Beranda / Romansa / Sweet Dreams / Takut Ketahuan

Share

Takut Ketahuan

Penulis: Ima Mulya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-02 14:57:10

 Pagi ini Gea tidak diizinkan keluar oleh Rayyan, mereka juga sarapan pagi di kamar. Rayyan hanya tidak ingin Gea terus menerus merasa takut saat berhadapan dengan keluarganya.

"Jadi bagaimana kita makan, sedangkan sofanya hanya satu saja?" tanya Gea. 

"Seperti semalam," sahut Rayyan santai.

"Apa maksudnya aku harus duduk di pangkuanmu?"

"Nah, itu kau tahu. Jika kau tidak ingin suamimu yang tampan ini duduk di lantai, maka duduklah di atasku," kata Rayyan menepuk kedua pahanya. 

 Gea yang mendengar lantai, mendadak dia duduk di atasnya.

"Hei, apa yang kau lakukan?" tanya Rayyan yang membimbing Gea untuk berdiri kembali. 

"Ma - maaf," ucap Gea terbata-bata. 

Rayyan tahu, itu semua karena Gea belum terbiasa dengan suasana baru ini. Jadi Gea masih melakukan sesuatu yang seperti kebiasaannya sehari-hari. Rayyan jadi menyesal, mengapa Tuan Williams tidak mengatakan ini sebelumnya. Harusnya Gea tidak semenderita ini. 

"Ayo, duduklah dan kita langsung makan." Ajak Rayyan lembut. 

 Gea menurut, dia duduk di pangkuan Rayyan. Tapi kali ini dia menolak untuk disuapi. 

"Aku bisa makan sendiri," kata Gea saat melihat tangan Rayyan mulai menyentuh sendok. 

"Jika begitu maka suapi aku," pinta Rayyan tersenyum.

"A - apa?"

"Jika kau menolak aku untuk menyuapimu, maka kau harus melakukan sebaliknya padaku." Jelas Rayyan.

 Gea bimbang, harus di suapi atau menyuapi. Tapi tentu saja dia tidak berani menyuapi Rayyan, bisa-bisa tangannya tidak bisa bergerak nanti. 

"Kau saja yang melakukannya," kata Gea akhirnya, membuat senyum mengembang di wajah Rayyan. 

"Ya, Tuhan ... mengapa dia selalu saja tersenyum," lirih Gea dalam hati. 

"Kenapa kau tidak ikut makan?" tanya Gea saat Rayyan terus menyuapinya. 

"Perutku akan kenyang bila kau tidak kelaparan," sahut Rayyan. 

 Gea mendengus kesal, saat ditanya serius pun, Rayyan masih bercanda. Membuat Gea kadang-kadang malas berbicara dengan pria itu.

"Sebentar lagi aku akan pergi," kata Rayyan masih dengan aktivitas tangannya, mengambil nasi di piring.

 Mendadak Gea sedih, jika Rayyan pergi itu artinya dia akan kembali pada hidupnya yang dulu. Padahal baru saja Gea bahagia. 

"Jangan sedih, aku tidak akan lama," kata Rayyan saat tahu apa yang dirasakan Gea. 

"Bisakah aku memintamu untuk tetap tinggal?" tanya Gea tiba-tiba. Entah darimana datangnya keberanian tersebut, yang jelas Gea tidak ingin jauh dari Rayyan. 

"Apa kau ingin mengurungku di sini? Aku harus bekerja."

"Kalau begitu aku juga ikut." Pinta Gea cepat, membuat kerutan di kening Rayyan nampak jelas. "Bawa aku kemana pun, Rayyan." Pinta Gea lagi. 

"Apa kau setakut itu saat jauh dariku?" tanya Rayyan iba. 

 Gea diam, sesungguhnya itu ketakutan. Tatapi menetap tanpanya di sini, melebihi ketakutan apapun. Ya, Gea memang tidak berharap itu. 

"Ya, sudah. Kau pergi saja, aku tidak bermaksud untuk mengurungmu di sini," ucap Gea datar. Dia sadar, Rayyan bukan siapa-siapa yang harus dikurungnya. Juga bukan orang yang akan membawanya. Lantas apa hubungan pernikahan mereka, Gea tidak punya jawaban. 

