Share

Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)
Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)
Penulis: ZB

Kenangan

Penulis: ZB
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-29 05:59:44
"Kupikir kamu akan menjadi imam selamanya untukku, ternyata kamu memiliki makmum selain aku."

Januari 2019 

"Dik, coba kamu telepon Shabir, kenapa sudah pukul delapan belum sampai. Kepala KUA sudah nanyain itu, katanya kalau masih jauh, beliau mau ke Bale dulu soalnya harus akad temanmu itu." 

Haziya mengangguk seraya mengambil ponsel dari tas kecil yang diletakkan di atas meja. Wajahnya sudah dirias sejak selesai salat subuh. Keterlambatan Shabir ke KUA membuatnya cemas, meski sudah berusaha bersikap tenang, tetapi pikiran sudah melesat jauh. Mengingat semalam mereka sempat cekcok sebentar. Dalam hati tak hentinya dia terus berdoa agar diberi kemudahan. 

Mungkinkah Shabir membatalkan niat suci itu? Sudah dua kali dia mencoba menghubungi, hanya suara operator yang terdengar. 

"Gimana, Dik?" Syukri kembali bertanya. Gelengan kepala Haziya sudah cukup memberitahu tanpa harus dijawabnya. 

"Ya sudah, kita tunggu saja dulu," putus Syukri kemudian masuk ke ruangan di sebelahnya untuk memberitahu Kepala KUA. 

"Tenang, jangan terlalu khawatir nanti luntur make up-nya, " nasihat Lidya, sang adik yang setia menemaninya di kursi penunggu depan ruang akad. 

Haziya menarik senyum, pandangannya melirik kedua orang tua yang duduk tak jauh dari tempatnya. Wajah ibunya tampak gugup sepertinya.

***

"Sah, Alhamdulillah!"

Rasa syukur memenuhi ruangan akad. Haziya menyeka air mata sebelum menyalami suami sahnya. 

Setelah penantian dua tahun, mereka bersatu usai Shabir melafalkan akad suci. Hati Haziya sudah bertalu-talu sejak kedatangan Shabir dan rombongan keluarga lima belas menit lalu, tepat pukul sepuluh. Dia menyimpan banyak pertanyaan yang mengganggu pikirannya, segera masuk ke ruangan akad agar proses akad nikah bisa dimulai secepatnya. 

"Selamat ya," ucapan bersambut dari para sanak saudara dan teman Haziya yang turut menemani. Bukannya dia merasa lega, tetapi hati Haziya semakin merasakan dentuman keras. 

Pernikahan adalah awal kehidupan baru. Haziya sungguh bahagia setelah ijab kabul dilafalkan oleh Shabir, tetapi kebimbangannya semakin menjadi. Apakah dia bisa menjadi istri yang baik untuk Shabir? 

"Jadilah istri yang penurut, sabar dan qanaah." Haziya selalu terngiang-ngiang dengan apa yang dikatakan ibunya. 

"Dara baroe, jangan cemberut dong. Senyum." Lidya menyenggol pelan Haziya yang termenung ketika menunggu fotografer mengarahkan beberapa pose.

Cekrek! Cekrek! 

"Lebih dekat, Bang Shabir genggam tangan Kak Haziya. Iya, begitu. Senyum."

Cekrek!

***

Juni 2020

"Kak, beneran ini mau dibakar saja?" 

Haziya mengangguk lemah melihat tumpukan dokumen dan album foto di depannya. 

"Dia saja sudah menikah lagi, buat apa aku menyimpan semua kenangan tentangnya?" 

Lidya tidak menyahut, sengaja membelakangi sang kakak dan berpura-pura sedang mencari sesuatu. Hatinya begitu terluka ketika melihat wajah sendu Haziya sejak setengah tahun ini. Langit biru yang sering menjadi tempat teduhnya, berubah gelap pelita tiada rembulan. Kupu-kupu di matanya telah mati menghisap racun di tangkai duri. 

