Share

Ada apa?

Author: Lanlia
last update Last Updated: 2021-05-23 15:26:52

Mata Sansan melebar, sedangkan Raqib mengangguk meyakinkan. 

"Lo kenal di mana?" tanya Sansan.

"Dia ini bos di tempat gue kerja," jawab Raqib santai.

"Hah, bos?"

"Iya. Pak Zidan Leonli. Cowok yang diidam-idamkan karyawan kantor. Untung gue nggak. Sayangnya dia udah punya pacar."

Dahi Sansan mengkerut. Pria itu sudah memiliki kekasih dan masih saja ke club? Sansan semakin membenci lelaki seperti itu.

"Emang kenapa? Lo punya utang sama dia?" 

Sansan berdecak pelan. Ia menggeleng menjawab pertanyaan Raqib.

"Tujuan lo apaan, sih, San?" tanya Atid.

"Udah, deh. Kalian gak usah kepo, ya. Gue mau balik dulu. Bye!" 

Sansan menarik tasnya, lalu berjalan ke dapur. Ia akan berpamitan dulu dengan Amira. 

***

Zidan mengetuk meja di depannya beberapa kali. Menunggu memang membosankan, tetapi Zidan harus mempunyai kesabaran. 

"Sorry, lama. Tadi macet." Itu merupakan alasan klasik yang selalu digunakan saat terlambat. Namun, Zidan hanya mengangguk tak ingin memperpanjang.

"Apa kabar?" tanya Zidan memulai obrolan mereka malam ini. Reni sudah duduk di depannya sekarang.

"Seperti yang kamu lihat."

"Doni kabarnya gimana?"

"Tanya sama Doni-nya, lah. Kenapa nanya sama aku?"

"Ya, kan, kamu pacarnya," sindir Zidan.

"Udah, deh. Kalau kamu mau berdebat sama masalah itu, aku pergi aja sekarang." Reni bangkit hendak beranjak dari situ, tetapi Zidan langsung menahan gadis itu dan menyuruhnya duduk kembali.

"Aku nunggu kamu hampir dua jam, loh. Masa kamu main pergi aja."

"Ya udah cepat. Kamu mau ngomong apa?" tanya gadis berambut pendek dan beralis tipis itu.

"Kamu benar-benar ingin mengakhiri hubungan kita?" tanya Zidan serius.

"Sudah berulang kali, kan, aku bilang sama kamu. Aku gak mau nikah muda. Aku mau menikmati masa mudaku dulu, Mas!" 

"Ya udah. Berarti, kamu rela, kan, aku menikah dengan orang lain?"

"Ya, terserah kamu. Aku nggak ada hubungan lagi sama kamu. Jadi, tolong urus diri kamu sendiri."

"Oke, jika itu yang kamu mau. Terima kasih untuk dua tahun ini."

"Tidak perlu berterima kasih, karena kemarin aku cuma mau main-main sama kamu. Aku sudah menyukai Doni sejak dulu," ucap Reni menusuk. Sakit? Tentu saja. Ternyata hanya Zidan yang tulus mencintai Reni.

"Jangan pernah temuin aku lagi," ucap Reni pergi meninggalkan Zidan di sana.

Zidan mengacak rambutnya frustrasi. Ia ingin menikah dengan wanita yang ia cintai dan Reni adalah wanita itu, tetapi tampaknya tidak ada lagi Zidan di hati Reni.

Reni keluar dari kafe itu dan langsung menuju mobil Doni. 

"Udah, Sayang?" tanya Doni.

"Udah. Tapi, kamu serius, kan?"

"Serius, dong." Doni mendekati muka Reni, lalu mencium pipi gadis itu pelan.

"Aku nggak akan ninggalin kamu," ucap Doni tersenyum.

"Makasih, Sayang," ucap Reni mengusap pipi Doni.

"Ya udah, yuk! Kita bersenang-senang malam ini."

"Yuk!"

Doni merangkul pundak Reni masuk ke dalam mobilnya. Doni tersenyum miring, lalu masuk ke pintu pengemudi. 

