Share

Resepsi

"Aku mau ngomong sesuatu," ucap Zidan yang membuat jantung Sansan berdetak tak karuan. Apakah Zidan mengetahui siapa Sansan yang sebenarnya?

"Saya tahu kau pun sama kagetnya dengan pernikahan dadakan ini, tapi kau tenang saja, saya akan menafkahimu dan memberikan semua kebutuhanmu." 

Dahi Sansan mengkerut saat Zidan berubah berbicara formal padanya. Ia jadi bingung untuk menjawab. 

"Terima kasih, Pak Zidan."

Mata Zidan melotot saat wanita yang sudah sah menjadi istrinya itu memanggilnya dengan sebutan Pak. Apa ia tak salah dengar?

"Kau memanggilku Pak?"

Sansan menunduk, menahan cekikikan yang akan keluar dari mulutnya. 

"Iya, karena aku tahu Pak Zidan tampak lebih dewasa. Sangat jauh dengan umurku yang masih belasan," ucap Sansan sopan, dengan suara yang lembut dan pelan.

Zidan mengusap mukanya pelan. Baru mengetahui jika istrinya adalah seorang remaja. Apakah mamanya tak salah pilih? 

"Jadi, kau masih kecil?"

"Umurku masih delapan belas tahun, Pak," ucap Sansan.

Zidan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ini artinya bukan ia yang akan dilayani seoranh istri, tetapi dirinyalah yang akan menjaga anak kecil itu. 

"Anak kecil ...."

Sansan menatap Zidan tak terima dikatakan anak kecil. "Aku udah besar," protes Sansan.

"Ah, sudahlah, anak kecil," ucap Zidan melangkah pergi meninggalkan Sansan. 

***

Acara resepsi yang diadakan malam ini sangat mewah. Acara dilaksanakan di hotel berbintang milik keluarga Zidan. Para tamu undangan pun beramai-ramai memadati tempat.

Tempat yang dipilih adalah outdor, sehingga dari sini bisa langsung menatap langit malam tanpa penghalang. Bintang tampak bertaburan mengindahi acara malam ini. Cuaca pun mendukung. Malam ini sangat indah.

Tema resepsinya adalah kristal. Ada banyak juntaian kristal. Warna silver adalah pilihan Zidan. Alhasil, para tamu datang memakai baju bewarna silver. 

Kaki Sansan dan Zidan sudah terasa membengkak, karena berdiri sejak tadi melayani tamu yang tak berhenti untuk bersalaman kepada mereka. Ucapan selamat dan doa-doa sudah melimpah diterima oleh Zidan dan Sansan.

"San! Udah nikah aje lo, San!" ucap Raqib yang langsung membuat Sansan menutup mulut sepupunya itu. 

"Jangan panggil gue Sansan! Lo kan tahu, orang-orang di sini tahunya nama gue Zidny!" ucap Sansan, lalu melepaskan bekapannya pada Raqib. 

"Oke-oke, sorry." 

Untung saja musik yang dimainkan oleh band di pentas sana sangat kencang, sehingga suara Raqib tak terdengar jelas oleh Zidan. Lagipula suami Sansan itu tengah asyik juga mengobrol dengan temannya. Sansan jadi bisa bernapas lega.

"Selamat, Sist! Bahagia, ya!" ucap Atid pula. Mereka pun berpelukan singkat.

"Thank you, Guys. Kalian udah datang, walaupun pas nikahan gue tadi kalian nggak hadir."

"Ya lo main nikah aja, Sa--eh, Zid. Kita kan gak tahu, kita kaget dengar lo udah nikah aja. Terlalu mendadak tau, nggak."

"Ya, maaf ... ini, kan, juga rencana Nenek gue."

"Jadi, ini maksud lo nanyain tentang Pak Zidan? Karena lo mau nikah sama dia?" tanya Raqib berbisik di telinga Sansan.

Sansan hanya mengangguk saja. Sebenarnya bukan itu alasannya, tetapi ... ah, sudahlah, semua serba kebetulan.

"Eh, Bro! Lo nggak kenalin istri lo ke gua gitu?" tanya Rifan menatap Sansan. 

Zidan tiba-tiba menarik Sansan, merangkul pundak istrinya itu pelan. 

