Home / Rumah Tangga / Suara Desahan di Kamar Anakku / 8 Melanjutkan Penyelidikan

Share

8 Melanjutkan Penyelidikan

Author: Miss_Pupu
last update Last Updated: 2023-03-24 11:35:24

Keesokan harinya saat mentari mulai menyapa pagi, aku sudah sibuk membuat sarapan di dapur. Sementara dengan pekerjaan rumah sudah ada Mba Parni membantu.

Ada rasa yang mengganjal di dalam dada karena Rani masih juga tak bisa dihubungi. Memang sedikit lega karena Mas Fery sudah menyewakannya hotel. Namun, suasana pagi jadi terasa berkurang setelah pertengkaranku dengan anak gadisku.

Dia anakku satu-satunya, tapi entah kenapa kini telah berubah jadi pembangkang. Apa benar kata Mas Fery kalau aku terlalu keras dalam mendidiknya? Tapi, itu semua aku lakukan semata-mata untuk kebaikan Rani agar disiplin dan bertanggung jawab.

Tak lama, Mas Fery keluar dari kamar dan duduk di kursi makan. Isi meja yang sudah siap dengan sajian sarapan dan Mas Fery menyantapnya tanpa basa-basi. Mungkin suamiku itu masih saja marah padaku.

"Kamu masih marah sama aku?" Aku bertanya pelan. Setidaknya, kalau Mas Fery sedang acuh maka aku yang perlu bicara duluan. Aku tak pernah ragu untuk meminta maaf jika salah.

"Enggak," jawabnya begitu singkat seraya mengoleskan selembar roti tawar dengan selai kacang kesukaannya. Wajahnya acuh tak sedikit pun melirik ke arahku, padahal aku duduk di hadapannya.

"Aku minta maaf atas cercaan pertanyaan kemarin. Aku hanya-" Belum sempat ungkapan ini aku selesaikan akan tetapi Mss Fery segera memotongnya.

"Sudahlah, tak usah dibahas lagi. Aku ingin sarapan. Hari ini ada meeting dengan client," potongnya.

"Ya, oke." Aku kembali diam. Menemani suamiku sarapan tanpa bicara lagi mungkin akan lebih baik.

Usai sarapan dan meneguk kopi susu kesukaannya, Mas Fery beranjak dari tempat duduk kemudian merapihkan jasnya. Aku mengikuti langkahnya yang berjalan terlebih dahulu menuju pintu utama.

"Mas, apa kamu bisa bertemu, Rani?" Aku bertanya sebelum Mas Fery masuk ke dalam mobilnya.

"Untuk apa? Aku tidak mau salah paham lagi. Biarkan aku jadi Ayah yang acuh saja pada anaknya," balas Mas Fery terdengar ketus.

"Aku kan sudah minta maaf, Mas." Aku membela diri.

"Lalu untuk apa aku menemui, Rani?" Mas Fery bertanya. Ketus dan acuh nyaris tanpa ada senyuman sedikit pun di bibirnya.

"Aku mau minta tolong, bawa Rani pulang. Aku memang marah pada Rani, tapi kemarahan seorang Ibu bukan berarti ingin jauh dari anaknya," pintaku dengan sendu. Aku menurunkan tatapan saat bola mata ini mulai berembun.

Mas Fery masih diam seperti tengah berpikir. Namun tidak lama ia pun menjawab, "Iya, aku usahakan. Tapi, aku tidak janji bisa membawa Rani pulang."

Aku menyeringai. Setidaknya, Mas Fery akan berusaha.

"Terima kasih, Mas," ucapku. Aku mengukir senyuman manis pagi ini, namun tak dibalas suamiku.

Mas Fery bergegas masuk ke dalam sedan hitamnya kemudian berlalu meninggalkan rumah, membelah jalan raya yang mulai sibuk dengan lalu lalang kendaraan di pagi hari.

Mas Fery jadi dingin. Sikapnya tak lagi hangat seperti dulu. Aku menghela napas kasar. Hanya bisa berharap kejanggalan di dalam dada ini segera terjawab. Aku bahkan masih belum tahu mengenai alat kontrasepsi di kamar Rani dan di tempat sampah tempo lalu.