Rasanya baru kemarin mereka merayakan satu tahun pernikahan. Tawa-tawa bahagia telah meredup dan melepuh dalam tangis.  Kini, waktu terasa lamban berjalan. Berusaha melupakan, nyatanya setiap kenangan masih begitu jelas terpatri dalam ingatan meski telah dihapuskan.

Tidak ada kata pisah, apalagi kata cerai yang diucapkan Shabir untuknya, tetapi lelaki itu begitu mudahnya meruntuhkan langit biru miliknya. Lelaki yang pernah menghangatinya dengan kasih sayang rela membagikan selimut untuk tubuh lain. Bahkan, Shabir menikahi janda dua anak dan kini menjadikannya seorang janda kesepian. 

"Baiklah, biar aku yang bawa ke halaman belakang." Lidya memasukkan barang-barang yang berhubungan dengan Shabir ke dalam kotak, lalu dia segera menuju belakang dapur untuk membakar semuanya.

Haziya tidak mampu melihat semua tentangnya dengan Shabir menjadi debu hitam yang dimakan api. Dia memilih tetap di kamar. Selagi kedua orang tua tidak ada di rumah, Haziya menyuruh Lidya segera memusnahkan itu sebelum ayah dan ibu pulang.

"Kakak mau ke mana?" tanya Lidya heran ketika melihat Haziya keluar dari kamar. Lidya baru saja selesai menghanguskan semua barang kenangan. 

"Sebentar saja, nanti kalau ibu pulang bilang saja Kakak mau ke rumah Miska." Lidya tidak bisa melarang, dia tidak tega melihat kemurungan di wajah Haziya. Mungkin  sering bermain dengan temannya bisa sedikit mengusir mendung. Hujan yang bertandang di mata Haziya begitu lama reda, kantong mata semakin menjadi. Meski Haziya sering memaksakan senyum di depan keluarga, tetapi sebagai adik kandung dia bisa ikut merasakan kegetiran di hidup Haziya. 

Menjadi janda di usia muda bukanlah suatu hal yang membanggakan. Banyak ceomohan dari para tetangga. Luka ditinggalkan suami ditambah hinaan dari cibiran orang-orang, membuat Haziya kehilangan semangat hidup. Namun, dukungan dari keluarga dan sahabatnya selama ini menjadi penyemangat yang mewarnai keburaman hari-harinya. 

Inilah takdir yang harus dijalaninya, bukan kemauan dia menjadi janda. Haziya sudah mencoba mempertahankan pernikahan mereka. Namun, apa yang direncanakan dan diimpikan tidaklah seindah harapan. 

Haziya lebih memilih berpisah dengan Shabir daripada harus dipoligami, tepatnya menjadi istri yang diabaikan setelah Shabir menikahi perempuan lain yang sudah memiliki seorang anak. 

Haziya akan segera mengurus surat perceraian mereka, dia akan meminta fasakh suaminya. Menunggu lelaki itu mengucapkan talak hal sia-sia, karena beberapa kali Shabir mengatakan tidak akan menceraikannya. Sedangkan, kini Shabir telah melafalkan kembali janji suci dengan nama perempuan lain. 

"Mau ke mana, Ziya?" Tetangga melontarkan pertanyaan ketika Haziya hendak menyalakan sepeda motor.

"Ke rumah teman, Wak," jawab Haziya sopan, meski dia sering kali mendapati Wak Halim dan temannya menggosipkan dirinya pada teras rumah cokelat itu, tetapi Haziya mencoba bersikap seperti biasa, berpura-pura tidak tahu apa-apa.

"Temannya punya janda bolong, nggak?"

"Apa, Wak?" Haziya bertanya ulang karena pendengaran tidak terlalu jelas setelah memakai helm.

"Janda bolong ada nggak di rumah temanmu," teriak teman Wak Halim diselingi tawa. 

"Katanya satu pot harga bolong sampai seratus juta, lho. Satu daun saja dihargai lima belas juta, siapa tahu temanmu punya, minta sedaun saja." 

"Gila ya, harga janda bolong saja mahal gitu, apalagi harga janda sekarang?" 

