luar nalar.“Bagus kalau begitu. Jadi, kapan inseminasi akan dilakukan?” tanya Meliana, wajahnya penuh harap.“Dua atau tiga hari lagi, Sayang,” jawab Nyonya Nandini menepuk-nepuk pelan bahu putrinya itu.Meliana mengangguk, “Baiklah, aku akan datang lagi ke rumah sakit sesuai jadwal.”Nyonya Nandini buru-buru menggeleng pelan, “Tidak perlu, Mel. Maya dan Adrian saja yang akan pergi. Begitu kata Dokter,” kat
Rajendra pun berhenti mengunyah makanannya, lalu menatap Catleya dengan alis terangkat. "Syaratnya sebanyak itu?” tanyanya kemudian."Betul, karena itu aku yang harus mewawancarai mereka. Aku akan memilih mereka dengan cermat," jawab Catleya.Wanita itu melipat tangannya di meja sambil sedikit memajukan wajahnya untuk menatap suaminya. "Aku tidak akan lengah sedikitpun dalam mengawasi sekretarismu nanti."Rajendra meneguk salivanya kasar. Sekarang ia tahu kenapa Catleya ingin memilih sendiri penggantinya, alasannya tentu saja karena istrinya itu cemburu. Dan bila Catleya sudah menunjukkan sisi garangnya, maka ia tidak berani membantah."Tentu saja, pilih sesuka kamu, Sayang. Aku yakin kalau pilihan kamu tidak pernah salah," balas Rajendra seraya memperlihatkan deretan giginya yang putih. Asalkan Catleya bahagia, Rajendra mengizinkan apa pun yang diinginkan oleh sang istri."Terima kasih banyak, My Hubby!" ucap Catleya sambil menyuapkan strawberry ke mulut Rajendra.Mendapat persetujua
Johan yang mendapatkan perintah dari Ibrahim tentu saja merasa terkejut. Tak ada angin, tak ada hujan mendadak sang bos ingin pergi ke luar negri. Padahal, mereka belum tuntas mengurus masalah Nela dan Lita yang berkhianat."Anda akan ke Amerika besok? Untuk berapa lama?" tanya Johan mengulang perkataan Ibrahim."Aku belum tahu. Mungkin aku akan menetap di sana untuk selamanya,” kata Ibrahim.Mata Johan pun terbelalak sampai hendak melompat keluar dari tempatnya.“Kalau Anda meninggalkan perusahaan Chandra Kirana, lalu bagaimana dengan saya?” tanya Johan dilanda kerisauan.“Kamu bisa tetap bekerja seperti biasa, Johan.”“Kenapa Anda pergi mendadak? Apa ini berkaitan dengan tertangkapnya Nela dan Lita oleh Tuan Rajendra?”Ibrahim membuang napas kasar, lalu menatap wajah dari tangan kanannya yang setia itu.“Akhir-akhir ini, aku sering bermimpi buruk, Johan. Aku khawatir akan dilaporkan oleh Rajendra ke polisi. Jadi, untuk sementara waktu aku harus bersembunyi ke tempat yang aman. Binta
Pagi itu, sinar mentari menembus tirai kamar Catleya, membangunkan wanita itu dari alam mimpi. Namun, alih-alih menyambut pagi dengan segar, perut Catleya justru bergejolak oleh sensasi yang tidak menyenangkan di dalam sana. Dengan terbatuk-batuk, Catleya bergegas melangkahkan kaki menuju wastafel.“Tidak apa-apa, Sayang. Mama hanya sedikit mual,” gumam Catleya sembari mengelus perutnya yang masih rata. Hanya saja, selang beberapa detik ia memuntahkan cairan dari bibirnya.Rajendra ikut terbangun karena merasakan pergerakan Catleya. Hidungnya mencium aroma tidak sedap yang menyelinap keluar dari kamar mandi. Dengan cepat, lelaki itu mengetuk pintu dan memasukinya, raut wajahnya dipenuhi kekhawatiran.“Sayang, apa yang terjadi? Kamu terlihat pucat sekali,” tanya Rajendra sambil memegang bahu istrinya itu.Catleya menatap Rajendra dengan sendu, berusaha untuk tersenyum. “Aku baik-baik saja, Hubby. Hanya sedikit masalah perut.”“Kalau begitu kamu istirahat saja di apartemen,” saran Rajen
Adrian menatap langit malam melalui jendela kamarnya dengan pandangan kosong. Pikirannya dipenuhi berbagai pertimbangan yang rumit. Perasaannya kacau meski ia belum mengambil langkah sedikit pun. Dia tahu ada yang harus diungkapkan kepada Maya malam ini juga.Diam-diam, Adrian menunggu Meliana terlelap. Sesudah memastikan bahwa istrinya itu tidur nyenyak, Adrian melangkah dengan hati-hati keluar dari kamar. Gerakannya sudah mirip seorang pencuri yang takut kepergok oleh pemilik rumah.‘Aku harus menemui Maya malam ini juga untuk mencegah rencana Mama Nandini terlaksana. Semoga Maya akan mendengar ucapanku,’ pikir Adrian.Tatkala dia mencapai pintu kamar Maya, Adrian merasakan detak jantungnya berdegup lebih cepat. Ia pun mengetuk pintu kamar Maya pelan. Berusaha agar Maya bisa mendengarnya, tetapi tidak menimbulkan suara gaduh yang dapat membangunkan Meliana.Pintu terbuka sedikit, menampakkan wajah Maya yang terkejut. Terdengar suara serak khas bangun tidur dari janda muda itu, “Mas
Ineke ikut memuji Catleya karena penampilannya berbeda dari hari biasanya. Kulit Catleya yang putih sangat cocok dengan warna hijau emerald yang dipilih oleh wanita itu. Ditambah dengan hiasan bunga di rambutnya menambah kesan manis."Aku yakin kalau nanti Pak Rajendra akan terpesona dengan penampilan kamu ini," ucap Ineke sambil berjalan menyenggol lengan sahabatnya itu.Catleya hanya tersenyum, dia juga berharap apa yang dikatakan Ineke itu benar adanya."Kamu akan memakai topeng yang mana? Yang sama dengan kami atau yang kupu-kupu?" tanya Ineke saat melihat Catleya memegang dua buah topeng di tangannya."Yang sama dengan kalian supaya seragam," jawab Catleya, dia tampak bersemangat sekaligus merasa was-was.“Ck, pakai saja yang kupu-kupu, lebih terlihat bagus dan misterius. Sebagai ketua panitia, kamu boleh tampil beda dari kami. Lagi pula, jika Pak Rajendra mencintai kamu, dia akan sangat mudah mengenali wajahmu, bahkan jika kamu memakai topeng berlapis-lapis,” pungkas Ineke.Catl