Perasaan berkata lain dari jawaban Mas Fery, entah kenapa aku merasa yakin ada yang tengah Mas Fery tutupi di belakangku.

Tak lama, dering ponsel berbunyi di saku celanaku. Gegas aku merogohnya untuk melihat sang penelephone pagi ini.

"Siska." Aku segera menjawab sambungan telephone saat tahu kalau sahabatku yang menghubungi.

Benda pipih itu telah menempel di telinga. Aku menyapa dengan ramah, "Hallo, Sis. Kamu sudah siap?"

"Lima menit lagi aku sampai di rumahku. Bersiap-siaplah," kata Siska di ujung sambungan telephone.

"Oke!" Aku mengiyakan. Segera mengakhiri sambungan telephone dari Siska. Ada yang harus aku lakukan hari ini, yakni penyelidikan.

Semalam saat Mas Fery tidur lelap aku dan Siska menyusun rencana. Kami berdua memasang alat pelacak di dalam mobil Mas Fery. Tak lupa aku memasang alat penyadar suara di dalam sedan suamiku.

Siska memang cerdik. Dia selalu punya ideu yang meyakinkan. Dia bahkan yang menyewa orang untuk memasang alat-alat itu di mobil Mas Fery secara sembunyi agar Mas Fery tak menyadarinya. Beruntung Mas Fery tidur bagaikan orang pingsan sehingga misiku dan Siska berjalan lancar sampai pemasangan alat-alat itu selesai.

Bukan aku tak percaya dengan suamiku, lebih tepatnya aku kini meragukan pembelaaannya kemarin.

Saat pukul sembilan pagi aku telah siap dan berada di dalam mobil Siska, sahabatku. Kami berdua mulai menyalakan ponsel pintarku yang sudah tersambung dengan gps yang ada pada mobil Mes Fery.

Layar ponselku memperlihatakan titik lokasi keberadaan Mas Fery saat ini, dan yang mengejutkan posisinya bukan di kantor seperti yang seharusnya.

Titik lokasi keberadaan mobil Mas Fery berada di sebuah hotel.

"Apa Mas Fery tengah menemui, Rani?" pikirku.

Aku dan Siska saling melempat tatapan. Tanpa pikir panjang, Siska segera menyalakan mesin mobil lalu menginjak pedal gas menuju titik lokasi Mas Fery.

"Menurut kamu, suami kami tuh ngapain sih ke hotel lagi? Aneh banget pagi-pagi begini, bukannya kerja kok malah ke hotel," celetuk Siska sambil memainkan setir mobilnya sementara pandangannya tetap fokus ke jalan raya.

"Mungkin saja akan menjemput, Rani," jawabku masih berusaha berpikir positif. Padahal dalam hati sesungguhnya merasakan kecemasan.

"Kamu yakin?" Siska menekan lagi.

Aku mengangguk meski tak yakin, "Kemarin aku memintanya membawa Rani pulang."

"Semoga saja apa yang kamu pikirkan itu benar adanya," balas Siska.

Kami berdua kembali diam sampai akhirnya kami ketahui dengan terkejut saat mobil lokasi Mas Fery mulai berjalan dan berpindah. Sepertinya Mas Fery akan segera pergi. Kemana dia?

"Apa kamu sudah menyalakan alat penyadap?" Siska bertanya.

"Oh iya, aku akan nyalakan sekarang," jawabku segera.

Aku segera menyalakan alat penyadap. Aku penasaran dengan siapa Mas Fery di dalam mobilnya. Jika sendirian tentu tak ada suara percakapan di dalamnya.

"Sabar ya sayang."

Suara Mas Fery terdengar jelas. Sedang bicara dengan siapa dia? Sayang, panggilan yang sangat sensitif diucapkan dengan lancar oleh suamiku itu. aku dan Siska mendengar dengan jelas.

Kami berdua kembali mendengar dengan teliti percakapan yang keluar dari alat penyadap yang berada dalam genggaman tanganku.

"Aku akan transfer sepuluh juta agar kamu bisa jalan-jalan dan happy-happy bersama teman-temanmu. Kamu bisa menghabiskan uang itu. Sungguh, aku tak akan rugi dengan uang yang tak seberapa jika dibandingkan dengan permainanmu setiap malam. Aku selalu saja rindu dengan kamu."