***

Satu minggu berlalu dengan cepat. Sejak kejadian itu, Sansan tidak lagi pergi ke club. Ia masih trauma dan tidak ingin terjadi hal yang sama untuk kedua kalinya.

Siang ini, Sansan mengantarkan Nuni ke rumah sakit untuk terapi kakinya. Dua tahun yang lalu, Nuni dan suaminya kecelakaan, menyebabkan kaki Nuni patah. Maka dari itu, sampai sekarang Nuni harus rajin terapi, agar kakinya bisa normal kembali. 

"Nek, nanti kalau udah selesai terapinya, telepon aku aja, ya. Biar aku jemput, soalnya aku ada urusan sebentar."

"Baik, Nak."

"Ya udah. Aku tinggal sebentar ya, Nek," ucap Sansan. Nuni mengangguk saja.

Nuni duduk di ruang tunggu, untuk menunggu antrean namanya. Tiba-tiba ada seseorang yang duduk di sebelah Nuni. 

"Kamu beneran gak bisa jemput Mama?" tanya wanita di sebelah Nuni pada anak laki-lakinya.

"Nggak, Ma. Nanti Mama pulang sendiri aja, ya. Soalnya aku lembur sampai malam."

"Ya udah, deh."

"Yang penting, kan, aku udah nganterin Mama."

"Iya-iya. Ya udah, sana. Kembali lagi ke kantor."

"Iya, Ma."

Wanita itu tampaknya mendengkus saat anaknya sudah pergi meninggalkannya. Nuni hendak menyapa wanita yang seumuran dengan anaknya, tetapi namanya dipanggil untuk terapi. Nuni bangkit dan berjalan masuk ke ruangan.

Wanita yang duduk di samping Nuni menatap heran. Seperti kenal dengan nama itu.

***

Sansan mengambil uang di ATM. Ya, inilah alasan ia pergi meninggalkan Nuni tadi. Ia sudah tidak memiliki uang cash untuk membayar biaya terapi. Sisa uang di rekeningnya pun sudah menipis, karena Sansan tidak ke club lagi.

Saat mendorong pintu, mata Sansan beradu dengan seorang pria yang tak asing baginya. Sansan menatap mata itu tajam, dehaman laki-laki itu membuat Sansan tersadar dan langsung menundukkan pandangannya. 

"Itu kan ...." Sansan sangat yakin jika pria itu adalah Zidan, tetapi pria itu tak mengetahui dirinya adalah Sansan. Apakah karena penampilan Sansan yang memakai baju panjang dan jilbab syari ini membuat Zidan tak mengingatnya?

Pintu ATM kembali terbuka dan Sansan masih di sana. Ia kembali menatap Zidan. Mencoba mengetes pria itu. Namun, Zidan hanya menaikkan satu alisnya. "Ada apa ya, Mbak?" tanya Zidan heran.

"Eh, ngg--nggak," jawab Sansan langsung menunduk.

Zidan hanya mengangkat bahu, ia merapikan jasnya, lalu melangkah meninggalkan Sansan di sana.

"Dia benar-benar nggak tahu siapa gue," ucap Sansan terkejut.

Dering telepon Sansan mengalihkan semuanya. Ia langsung menatap nomor tidak dikenal yang muncul di layar ponselnya. Tanpa pikir panjang, Sansan langsung mengangkat telepon.

"Halo?"

"Assalammualaikum, Nak. Ini Nenek."

"Waalaikumsalam, Nek. Nenek pakai HP siapa, nih?" tanya Sansan terkejut.

"Oh, ini ... udah, nanti aja Nenek jelasin. Kamu kembali ke sini ya, Nak. Nenek udah selesai terapinya."

"Oke, Nek. Aku ke sana sekarang."

"Iya, Nak. Nenek tunggu, ya."

"Siap, Nek."

Sansan jadi penasaran, HP siapa yang dipakai oleh neneknya itu? 

***

"Bagaimana, Bu?"

"Cucu saya mau ke sini jemput. Terima kasih, ya."

"Sama-sama, Bu." 

