Share

Sultan Dianggap Upik Abu
Sultan Dianggap Upik Abu
Penulis: Pena Merah

Bab. 1 Arisan Keluarga

"Mel kamu bereskan ruang tamu ya!" kata Santi kakaknya Yusuf.

"Loh kok aku mbak? Kan aku gak ikutan kumpul-kumpul disana tadi," protes Melinda.

"Terus siapa lagi dong? Aku? Hari ini Siti pembantunya bude Ami gak masuk lagi sakit dia. Jadi kamu yang cuci semuanya," titah Santi berlalu meninggalkan Melinda karna tak mau dibantah lagi.

Hari ini keluarga besar Yusuf melangsungkan arisan bulanan keluarga. Kebetulan diadakan dirumah bude Ami, saudara tertua dari mamanya Yusuf. Berhubung Melinda baru menikah dua bulan bersama Yusuf, pertemuan ini juga menjadi perkenalan pertamanya dengan keluarga besar suaminya.

"Loh kok masih diam aja? Diluar banyak loh piring dan gelas kotornya. Cepat dicuci," ucap bude Ami mengagetkan Melinda.

"Ah iya bude," jawab Melinda agak gugup. Melinda langsung mengambil piring dan gelas kotor untuk dibawa ke wastafeel kemudian dicucinya. Padahal saat dirumahnya sebelum menikah dengan Yusuf, Melinda tidak pernah melakukan pekerjaan ini. Karna semua sudah dikerjakan oleh Yati, pembantu rumah tangga dirumah orangtuanya.

"Kalau sudah selesai kamu sapu dan pel langsung lantainya hari ini juga!" perintah bude Ami lagi.

Melinda hanya mengaguk dan terus mencuci piring-piring kotor. Meskipun tidak pernah melakukannya sebelumnya, tapi ini bukan pekerjaan yang susah untuk Melinda. Semua orang pasti bisa melakukannya.

Suara dering ponsel dari saku daster yang dikenakan oleh Melinda menghentikan pekerjaannya. Saat dilihatnya ternyata Yusuf yang menelponnya. Langsung saja Melinda menjawab panggilan dari suaminya.

"Assalamualaikum, Mas!" ucap Melinda saat panggilan terhubung.

"Waalaikumsalam, yank. Bagaimana dirumah bude Ami? Kamu senangkan bisa kenal dengan keluarga besarku?" jawab Yusuf diseberang sana. Ya, Yusuf memang tidak bisa ikut bergabung dengan keluarganya karna harus pergi keluar kota untuk mengurus pekerjaannya.

"Rame mas,"

"Iya memang rame yank. Apalagi kalau dikumpulkan dengan keluarga papa jadi tambah rame," sahut Yusuf.

"Iya mas. Kamu lagi ngapain? Kapan pulang?" cecar Melinda.

"Lusa kayaknya. Kenapa yank? Kangen kah?"

"Iya gitu deh mas. Soalnya ini kali pertama aku ditinggalkan saat kita menikah," balas Melinda.

Sudah dua minggu Yusuf pergi meninggalkan Melinda karna pekerjaannya. Dengan terpaksa Melinda pun mengizinkan Yusuf pergi, meski dengan berat hati. Melinda juga terpaksa mengikuti keinginan Yusuf untuk tinggal dirumah orangtuanya karna rumah mereka masih dalam proses pembangunan.

"Sabar ya sayang. Bentar lagi aku pasti pulang kok," kata yang diucapkan oleh Yusuf menambah rasa kangen di hati Melinda.

"Aku tunggu loh mas. Udah dulu ya, aku lagi bantu-bantu dirumah bude Ami. Nanti kalau udah sampai rumah ku telpon lagi ya Mas," ujar Melinda mengakhiri panggilan dengan suaminya.

"Iya sayang. Jangan capek-capek ya, jaga kandunganmu," balas Yusuf.

Ya, benar. Melinda memang lagi mengandung benih cintanya dengan Yusuf. Bahkan dokter juga berpesan jangan terlalu capek karna usia kandungannya baru dua minggu, masih sangat rawan soalnya.

Melinda pun meneruskan pekerjaannya. Namun teriakan dari mbak Santi menghentikan pekerjaannya lagi.

"Mel cepat disini masih banyak nih!" teriak mbak Santi.

Membuat Melinda langsung berlari keluar. Namun, betapa terkejutnya Melinda saat melihat semua orang justru sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Tidak seperti dugaan Melinda yang mengira mereka saling membantu. Piring-piring masih berserakan sama seperti saat Melinda pergi ke dapur tadi.

"Itu Mel disana! Kamu bereskan dulu, kemudian kamu cuci ya. Kenapa malah melamun begitu?" ucap bude Ami sambil menunjuk kearah piring dan gelas yang berserakan.