Lagi, suara Mas Fery jelas sekali terdengar. Aku dan Siska kembali dibuat terkejut. Jantungku bahkan terasa hendak jatuh dari sarangnya.

Permainan setiap malam? Apa yang yang dimaksud Mas Fery adalah berhubungan badan?

Aku menggelengkan kepala seraya menutup mulut yang menganga dengan sebelah tangan karena terkejut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Sukri Suka
cerita ibu bodoh
goodnovel comment avatar
Ani Rohayani
c Mia bodohnya nggak ketulungan seperti bukan orang berpendidikan lebih cerdik siska
goodnovel comment avatar
Ellya Murjani
biadap kamu fery
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   334 Happy Ending

    Siang ini 40 hari sudah setelah kelahiran Yusra dan Yumna. Kediaman Yusuf nampak dipenuhi bunga serba putih. Semua dekorasi serba putih. Ini bukan sedang berpesta, melainkam sedang ada acara aqiqah si kembar Yusra dan Yumna.Dua bayi kembar yang lucu yang memakai pakaian muslim ala-ala bayi, sudah dibawa pengasuhnya masing-masing ke tengah-tengah pengajian. Sebagai rasa syukur yang luar biasa pada Tuhan, Yusuf dan Mia menggelar acara pengajian sekaligus aqiqahan untuk bayi kembarnya. Bukan hanya itu, Yusuf dan Mia juga mengadakan santunan anak yatim yang diundang dari salah satu panti asuhan yatim piatu di kota Jakarta. Yusuf berharap, anak-anak yang kurang beruntung itu bisa merasakan kebahagiaan yang kini tengah dia rasakan.Kediaman Zubair dipenuhi banyak jamaah pengajian dan anak yatim piatu yang hadir. Mereka membacakaan dzikir dan puji-pujian. Menggunting rambut si kembar Yusra dan Yumna secara bergantian.Seperti ada cahaya yang terpancar pada bayi kembar Yusra dan Yumna kali i

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   333 Hijrah

    Benar saja dengan apa yang sudah ditebak sebelumnya. Kediaman Zubair nampak ramai oleh suara tangisan bayi yang silih berganti. Sudah menjadi kebiasaan bayi yang pusarnya belum copot memang agak rewel. Akan tetapi Mia nampak piawai menghandle. Mungkin karena bukan yang pertama kalinya, jadi Mia sudah paham.Bayi kembar yang mungil nampak anteng apabila dalam gendongan Mia. Mungkin karena bayi kembar itu merasakan kenyamanan saat berada di dekat orang tuanya."Kenapa kalian tidak bisa menghandle? Bukankah kalian sudah pengalaman sebagai baby sitter! Dimana keahlian kalian?!" Suara Yusuf terdengar mengeras di kamar anaknya. Dia bicara pada dua pengasuh anaknya."Sstt! Mas, jangan begitu dong." Mia meluruskan jari telunjuknya di depan bibir.Rupanya Yusuf tengah memarahi dua baby sitter anaknya yang tampak tak bisa menghandle tugas. Dua anak kembar Mia dan Yusuf hanya bisa anteng dan tak menangis saat berada dalam dekapan mamanya."Habisnya mereka salah, Sayang. Kamu kan belum benar-bena

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   332 Bayi Kembar Datang

    Banyak sekali yang harus dipelajari Mia setelah operasi. Mulai dari belajar tidur miring kiri miring kanan, belajar bangun sendiri kemudian sampai berjalan.Yusuf mendukung Mia yang belajar dengan antusias. Saat ini bahkan Mia sudah berada di ruangan rawat inap. Banyak sekali perjuangan yang telah dia lakukan untuk anak kembarnya.Mia juga mulai memberikan asi pertamanya untuk kedua anak kembar, meski pun belum ada asi putih yang keluar. Anak kembar itu juga akan dibantu susu formula karena asi Mia belum keluar dan mungkin tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dua anak kembar."Sayang, anak kita cantik dan tampan ya. Mirip sekali dengan wajah mamanya. Mamanya cantik sih, jadi anaknya juga cantik dan tampan," kata Yusuf tanpa bisa berhenti menatap wajah anak kembarnya. Rasa syukur pada Tuhan pun ia ungkapkan berkali-kali atas rasa bahagia yang sangat luar biasa."Papanya juga tampan, Mas. Makanya saya jatuh cinta," balas Mia pada suaminya. Dia kini sudah bisa berbicara."Masa sih?" Y