 Rayyan diam sejenak, berpikir jalan keluar untuk ini. Sebenarnya dia juga tidak ingin meninggalkan Gea sendirian, resikonya terlalu besar, apalagi setelah dirinya hadir. Bisa saja setelah dirinya pergi, Gea kembali disiksa mereka. Namun, jika Rayyan tidak pergi juga tidak mungkin. Banyak hal yang harus diurusnya, apalagi sejak semalam dia sudah di sini. 

 Rayyan juga sebenarnya ingin membalas orang-orang yang selama ini menindas, Gea, tidak tega melihat gadis itu. 

"Ayo, ikut aku!" Rayyan menarik tangan Gea, mengajak gadis itu keluar. 

"Kita mau kemana?" tanya Gea penasaran.

"Sudah, ikut saja," kata Rayyan mempercepat langkahnya. 

 Gea syok saat tiba-tiba Rayyan menghentikan langkah setelah tiba di ruang keluarga. Semua orang yang kala itu sedang menonton televisi mendadak bangun semua saat melihat kedatangan mereka. 

 Gea menatap takut satu persatu dari mereka, seakan mereka ingin menelan dirinya hidup-hidup. Tanpa sadar, Gea menggenggam jemari tangan Rayyan, begitu kuat. Hingga Rayyan semakin kasihan padanya. 

"Gea, apa kau ingin ikut bergabung bersama kami?" tanya Oma ramah. 

 Gea tersentak, tidak percaya jika Oma mengajaknya serta. 

"Sayang, apa kau mau bergabung bersama mereka?" tanya Rayyan menatap Gea.

 Wajah Gea kian pucat, tidak berani mengiyakan. 

"A - aku ... ingin kembali ke kamar." Pinta Gea terbata-bata, tangannya ikut gemetar. 

"Ada, apa? Apa kau tidak suka bersama dengan mereka?" tanya Rayyan, dia hanya ingin Gea jujur saja. Namun, sepertinya Gea tidak ingin berkata apa-apa, yang ada Rayyan malah membuatnya semakin takut. 

"Gea, sayang, ada apa?" Tiba-tiba Bibi Andini datang mendekatinya. "Kau tidak ingin ikut duduk bersama kami? Apa itu karena sekarang kau sudah menikah?" tanya Bibi Andini lembut. Namun, tidak dengan tatapannya yang begitu tajam, seakan mampu menembus jantung Gea.

"Ayo, Gea, kemarilah!" Ajak Bibi Meyli. "Andin, bawa dia kemari!"

 Bibi Andini perlahan menarik tangan Gea agar terlepas dari Rayyan, tentu saja agar itu berhasil, Bibi Andini harus memakai cara dengan mengancam Gea terlebih dahulu. Agar gadis itu melunak padanya. 

"Lepas tanganmu pada, Rayyan, dan ikut denganku!" bisik Bibi Andini yang membuat bulu kuduk Gea meremang.

 Perlahan namun pasti, Gea mulai melepaskan tangannya. Begitu terpaksa. Andai saja Gea berani, dia akan menjerit meminta tolong pada Rayyan.

"Nah, begitu dong. Jangan malu-malu," kata Bibi Andini tersenyum sinis.

 Citra langsung melemparkan pandangan tidak suka pada Gea saat gadis itu di dudukkan bersebelahan dengan dirinya. 

"Bibi Andin apa-apaan sih, ngapain juga gadis bodoh ini bersebelahan denganku," umpat Citra kesal dalam hati. 

 Sejauh ini Rayyan yang masih berdiri hanya melihat bagaimana cara mereka memperlakukan Gea, dengan sangat terpaksa mereka harus bersikap baik padanya. 

"Rayyan, Oma dengar kau ingin pergi, ya?" tanya Oma.

"Iya, Oma. Aku harus pulang hari ini," sahut Rayyan sedikit malas saat melihat reaksi wajah mereka sebahagia itu jika dirinya benar-benar pergi. Kecuali wajah Gea yang kian sedih. 

"Kalau begitu pulanglah, tidak usah mencemaskan Gea. Kami semua ada di sini untuknya," kata Bibi Meyli tersenyum. Terlihat sekali jika kehadiran Rayyan tidak dibutuhkan di rumah itu, apalagi jika bukan karena mereka tidak akan bebas menindas Gea.

"Tetapi istriku tidak menginginkan aku pergi," kata Rayyan yang membuat mata mereka melotot. 

"Benar begitu, Gea?" tanya Oma.

 Gea diam, dia sangat takut untuk menjawab iya. 