Nuni mengembalikan ponsel itu kepada pemiliknya. Nuni tidak bisa menelepon Sansan, karena kehabisan pulsa. Maka dari itu, Nuni hendak meminjam ponsel wanita yang duduk di sebelahnya. Ternyata, wanita itu adalah ... Wanti—mama Zidan.

Tiba-tiba Wanti menangis dan langsung memeluk Nuni yang membuat wanita tua itu terkejut.

"Ibu sama sekali tidak mengenaliku?" tanya Wanti terisak.

"Ma--maaf, namamu siapa?" tanya Nuni. 

"Aku ... aku Wanti, Bu."

"Wanti?" Nuni terkejut dan langsung menutup mulutnya tidak percaya.

Wanti dan Nuni saling mengenal. Ada apa di antara keduanya?

***

Bersambung

***

Buat yang mau tahu apa yang terjadi, baca chapter selanjutnya, ya. 

Terima kasih yang udah mau baca. Semoga suka:)

Salam hangat,

~Amalia Ulan

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suddenly Married   Penyesalan

    Zidan tak bisa membendung air matanya. Di depannya terdapat gundukan tanah yang masih bewarna kemerah-merahan, bersama papan nisan yang baru saja ditancapkan.Zidan mengusap air matanya. Penyesalan memang datangnya di akhir, jika datang di awal, mungkin Zidan tidak akan menangis di sini sekarang."Maaf," lirih Zidan mengusap papan nisan itu."Maafin aku, Zid," lirihnya. Gigi Zidan gemertak, tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.Seseorang yang sangat ia cintai, yang Zidan harapkan hidup bahagia bersamanya, ternyata dengan cepat meninggalkan Zidan.Isakan Zidan terdengar jelas. Air matanya berlinang deras. Hanya menangis yang mampu Zidan lakukan sekarang.Apakah ia sudah gagal? Zidan gagal sebagai ayah. Ia terlalu bodoh."Maafin aku, Zid. Maafin aku, nggak bisa nyelamatin anak kita. Gara-gara aku, anak kita tidak jadi lahir dengan selamat!"Bayi Zidan dan Sansan tak berhasil diselam

  • Suddenly Married   Kebencian

    Sansan hanya bisa terbungkam, tak dapat berbicara. Benarkah seorang Raqibta, sepupu yang paling dekat dengannya ternyata membencinya selama ini?Apa salah Sansan? Apa yang sudah diperbuat Sansan sampai Raqib membencinya?Mobil Raqib menepi untuk berhenti. Keduanya sama-sama tak membuka suara, keheningan pun melanda."Kenapa lo bisa benci sama gue?" tanya Sansan.Raqib tertawa pelan. "Lo masih tanya kenapa?""Gue bahkan masih anggap omongan lo tadi bercanda, Ra. Lo nggak nge-prank gue, kan?" tanya Sansan yang masih setengah percaya."Buat apa gue buang-buang waktu nggak jelas gitu. Gue ulangi sekali lagi. Gue ... benci sama lo!" Nada bicara Raqib pun berubah dratis, tak seperti biasanya.Air mata Sansan lolos begitu saja. Ia menepuk-nepuk pipinya, memastikan sekali lagi apakah ini mimpi buruknya, akan tetapi Sansan harus menerima pahitnya kenyataan jika ini semua adalah nyata."Gue

  • Suddenly Married   Kejujuran

    Kejujuran itu menyakitkan jika diungkapkan, tetapi juga pahit jika disembunyikan. ~Lanlia***Beberapa bulan kemudian ....Kini, kandungan Sansan sudah memasuki bulan ke-9. Ia sudah sering marathon dan memperbanyak gerak, agar nanti proses persalinan lebih lancar.Rumah tangga yang dijalani Sansan dan Zidan tentunya tidak selalu berjalan mulus. Apalagi saat Sansan baru mengetahui, jika suaminya itu sangatlah pencemburu.Saat itu, Sansan tak sengaja bertemu dengan teman SD-nya yang laki-laki dan dilihat oleh Zidan, suaminya itu langsung cemburu dan mendiamkannya selama dua hari. Padahal teman cowok Sansan itu hanya mengundangnya ke acara pernikahannya.Sansan kadang tertawa melihat Zidan yang sangat posesif, akan tetapi jika terlalu cemburuan jugalah tak baik. Harusnya mereka saling percaya saja, kan?"Zid, kandungan kamu sudah besar, ya, udah kayak sembilan bulan aja. Padahal tiga bulan lagi b