"Oh, bunga ya, Wak? Nanti coba aku lihat ya, tapi sepertinya di rumah dia tidak ada bunga soalnya mereka suka pelihara ikan," terang Haziya tetap bersikap tenang, tidak ingin terusik dengan sindiran tetanggannya.

"Sudah, Kak, pergi saja nanti hujan dan petir lagi, takutnya Kakak terkena halilintar azab!" seru Lidya di ambang pintu, para ibu-ibu seketika terdiam. 

"Oh ya Kak, kalau ada bunga lidah tetangga nggak usah dibawa pulang ya, nggak bakal ada yang beli nggak ada harganya mending dikasih ke ikan nirwana saja," lanjut Lidya sengaja memanasi Wak Halim dan temannya.

"Jangan lupa angkat jemuran ya, Dik. Kakak pergi dulu, assalammualaikum," pamit Haziya segera melajukan motornya.

"Waalaikumsalam, hati-hati, Kak." 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Perpisahan Zaweel dan Haziya

    Miska menyiapkan segala keperluan untuk acara syukuran nanti malam di rumahnya. Sebagai seorang sahabat, dia senang akhirnya Haziya secara resmi berpisah dengan Shabir. Bahkan dia berencana untuk memperkenalkan Haziya dengan temannya yang masih single, nanti jika Haziya sudah terlihat lebih baik dan mulai membuka hati kembali.Namun, sebenarnya dia lebih suka jika Zaweel yang menjadi lelaki hebat untuk Haziya. Meskipun sikap Zaweel terkesan suka humoris, tetapi dia yakin jika Zaweel bisa melindungi sahabatnya dari gangguan mantan suami Haziya, apalagi dari tekanan Bu Karni, dan lain-lain.Miska sedikit tahu tentang perjodohan Zaweel dengan Safia, walaupun belum ada keputusan lebih lanjut. Monika pasti akan merencanakan perjodohan itu berjalan sesuai harapan mereka. Sekar dan Monika sudah bersahabat dan saling mengenal, serta keluarga mereka juga menjalin bisnis. Tentu saja bersatunya Zaweel dan Safia akan semakin meningkatkan hubungan persahabatan mereka.&n

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Keputusan Pengadilan

    Miska akan menginap di rumah Haziya malam ini, karena dia ingin menemani sahabatnya, serta akan ikut ke pengadilan besok. Sedangkan Zaweel sudah berpamitan sejak memasuki waktu ashar, dia shalat berjamaah di masjid terdekat bersama ayah Haziya. "Makasih ya Nak, kamu mau membantu putriku." "Sama-sama, Pak. Insya Allah besok kita pasti bisa menyudahi semua perkara ini." "Aamiin." "Kamu bakal balik ke Jakarta lagi setelah ini?" tanya Ayah Haziya ketika mereka menuju parkiran Masjid. "Iya, Pak, masih ada kerjaan di Jakarta," jawab Zaweel, dia juga enggan cepat balik ke kota karena merasa nyaman di sini. Namun, statusnya masih sebagai pengacara, dia harus profesional dan kembali melanjutkan profesinya. Ditambah perusahaan papanya yang juga membutuhkan dirinya. Meskipun dia tidak lagi bekerja di bidang pembela klien, Monika tidak akan membiarkannya menetap di Aceh. Zaweel harus menjadi penerus sang papa. "Semoga saja

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Zaweel Menepati Janjinya

    Haziya bersiap untuk ke rumah bimbingan belajar, dia akan mulai mengajar lagi hari ini. Miska menghubunginya ketika dia hendak ke Sigli."Assalamualaikum, kamu baik-baik saja, kan?" Miska terdengar khawatir di seberang. "Kenapa baru aktif nomornya?""Waalaikumsalam, Alhamdulillah baik-baik saja Miska. Maaf semalam lupa aktifkan ponsel," jawab Haziya jujur."Ada apa? Dia mencoba menghubungi kamu lagi makanya kamu harus matiin HP?"Tebakan Miska tepat sasaran, Haziya membenarkan karena dia tidak akan bisa membohongi sahabatnya yang sudah terlalu pandai membaca dirinya."Lelaki pecundang. Dia pasti mencoba menggelabui kamu lagi, pura-pura menyesal dan minta balikan padahal sudah punya istri baru. Ckck!" gerutu Miska kesal dengan sikap tak berpendirian Shabir."Masih banyak lelaki lain, jangan sampai kamu masuk ke lubang yang sama. Biarkan dia bersama Tante itu, nanti yang ada kamu malah dituduh sama Tante itu merebut sua