"Ti - tidak, Oma," sahut Gea tanpa bisa melihat ke arah Rayyan.

"Tidak masalah, Rayyan. Kau bisa pergi, mungkin Gea hanya berpikir jika dia akan kesepian saja," ucap Bibi Andini mendesak Rayyan.

"Lihatlah, Gea, kau bahkan tidak berani berkata apa-apa. Lantas bagaimana kau bisa berdiri tegak di atas kekuasaanmu," ucap Rayyan dalam hati. 

"Baiklah, aku akan pergi sekarang," kata Rayyan berlalu.

"Tunggu!" Cegah Gea berdiri. Semua orang menatapnya kesal. 

"Ada apa, Gea? Biarkan suamimu  pergi," kata Bibi Meyli.

"A - aku ... akan mengantarnya dulu," kata Gea segera berlari sebelum Bibi Andini mencegahnya. 

"Sial!" umpat Bibi Andini kesal saat dia tidak berhasil menarik tangan Gea barusan. 

"Oma, bagaimana jika Gea mengadu pada, Rayyan? Apa yang akan terjadi? Apa yang harus kita lakukan, Oma?" tanya Bibi Meyli cemas setelah Gea pergi. 

"Oma yakin, Gea tidak akan seberani itu," jawab Oma.

"Bagaimana Oma seyakin itu? Lihat saja tadi, Gea malah bersikap seperti itu di depan kita."

"Jika pun Gea ingin mengadu, mengapa dia tidak melakukannya semalam. Apa kalian tidak melihat jika sikap Rayyan pada kita masih biasa-biasa saja, itu artinya Gea belum berbicara apa-apa padanya," timpal Bibi Andini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sweet Dreams   Hadiah Spesial Malam Pertama

    "Kemarilah, Gea. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."Rayyan meraih tangan Gea dan memutarnya, hingga membelakangi dirinya. Rayyan mengeluarkan sapu tangan berwarna hitam dari saku celananya, tanpa persetujuan, dia mengikat ke mata Gea."Rayyan, kenapa kau menutup mataku," protes Gea kesal. Sedikit tidak suka saat Gea harus menghadapi rasa penasaran yang mendalam."Karena ini hadiah spesial, Gea. Ayo mulai berjalan!"Rayyan membimbing langkah Gea dengan menuntunnya untuk sampai pada tempat tujuan mereka. Gea yang begitu penasaran sudah tidak sabar untuk membuka matanya dan segera melihat apa yang Rayyan siapkan untuknya. 5 menit kemudian, mereka berhenti. Rayyan meninggalkan Gea sendirian di tengah-tengah ruangan."Buka matamu, Gea, dan temukan aku." Rayyan meleset bak anak panah setelah memberi instruksi pada Gea."Rayyan, apa yang ingin kau tunjukkan sebenarnya?"Gea membuka ikatan matanya dengan segera, mata

  • Sweet Dreams   Ulang Tahun Yang Tertunda

    Pukul 8 malam, Peggy mengajak Gea ke suatu tempat, yang katanya adalah tempat acara yang akan mereka hadiri dilangsungkan. Meskipun awalnya Gea sempat menolak karena tidak ingin pergi tanpa Rayyan, tapi Peggy menguatkan tekadnya untuk terus membujuk dengan berbagai alasan."Ini acara penting, Gea, kita masih bisa pergi tanpa, Rayyan," desak Peggy."Tapi aku belum mengatakan apapun pada, Rayyan. Bagaimana jika dia pulang ke rumah tapi aku tidak ada, bagaimana jika dia mencariku kemana-mana?" Gea hanya memikirkan bagaimana nanti paniknya Rayyan ketika tidak menemukan dirinya."Ponsel Rayyan dari tadi dimatikan, kita tidak bisa menghubunginya dan mengatakan hal sebenarnya," keluh Gea putus asa ketika panggilan yang kesekian kalinya tidak dapat terhubung.Akhirnya Peggy mencari cara lain. "Tunggu, kita bisa menghubungi Leon bukan?" Peggy memberi ide."Hu uh." Gea mengangguk setuju."Baiklah, tunggu sebentar. Aku minta nom

