Duk! Duk! Duk! Duk!
Saat sedang sibuk memikirkan segala kemungkinan, telinga Lilis mulai terusik oleh suara benda tumpul yang dipukulkan secara pelan pada papan kayu berulang-ulang.Waktu menunjukkan pukul lima sore. Di luar sana langit sudah menggelap akibat mendung, tanda hujan sebentar lagi akan turun. Suara pukulan itu membuat tubuh Lilis menjadi tegang seketika.Suaranya ketukan benda tumpul itu berhenti pada ketukan ke lima. Sesaat hilang kemudian muncul kembali. Apakah itu ulah bu Risma yang terus mencoba membujuknya untuk keluar dari kamar?"Ibu, kaukah itu?" teriak Lilis lantang.Lama tak terdengar kembali suara ketukan benda tumpul dari arah pintu. Senyap. Nyaris tak terdengar suara apa pun. Bahkan suara para pembantu di rumah itu sama sekali tak terdengar di telinganya.Lilis mencoba memberanikan diri untuk mengecek keadaan. Dia tidak suka ditakuti, mana mungkin hantu Hana berani datang ke rumahnya?PerasaanMata gadis itu yang semula terpejam langsung terbuka. Pemandangan yang pertama kali dia lihat adalah langit-langit kamarnya yang berwarna putih, sedangkan itu di sisi ranjang tampak sang ibu dengan sabar menunggunya sejak beberapa saat yang lalu."Lilis, kamu sadar." Risma mengelap air matanya dan segera mendekati tubuh Lilis yang terbaring di atas ranjang. Saat Lilis memaksakan untuk bangun dari kasur, kepalanya mendadak nyeri sampai-sampai harus dibantu oleh sang ibu."Bu, apa yang terjadi?" Dia berusaha mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi kepadanya beberapa saat yang lalu sampai bisa berada di tempat tidur seperti ini.Risma menghela napas kemudian menjawab. "Ibu juga tidak tahu, ibu sudah berkali-kali mengetuk pintu kamarmu, tapi tak ada jawaban. Saat kamu melihat ibu, kamu malah ketakutan dan jatuh pingsan."Lilis tersentak ketika sang ibu mengatakan hal itu, tubuhnya kembali bergetar hebat, dia mulai teringat kejadian sebelu
Malam itu hujan turun deras diiringin kilatan petir. Namun, tidak menggoyahkan niat Lilis dan Risma untuk menghadap Nyai Dasimah, mereka hendak meminta pertolongan pada dukun yang menurutnya sakti itu.Usai huru-hara yang terjadi di desa akibat kedatangan Hana. Mereka bertekad akan menyingkirkan Hana kembali, entah bagaimana pun caranya.Lilis dan Risma bersimpuh di hadapan nenek tua berwajah rusak itu. Mulai menjelaskan maksud kedatangan mereka kali ini, nenek itu memasang wajah angkuh."Kami kemari ingin meminta bantuan padamu lagi, Nyai," ujar Risma dengan kepala tertunduk. "Hana, wanita yang kami kubur di hutan waktu itu masih hidup dan kembali ke desa ini," kata Risma."Jimat yang Anda berikan sebagai pelindung itu tidak mempan kepadanya, Nyai. Dia bahkan berkali-kali mencoba membunuh saya." Itu Lilis yang bersuara, mencoba mengenyahkan perasaan takut yang menggerogoti hatinya.Sejak mendapat teror pocong berbau busuk serta perempuan
Warga Cileuwi sore itu dihebohkan dengan penemuan mayat seorang wanita di tepi hutan. Para warga berbondong-bondong menyaksikan proses evakuasi mayat tersebut.Semua orang yang ada di sana terkejut saat mengetahui siapa sosok yang sudah tewas secara mengenaskan itu.Susi terbujur kaku dengan leher nyaris putus, matanya memutih, urat-urat kebiruan bermunculan di sekitar wajahnya. Belum lama ini berita kematian Awan tersebar, kini Susi pun ikut menyusulnya. Semua warga heboh berasumsi bahwa wanita tersebut tewas bunuh diri.Kabar meninggalnya pasangan suami istri itu semakin santer terdengar. Beberapa warga mulai mengait-ngaitkan kejadian tersebut dengan berita kembalinya Hana ke desa. Ada pula yang berpikiran bahwa Awan dan Susi terkena santet."Kasian sekali si Susi, siang malam dia selalu menangis meraung-raung sejak si Awan meninggal. Mungkin dia depresi dan milih untuk bunuh diri," kata salah satu ibu-ibu usai kembali dari melayat jenazah Susi.
Lilis gemetar ketakutan saat nyalang tatapan Hana menusuk pupil matanya. Rasa takutnya bertambah berkali-kali lipat daripada saat ia dihantui sosok pocong berbau busuk atau wanita dengan wajah terkoyak.Di mata Lilis, Hana tampak seperti manusia biasa. Wajahnya masih cantik, rambutnya tergerai indah, kulitnya putih bersih. Hanya saja, yang terlihat menakutkan dari sosok Hana sekarang adalah kekuatan tak kasat mata yang melingkupi dirinya.Mata yang selalu menatap teduh orang lain itu sudah berganti menjadi lirikan tajam, pupil matanya berwarna merah seperti darah. Aura gelap itu memancar dari tubuhnya. Lilis ketakutan. Lilis benar-benar ketakutan, apa yang terjadi pada Gunawan dan Susi sebelumnya pasti karena ulah Hana. Ya, wanita itu sudah membunuh dua orang. Dia mengalihkan tatapannya ke arah lain, tidak kuasa melihat penampakan Hana di sana. Namun, saat dia hendak menoleh ke arah samping, Hana sudah berada si sana, membuat Lilis membelalak.
