Stella masih terbaring di kasur dengan badan yang lemas, dan letih, tubuhnya di penuhi peluh keringat. Sedangkan Steve telah beranjak ke kamar mandi. Tiba-tiba dia teringat bahwa dirinya saat ini sedang berpura-pura hamil muda. "Bukankah perempuan yang sedang hamil muda di larang berhubungan? Bagaimana jika Steve mengetahui larangan ini? Ah bodohnya aku! Haruskah aku berpura-pura kesakitan? Tidak, tidak, dia malah akan membawaku ke rumah sakit jika aku kesakitan," guman Stella. Beberapa menit kemudian, Steve keluar dari kamar mandi, dan segera mengenakan bajunya. Dia harus segera kembali ke meja kerjanya. Akan aneh rasanya, jika sekretarisnya masuk dia tidak berada di sana, padahal dirinya tidak terlihat keluar dari pintu. Namun Steve segera ingat bahwa Stella sedang mengandung. "Kau tidak apa-apa? Bagaimana dengan bayinya, maaf, aku tidak bisa menahan diri," tanya Steve. Benar saja, Steve menanyakan hal itu padanya. Stella segera tersenyum dan membuat alasan yang masuk akal. "Aku
Stella kembali ke rumah dengan hati yang hampa, setiap dia keluar untuk audisi tidak pernah sekali pun mendapatkan komentar yang memuaskan. Dengan langkah gontai dia masuk ke dalam rumah, rumah yang besar itu semakin sepi sejak kakaknya diusir. Ayahnya yang sakit-sakitan masih di rawat di luar negri, ibunya hanya sesekali datang ke kantor memeriksa bagian keuangan, agak aneh, tapi itulah yang dia lakukan selain menonton drama Korea kesukaannya. Saat ini juga sama, ibunya hanya menonton drama Korea sambil mengunyah camilan. Stella akhirnya merebahkan dirinya di sebelah ibunya. "Ibu, kau tidak pergi ke kantor ayah?" tanya Stella. "Sstt diam, lihat, gadis muda itu akhirnya menjual dirinya pada para juri agar dia bisa lolos ke babak selanjutnya," jawab ibunya. Stella yang merasa bingung akhirnya ikut menonton drama yang ditonton ibunya. Dalam drama itu, si gadis merayu juri agar dia lolos audisi. Benar saja, pada adegan selanjutnya, saat audisi si gadis lolos di tahap berikutnya, sang j
Emily terbangun ketika sinar matahari menembus masuk melalui jendela."Dimana aku? Apakah aku sudah mati?" guman Emily. Emily memperhatikan keadaan disekitarnya, kamar ini bernuansa putih, dan ada lukisan seorang ibu yang sedang memeluk anaknya, di dekat pintu ada foto dirinya yang terpanjang di dinding. "Bukankah ini kamar Steve? Kenapa aku ada di sini?" guman Emily. Emily langsung memperhatikan dirinya sendiri di depan cermin yang berada di samping kasur itu. Bajunya masih lengkap, bahkan riasan nya masih rapi, tapi kenapa dia bisa berada di sini? "Bukankah aku sudah mati? Steve meracuniku, dan dia ternyata selingkuh dengan Stella. Apa yang telah terjadi? Apa aku terlahir kembali?" guman Emily. "Kau sudah bangun?" Tiba-tiba pintu kamar terbuka, dan muncullah wajah Steve, kejadian ini sama persis dengan kehidupannya yang lalu. "Kau? Apa semalam kau tidur di sini? Dan kenapa aku bisa tidur di kamarmu?" tanya Emily. "Tidak, kau tidak pernah mengijinkan aku menyentuhmu sebelum men
Emily mengintip keluar jendela, terlihat para tamu sudah berdatangan dan menikmati musik di halaman belakang rumahnya. Emily sangat yakin bahwa ini adalah kehidupannya dua tahun yang lalu sebelum meninggal di tangan Steve. Emily seolah tak percaya, dia bisa kembali ke kehidupannya lagi. Ternyata Tuhan mendengar permintaannya dan mengabulkannya. Emily tertawa bahagia hingga meneteskan airmata haru, dia terharu betapa baiknya Tuhan pada dirinya. Kali ini, dia tak akan lagi menjadi gadis bodoh di dalam genggaman Steve. Dia akan membalas perbuatan Steve dan Stella padanya. Dia berjalan menyusuri lorong di rumahnya. Tapi langkah kakinya terhenti di depan pintu kamar Stella. Karena tak terkunci, Emily mengintip apa yang ada di dalam, benar saja, di sana ada Steve yang sedang bercumbu dengan Stella. Emily hendak mendobrak pintu kamar itu, tapi rasanya itu kurang menarik bukan ? Emily lalu mengeluarkan ponselnya dan merekam adegan demi adegan di kamar Stella."Steve, ini sudah terlalu lama, or