"Ini Zidny, istri gue. Kenalin, Zid, ini Rifan teman aku," ucap Zidan memperkenalkan mereka. Rifan mengulurkan tangannya, tetapi Sansan hanya menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada, isyarat tidak usah bersalaman. Rifan menarik tangannya kembali. Alim banget istri si Zidan, ucap Rifan dalam hati.

Raqib dan Atid yang melihat tingkah Sansan jadi senyum-senyum sendiri, karena tidak biasanya Sansan menolak uluran tangan seseorang untuk berjabat tangan. Apakah ini bukti, jika Sansan sangat menghormati suaminya?

***

Acara sudah selesai tepat pada jam 23:00 WIB. Zidan dan keluarganya langsung pulang ke rumah. Tidak terkecuali dengan Sansan yang ikut dengan Zidan. Nuni pun ikut ke rumah Zidan, karena Sansan tidak ingin neneknya itu tinggal sendiri di rumah.

Sansan terpaksa mandi, karena badannya sangat terasa gerah. Berbeda dengan Zidan yang langsung tepar dalam keadaan masih memakai baju resepsinya.

Setelah selesai mandi, Zidny memakai baju tebal dan tetap memakai hijabnya. Ia tak akan mau berpenampilan sexy di hadapan Zidan. Bisa-bisa suaminya itu tahu jika ia adalah Sansan yang di club itu.

Sansan membuka pintu kamar mandi pelan, untung saja tadi ia membawa baju ke kamar mandi, jadi ia bisa keluar dengan penampilan lengkap.

Semua pakaian dan barang yang diperlukan oleh Sansan memang sudah dipindahkan ke rumah Zidan setelah akad nikah tadi, karena memang setelah menikah Sansan akan tinggal di rumah Zidan.

Sansan menatap Zidan yang sudah terlelap. Tangan Sansan menepuk pipi Zidan, mencoba membangunkan pria itu.

Tepukan Sansan yang semakin kencang membuat Zidan terkejut dan langsung memegang pipinya yang terasa perih. Zidan meringis pelan lalu menatap Sansan.

"Kenapa?" tanya Zidan.

"Eum ... anu, Pak. Pak Zidan nggak mandi? Atau ganti baju?" tanya Sansan. 

Zidan yang sudah kecapekan pun kembali merebahkan badannya. Tangannya tiba-tiba menarik Sansan mendekatinya, karena tidak siap, Sansan tersungkur tepat di badan Zidan.

Hidung mereka tak sengaja bersentuhan, bola mata mereka pun saling adu pandang. Helaan napas Zidan yang hangat menyapu wajah Sansan. Buru-buru Sansan bangkit, sebelum tatapan itu berlangsung lama.

"Baring sini, anak kecil!" suruh Zidan menepuk kasur di sebelahnya.

"Nggak mau, Pak Zidan ganti baju dulu sana!" suruh Sansan.

"Setelah aku mengganti baju, kau mau tidur denganku?" tanya Zidan.

"Iya."

"Oke," ucap Zidan langsung bangkit.

Sansan yang sudah degdegan sejak tadi mengembuskan napasnya. Ia sangat takut jiaka Zidan mengenalinya. Jangan sampai jangan sampai!

Tak lama kemudian Zidan sudah selesai berganti pakaian. Ia langsung kembali berbaring di kasur. Namun, Sansan masih berdiri di sampinh ranjang.

"Anak kecil, kemarilah!" suruh Zidan memanggilnya.

"Layani aku, anak kecil!"

Jantung Sansan berdetak tak karuan. Ia bukannya tak mau melayani suaminya itu, tetapi Sansan hanya takut jika rahasianya terbongkar.

"Ayolah!" suruh Zidan.

Sansan akhirnya mendekati ranjang, lalu mulai menaiki kasur. Namun, saat Sansan sudah mulai berbaring di samping Zidan. Pria itu lantas bangkit dan tersenyum simpul ke arah Sansan.

Senyum itu bukanlah senyum yang tulus. Sansan bisa melihat senyum yang dipancarkan oleh Zidan bukanlah senyum yang baik. Apa maksud senyum itu?

"Zidny, ...."

***

BERSAMBUNG

****

Lanlia

Hai Semua. Terima kasih bagi yang udah mau membaca, semoga suka, ya. Jangan lupa vote dan komen ya biar aku makin semangat hihi. Terima kasih. Salam hangat, ~Amalia Ulan

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status