Dendam tidak akan mengubah apa-apa, selain menciptakan rasa puas karena sudah menyalurkan rasa sakit.Lilis masih meringis saat merasakan perutnya kian penuh dan bengkak. Kulit tubuh hingga wajahnya sampai memerah, urat-urat kebiruan menonjol ke luar, sekali tusuk pasti dia sudah mati.Hana menatap nanar adik iparnya yang kini terlihat sekarat dan terlihat mengerikan. Gadis itu megap-megap karena sesak napas. Hana tidak peduli, dulu dia pun pernah diperlakukan demikian. Dicekik sampai lehernya memerah dan nyaris mati."Kau ini memang tidak bisa dikasih hati, Lis. Aku sudah memberimu kesempatan, tapi perlakuanmu semakin hari semakin biadab saja."Lilis tak bisa menjawab, dia hanya menatap Hana dengan mata memerah akibat darah, wajahnya dipenuhi darah, siksaan yang cukup menyakitkan, tapi setimpal."Kau bahkan pernah berniat membunuh Hadi, kan." Hana menekannya lagi. "Sebelum kau melakukan hal itu, akan kubuat kau mati lebih dulu."
Suara gemuruh dari dalam hutan terdengar seperti sebuah simfoni, di tempat itu Hana dengan tenang terus berkelit dari berbagai serangan cahaya yang dilemparkan oleh Nyai Dasimah ke arahnya.Hana menyeringai ketika jarak pandangnya dengan Nyai Dasimah hanya tinggal beberapa langkah. Seringainya membuat wanita tua itu semakin dibakar amarah, Hana seolah mengejeknya karena terus melemparkan serangan yang meleset."Enyahlah dari dunia ini. Kau tidak pantas hidup dengan kutukan dewi itu!""Aku akan berhenti jika kau sudah benar-benar mati.""Mati?" Nyai Dasimah terbahak-bahak. "Memangnya kau siapa, beraninya mengancamku!"Sebuah serangan membabi-buta kembali dilemparkan pada Hana. Dengan cepat wanita itu berkelit, serangan pun meleset, menabrak pohon di belakangnya hingga tumbang.Hana mampu menghindari serangan dengan cepat hingga membuat Nyai Dasimah kesal karena berkali-kali serangannya meleset. Tak terhitung sudah berapa banyak ca
"Apa kau masih mencari Hana?" Risma mengatakannya dengan tubuh bergetar. "Tidak, kan?"Hadi menurunkan sendok makan di tangannya, menatap sang ibu dengan lembut, senyuman itu terbit di sana. Bohong kalau dia tidak terluka mendengar jawaban itu."Entahlah, Bu. Tapi, aku merindukannya."Risma menghela napas mendengar jawaban tersebut. Sudah dia duga, Hadi tidak akan semuda itu goyah. Perasaannya pada Hana terlalu dalam, Risma masih tidak mengerti, apa yang bisa dibanggakan dari menantu tidak tahu diri itu.Meski sempat sekarat, Hadi tetap saja menantinya kembali. Hal itu membuktikan bahwa Hadi tidak pernah main-main dengan perasaannya. Sejak awal, Hana adalah wanita yang dia cintai, meskipun status ekonomi keduanya berbeda jauh."Kau masih menunggunya? Bahkan meski kenyataannya dia sudah mengkhianati kepercayaanmu?""Ibu." Hadi menegur. "Hana bukan orang seperti itu, aku yakin ada alasan kuat di balik kepergiannya. Saat di rumah sa
"Sudah dari mana saja? Lukamu belum sembuh."Hana menundukkan kepala saat dirinya baru datang dan langsung dipergoki oleh Nyai Ningrum. Wanita tua itu berjalan mendekat. Perasaan Hana menjadi tidak nyaman karena ditatap dengan sorot dingin oleh nenek itu."Kau menemui suamimu lagi?"Hana langsung mendongak, dia menatap Nyai dengan ekspresi muram. "Maafkan aku, Nyai. Aku hanya ingin berpamitan padanya. Setelah ini aku tak akan bertemu dengannya lagi."Nyai Ningrum menggelengkan kepala mendengar alasan tersebut. "Kau seharusnya tidak keluar dari sini. Tempatmu sekarang berada di sini, Dasimah bisa menangkapmu sewaktu-waktu jika kau lengah."Hana mengerti, dia sudah diperingatkan oleh wanita tua itu sebelumnya. Akan tetapi, Hana tetap pergi menemui Hadi hanya untuk memberinya salam perpisahan. Seandainya ini adalah hari terakhirnya di dunia, Hana ikhlas asalkan dia bisa melihat Hadi untuk terakhir kali."Maafkan aku, Nyai.""Jangan dulu gunakan kekuatanmu. Kau belum pulih. Jika terus mem