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Larangan Ayah Haziya

    Bu Laela berdiri di depan kompor, suasana hatinya berubah tidak karuan disebabkan kedatangan tamu tadi. Bahkan tadi dia sangat bersemangat untuk memasak rebung kala merah."Bu, biar aku saja yang masak. Ibu istirahat saja ke kamar!" saran Haziya meminta Bu Laela untuk tidak memaksakan diri memasak dalam keadaan tidak konsentrasi."Enggak apa-apa, Ibu bisa lanjutin. Kamu datang?" tanya Bu Laela seraya membuka penutup panci, memasukkan bumbu yang sudah dihaluskan untuk merebus ayam."Sekarang aku kembali harus dapat izin dari ayah dan ibu kalau mau ke mana saja, Bu. Jadi, aku bakal patuhi semua kata Ibu. Ibu jangan resah, aku enggak bakal datang tanpa izin dari kalian." Haziya tersenyum hangat memberikan ketenangan pada perempuan yang begitu disayanginya itu."Assalamualaikum, Bu!" Ayah Haziya masuk tergesa-gesa setelah mengucapkan salam. Dia langsung menuju dapur karena mencium aroma harum dari masakan yang sedang dimasak."Waalaikumsala

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Bu Karni Mengundang Haziya

    Bu Karni memandang mereka dengan senyum menyeringai, begitu juga dengan Vina di sebelahnya.Mengapa mereka datang ke sini?Suami Bu Laela sedang di luar, sedangkan Adil masih kecil tidak mungkin bisa kuat mengusir keduanya dari rumah. Bu Laela sendiri tidak mau membuat keributan yang menarik perhatian dari tetangga jika dia mengusir mereka."Ada apa?" ketus Bu Laela di tempatnya."Bu, kita duduk dulu yuk!" ajak Haziya. Dia bisa memahami ketidaksukaan Ibunya pada kehadiran Bu Karni, mantan besannya setelah perlakuan mereka terhadap Haziya selama ini. Namun, bagaimanapun mereka harus menghormati dan menghargai tamu."Ibu, sebentar ya aku ambilkan minum," tawar Haziya seraya membuat air untuk Bu Karni juga Vina. Sebagai tuan rumah dia harus menyajikan setidaknya minuman pada mereka, meskipun tamu tak diundang.&nbs

  • Suamiku Pengacaraku (Bahasa Indonesia)   Tamu Tak Diundang

    Lidya terpaksa harus kembali ke Lhokseumawe lagi sehari setelahnya. Haziya tidak ingin adiknya ketinggalan mata kuliah. Dia juga tidak mempermasalahkan jika Lidya tidak bisa hadir di persidangan keputusan nanti."Doakan saja Kakak, Dik. Kamu belajar yang rajin di sana, ya," pesan Haziya sebelum Lidya berangkat ke Lhokseumawe."Iya, Kak. Kabarin aku ya perkembangannya. Semoga dimudahkan dan Kakak bisa memulai hidup bahagia dengan baik.""Aamiin."Haziya memasukkan baju-baju ke dalam lemari setelah menyetrikanya. Dia berniat untuk istirahat sebentar sebelum masuk waktu shalat ashar.Namun, baru saja dia memejamkan mata, ponsel di atas nakas berdering yang menunjukkan nomor tak dikenal. Dia ragu mengangkatnya, karena khawatir jika panggilan tersebut dari Shabir, atau Vina.Haziya tidak mengangkatnya, tetapi penelepon tidak putus asa meskipun telah diabaikan hingga ke dua kali. Pada panggilan ke tiga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status