Waktu berjalan dengan cepat, tak terasa dua hari telah berlalu. Malam itu bunyi bel seolah tak berhenti berbunyi di depan rumah Emily, dengan cepat pelayan membukakan pintu. Tampaklah Steve bersama ayah dan ibunya datang berkunjung ke rumah Emily dengan wajah canggung. Ayah Emily yang mengetahui hal itu bergegas turun dan menemui mereka, Stella dan nyonya Monica yang terlihat berbeda dari biasanya juga ikut turun melihat apa yang akan terjadi. Tapi, Emily sama sekali tak kelihatan batang hidungnya. Ayah Emily yang mengetahui hal ini segera meminta bi Surti, si mbok kesayangan Emily, untuk memanggilnya turun."Noooon, non Emily," panggil bi Surti."Ya mbok, masuk saja, tidak di kunci mbok," jawab Emily."Non, di suruh bapak turun ke bawah, ada tamu," ujar bi Surti."Siapa mbook?" tanya Emily.Dengan ragu bi Surti memberi tahu tamu yang datang."Ada tuan muda Steve bersama orang tuanya," jawab bi Surti."Aduuuuh mau apa lagi dia ke sini mbok, mbok sajalah yang menemui dia, Emily capek,"
Emily memasuki Bar dan segera memesan minuman pada bartender."New York Sour" ujarnya.Bartender dengan cekatan menyajikan pesanan Emily.Emily meminumnya dengan pikiran yang kacau, tunangannya yang sangat dia cintai ternyata berkhianat begitu lama di belakangnya dengan adik kandungnya sendiri. Bahkan tak ada satupun keluarganya yang menghibur dirinya atas kejadian ini. Sungguh miris. Tidak bisa dipercaya. Apa itu keluarga? Apakah hanya hiasan agar terlihat sempurna dari luar? Mereka berdua sungguh keterlaluan pikirnya."Hei aku melihat seseorang yang tampan memasuki bar ini tadi, apa kau tahu siapa dia?" tanya seorang wanita pada bartender itu sambil memberikan uang beberapa ratus dollar lewat meja.Emily juga melihatnya masuk tadi, namun dia tak begitu tertarik saat ini, hatinya sedang tak karuan saat ini. Tapi Emily juga tahu, bahwa ada beberapa bartender yang menjual informasi seperti ini di sana."Dia seorang CEO muda yang merajai bisnis di kota ini, kabarnya dia baru kembali dari
Emily pergi menemui orang yang di maksud ayahnya di sebuah restoran Jepang. Bagaikan petir menyambar di siang bolong, betapa terkejutnya dia setelah melihat laki-laki itu. Dia benar-benar tak menyangka laki-laki ini yang akan menjadi suaminya.****Emily kembali ke rumahnya. Kepulangan Emily yang di ketahui oleh Stella dengan cepat di adukan pada ibunya melalui ponselnya. Baru saja dirinya membuka pintu, omelan ibunya sudah memekakkan telinganya."Kau dari mana? Apa yang kau lakukan diluar sana? Dasar anak liar, bisa-bisanya kau pergi tanpa pamit, kau pasti berkencan dengan om-om diluar sana? Pantas saja Steve berpaling darimu, kau benar-benar susah di atur dan bin*l" cecar Ibu Emily.Bagaimana mungkin ibunya tidak tau bahwa dia selama ini selalu menjadi anak yang patuh dan baik hati. Bahkan selama dua tahun berpacaran dengan Steve, Steve tak pernah dia izinkan untuk menyentuhnya. Ibunya tidak tau karena memang tidak pernah memiliki perhatian padanya.Emily yang sudah lelah menghadapi
Emily terdiam setelah masuk ke dalam mobil, pikirannya kacau, dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih lagi. Jonathan yang melihat sikap diamnya Emily merasa puas. "Kenapa kau diam? Jika kau tidak suka dengan pernikahan ini, kau bisa menolaknya sejak awal," ujar Jonathan. "Kau sengaja bukan? Kau membuat perusahaan ayahku hampir bangkrut, lalu menawarkan kerja sama, benar kan?" tanya Emily. "Kau benar-benar pintar. Apa kau ingat insiden di lorong toilet tempo hari? Mulai sekarang kau bisa membuktikan apakah rumor itu benar, atau salah," jawab Jonathan. "Kau benar-benar brengs*k!" maki Emily pada Jonathan. Emily semakin kesal mengingat kejadian itu. "Apakah Jonathan hanya melakukan balas dendam padanya? Dia bahkan menjebak dirinya agar bisa menikah dengannya, apa laki-laki ini memiliki otak yang normal?" pikir Emily. "Aku tidak mau tau, karena kau sudah menjadi istriku, maka kau harus tinggal serumah denganku," ujar Jonathan. "Tidak usah repot-repot menyediakan tempat tinggal, a