Melinda nampak mematung memikirkan. Kenapa hanya dia yang bekerja disini? Kenapa hanya dia yang disuruh membereskan semua ini? Bukan kah disini juga banyak keponakannya yang lain. Kenapa tidak disuruh juga? Kenapa hanya Melinda yang dijadikan babu?

"Kenapa malah diam aja Mel? Bude tahu kok kalau ini adalah pekerjaanmu sebelum kamu menikah dengan Yusuf!"

"Kenapa hanya aku saja yang disuruh mengejakan semua ini bude?" tanya Melinda.

"Ya iyalah kamu Mel. Kamu kan hanya bisa bantu tenaga saja disini. Gak mungkin kan kamu bisa kayak Dina?" ujar bude Ami membuat Melinda bingung akan perkataannya.

"Ma aku haus. Pengen es jeruk!" ujar Syifa anaknya mbak Santi.

"Tolong kamu ambilkan es jeruk didalam kulkas sekalian ya Mel. Syifa haus katanya," mbak Santi kembali menyuruh Melinda. Padahal pekerjaan itu sangat mudah. Tapi tak dilakukannya.

"Aku mbak?" tanya Melinda menunjuk dirinya sendiri.

"Iya lah. Siapa lagi memangnya yang namanya Melinda disini? Cuman kamu doangkan?" ketus mbak Santi.

"Udah sana kamu ambilin. Sekalian kamu bawa piring-piring kotor itu kebelakang!" bude Ami menengahi tapi masih menyuruh Melinda.

"Tapi kan mbak Santi bisa mengambilnya sendiri,"

"Kamu ini diminta tolong malah protes? Ini keponakan kamu loh yang haus, gak ikhlas kah?" balas mbak Santi.

"Bukan kah dia juga anak mu mbak?" ucap Melinda dalam hati. Tapi dia memilih diam dan melanjutkan pekerjaannya. Ia tak mau memperpanjang masalah lagi.

Tapi tetap saja Melinda bertanya-tanya dalam hatinya. Kenapa dia diperlakukan begini? Apa karna dia anggota baru dikeluarga ini? Atau karna bajunya tak sebagus dengan anggota keluarga yang lain? Melinda sempat melirik kearah Dina tadi yang tampil mewah sangat berbeda dengannya karna hanya mengenakan daster. Karna daster adalah pakainan favorit Melinda, tidak gerah dan tidak ribet.

"Mel mana es jeruknya? Buruan dong!" teriak mbak Santi lagi.

"Iya!" sahut Melinda sambil berlari kearah kulkas.

"Loh kok jus mangga?" ucap Syifa melotot.

"Es jeruknya habis. Hanya sisa jus mangga"

"Pokoknya aku gak mau itu! Aku mau nya es jeruk tante. Tadi aja masih banyak!" rengek Syifa.

"Kamu beliin ya Mel. Ada kok di depan komplek. Nih uangnya, kembaliannya buat kamu aja!" ucap mbak Santi menyerahkan uang dua puluh ribu.

"Tinggal keluar. Kamu lurus aja. Nah di depan orang jualan jus buahnya," ucap bude Ami disamping mbak Santi.

"Nah dekat aja Mel. Kamu cepat beliin ya. Kasian Syifa kehausan," timpal mbak Santi.

Dengan langkah berat Melinda pun melakukan perintah iparnya lagi. Dia melangkah keluar rumah.

"Ehh mau kemana Mel?" tanya pakde Anton sambil memainkan ponselnya diteras.

"Mau beliin Syifa jus pakde!" sahut Melinda.

"Wah kebetulan sekali. Pakde nitip beliin rokoknya. Malas harus jalan kaki keluar," ujar pakde Anton.

"Tapi pakde?"

"Udah gak usah tapi-tapian. Nih uangnya!" sela pakde Anton mengeluarkan uang merah dari dalam dompetnya.

"Bukan itu pakde! Aku gak tau dimana warungnya!" ucap Melinda mulai kesal menghadapi keluarga suaminya.

"Kamu jalan aja kedepan pasti ketemu nanti warungnya!" balas pakde Anton berlalu masuk tanpa mau tahu alasan Melinda lagi.

Seandainya, Imel mama mertua nya ada disini, beliau pasti membela Melinda. Sayangnya beliau sedang melaksanakan ibadah Umrah ditanah suci. Imel mama mertuanya Melinda tak pernah pilih kasih dan pandang bulu. Dia sangat menyayangi anak menantunya. Merupakan satu kebanggaan khusus dihati Melinda mengingat perlakuan ramah mertuanya, "Melinda kangen mama deh,"

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status