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   331 Melahirkan

    Saat ini Mia masih berada di ruang rawat inap. Operasi akan dilakukan besok siang pukul sepuluh pagi. Mia tengah beristirahat membaringkan tubuhnya di atas bed pasien."Sayang, perutnya masih sakit?" Yusuf mengusap kening istrinya. Ia duduk di kursi yang ada di dekat ranjang. Dalam benaknya berkecamuk rasa. Khawatir cemas bercampur jadi satu. Apalagi saat melihat wajah Mia yang terlihat layu."Tak terlalu sakit, Mas. Semoga besok pagi operasinya lancar ya." Suara Mia terdengar lemas. Yusuf mengecup kembali kening Mia. "Sayang, tentu saja saya do'akan semoga operasinya lancar. Kamu dan bayi kita selamat. Kamu harus semangat dan kuat, karena ini adalah impian kita berdua," ia menyemangati."Iya, Mas. Saya akan berjuang. Saya akan semangat," balas Mia.Sejujurnya Yusuf tidak tega melihat Mia yang tiba-tiba meringgis kesakitan. Namun, jadwal caesar memang sudah ditentukan dan surat perjanjian sudah ditanda tangani. Ia tak tega melihat istrinya kesakitan. Andai tak malu dengan diri sendir

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   330 Tiba-tiba Sakit Perut

    Yusuf dan Mia telah sampai di depan rumah sakit. Mereka langsung duduk di kursi tunggu karena nomor antrian telah diambilkan oleh anak buahnya.Yusuf mengusap perut Mia. Walau di depan banyak orang, Yusuf tak mau perduli. Rasa sayangnya pada Mia menutup matanya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Nyonya Mia Lestari!"Saat namanya dipanggil, Mia dan Yusuf langsung berdiri. Dia segera masuk ke ruang Dokter kandungan.Setelah ditanya-tanya sebentar, Dokter langsung menyuruh Mia berbaring di atas bed pasien. Perut buncitnya dioleskan cairan dan alat USG langsung ditempelkan pada perut Mia.Bola mata Yusuf seketika berkaca-kaca melihat calon anaknya pada layar monitor."Selamat ya, Pak. Tuhan memberikan bayi kembar. Sepertinya jenis kelaminnya sepasang ni," kata Dokter sambil terus menempelkan alat USG di perut Mia. Sementara layar monitir menampilkan hasilnya."Apa! Kembar, Dok?" Yusuf terbelalak. Pun dengan Mia yang terkejut."Serius, Dok?" Timpal Mia. Mulutnya sedikit terbuka k

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   329 Pulang

    Pagi hari di cappadocia.Sinar matahari telah masuk menerobos jendela kamar. Keduanya masih asik dalam mimpi indah usai bergelut dalam permainan panas semalam.Mata Mia menyipit saat mulai membuka kelopak matanya. Ia sadar dari mimpi indah semalaman tadi. Ia terkejut saat sadar telah bangun keiangan."Ya ampun! Kesiangan!" Mia bangkit dari tempat tidur. Dia bahkan masih memakai lingerie berwarna silver sisa semalam. Ia menuju kamar mandi dan akan segera membersihkan tubuhnya.Perut mulusnya mulai terlihat membuncit. Mia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terlihat basah. Sepertinya harus segera dikeringkan. Melihat ke atas ranjang, Yusuf tampak masih terlelap dalam tidurnya. Cuaca dingin membuat suami Mia tampak nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang hanya memakai bokser saja."Sayang, jam berapa?" Suara serak pria yang masih terbaring di atas ranjang, tampak membuka sedikit kelopak matanya. Terlihat kelelahan."Sudah siang, Mas. Cepetan mandi. Katanya mau ng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status