  • Suddenly Married   Happy Birthday

    Sansan tersentak dari tidurnya. Entah kenapa suasana tampak mengusiknya yang sedang terlelap. Mata Sansan mengerjap. Gelap! Pantas saja. Dirinya, kan, tak bisa tertidur jika mati lampu.Sansan meraba ke samping. Kosong! Ke mana Zidan? Kenapa suaminya itu tak berada si sebelahnya? Namun, Sansan tak sengaja menyentuh sesuatu di bantal Zidan. Tiba-tiba ada cahaya yang menerangi kamar. Lampu kelap-kelip pun tampak mengelilingi seisi kamar. Sansan pun terduduk di atas kasurnya.Apa yang terjadi? Sansan masih terheran-heran. Ia pun terkejut menatap lantai kamar yang sudah berserakan kelopak mawar merah. Sansan pun berniat turun. Ia juga terkejut, karena melihat pintu balkon kamarnya terbuka.Kaki Sansan pun tergerak untuk melangkah ke arah balkon. Ia seperti menatap bayangan seseorang di sana. Jangan-jangan maling, pikir buruk Sansan.Saat dirinya sampai di balkon. Tidak ada siapa-siapa. Sansan menatap ke langit malam yang bertabur binta

  • Suddenly Married   Oh, Ternyata

    Apa yang terjadi semalam? Kenapa bisa ada Sansan palsu? Ini semua ternyata sudah menjadi rencana dari Sansan sendiri.Setelah Zidan selesai menelepon kemarin. Sansan sangat panik. Ia tak tahu harus berbuat apa dan memikirkan apa yang akan terjadi nanti malam jika Zidan tahu rahasianya.Namun, selang beberapa menit, ketukan pintu memecahkan lamunan Sansan. Ia pun segera ke ruang depan untuk melihat siapa tamu yang tak diundang itu datang.Mata Sansan melebar saat mengetahui siapa yang datang. Refleks Sansan pun memeluk seseorang itu."Raqib," lirih Sansan pelan.Ya, yang datang ke rumahnya tiba-tiba itu adalah Raqibta. Ada apa Raqib datang kemari? Bukannya ia sudah kecewa dan tak ingin bertemu Sansan lagi? Setelah pernyataan yang diungkapkan Sansan dulu, Raqib sama sekali tak menghubungi Sansan lagi, bahkan nomor Sansan dibloknya. Mereka putus kontak.Maka dari itu, melihat Raqib datang kemari, membuat Sans

  • Suddenly Married   Apa yang Terjadi?

    Malam ini, Zidny benar-benar sudah berada di taman. Ia pun hanya menunggu kedatangan Zidan yang katanya sebentar lagi sampai.Sebenarnya Zidny begitu deg-degan, tetapi ia berusaha menyembunyikannya dan mencoba terlihat biasa saja. Zidny tak boleh lengah.Taman ini begitu ramai. Orang berlalu-lalang dan terdapat banyaknya yang menjual berbagai makanan. Tak dipungkiri jika Zidny tergoda untul mencicipinya. Akan tetapi, ia sudah membawa bekal. Zidny membawa kue yang ia buat siang tadi—spesial untuk Zidan."Hmm ... kue ini, kan, emang untuk Mas Zidan. Nggak-nggak, aku harus beliin satu lagi!"Zidny lalu melangkah membeli beberapa makanan yang tampak di depan matanya, ada sate, bakso, cilok, dan somay."Nah, lengkap!" ucapnya. Ia pun kembali duduk di kursi yang dilengkapi meja itu."Mana, sih, Mas Zidan. Katanya bentar lagi," ucap Zidny kesal."Ini udah datang," ucap Zidan tiba-tiba sudah ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status