  • Sweet Dreams   Persiapan

    Rayyan nyatanya tidak pulang ke rumah atau pun pergi ke kantor, melainkan Rayyan berkunjung pada sebuah hotel megah berlantai 20. Hotel yang biasanya hanya dihuni oleh para pejabat tertinggi dengan tamu yang maksimum, Rayyan tersenyum sambil terus melangkah. Aura yang dipancarkan Rayyan begitu indah, mata setiap wanita yang melewati tak berkedip sekali pun."Selamat pagi, Tuan." Seorang wanita yang bertugas di meja resepsionis menyapa Rayyan dengan berdiri sopan. Gadis itu tiba-tiba tersipu malu saat menatap Rayyan. "Dia tampan sekali," pujinya dalam hati."Berapa luasnya lantai teratas di hotel ini?" tanya Rayyan sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh area yang bisa ditangkap oleh penglihatannya."Maaf?" Wanita itu sedikit tidak fokus pada pertanyaan Rayyan barusan, karena ia sedang terpesona dengan ketampanan pemudah itu.Rayyan menatap gadis di hadapannya dengan tatapan dingin dan kening yang mengerut. Kemudian Rayyan tersenyum sinis

  • Sweet Dreams   Ciuman Pagi Hari

    Keesokan paginya, Rayyan pamit pada Gea, dengan alasan pergi ke kantor agar Gea tidak melarang dirinya."Pagi ini aku akan pulang," ucap Rayyan ketika baru saja selesai mandi.Gea yang saat itu sedang merapikan tempat tidur, menoleh pada Rayyan. Dalam hati Gea berpikir, kenapa Rayyan tidak mengajaknya pulang serta?"Mau kemana memangnya?" tanya Gea menegakkan badannya, berdiri berhadapan dengan Rayyan."Aku harus ke kantor, Gea. Memangnya mau kemana lagi." Rayyan menduduki ranjang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.Gea ikut duduk, mengambil alih handuk dan aktivitas Rayyan. Bila alasan pekerjaan, Gea bisa mengatakan apa. Meskipun ingin melarang, tetap saja tidak memungkinkan. Gea tidak ingin menyekap Rayyan dalam rumahnya."Tapi tetap sarapan di sini, kan?" tanya Gea. Seakan berpisah lama, Gea hanya tidak ingin melewati sarapan pagi bersama suaminya, apalagi ini adalah sarapan pagi bersama di rumah ini

  • Sweet Dreams   Tidak Memberi Hadiah

    Gea dan Rayyan kembali ke kamar mereka, kamar pengantin yang sempat mereka tempati hanya semalam. Tidak ada yang berubah, semua masih tertata sama saat Gea meninggalkan kamar tersebut. Bahkan di ruang ganti, Gea menemukan banyak tumpukan hadiah dari Rayyan yang belum sempat ia buka."Cukup berat untuk hari ini, Gea. Aku pikir kau tidak bisa sebaik itu untuk menghadapi semuanya," ujar Rayyan menghempaskan badannya di atas ranjang. Tubuhnya tidak lelah memang, hanya saja menghadapi suasana mencekam seperti tadi sangatlah membuat tenaga berkurang.Gea ikut berbaring di sisi Rayyan."Jangan berkata seperti itu, Rayyan, kau lihat sendiri kan, betapa aku bisa menguasai semuanya. Bahkan aku menambahkan beberapa kalimat yang diajarkan, Peggy. Kurang apa lagi coba?" Gea memuji dirinya sendiri dengan bangga. Bisa berdiri tegak dan menghadapi keluarganya dengan keberanian, adalah hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Juga merupakan sesuatu yang

  • Sweet Dreams   Pembacaan Surat Wasiat

    Beberapa orang baru saja turun dari pesawat, seorang perempuan dan 4 orang pria. Leon yang sejak tadi berada dalam mobil, mengarahkan fokusnya pada sosok pria tinggi yang terlihat cukup familiar. Segera Leon menghubungi Rayyan dan mengatakan hal tersebut.Beberapa minggu kemudian, di rumah mewah Tuan Kumar, mereka sedang duduk gelisah sambil menunggu seseorang yang sangat penting."Kenapa mereka lama sekali." Oma terlihat cemas, meremas jemari tangannya beberapa kali."Mungkin mereka tidak akan datang, Oma.""Iya, Oma. Ini sudah lebih dari 15 menit dari jadwal yang diperkirakan.""Oma, yakin mereka pasti akan datang," ucap Oma.Tidak lama kemudian, perhatian mereka teralihkan pada suara tapak sepatu beberapa orang. Suara tersebut sangat bervariasi, diperkirakan antara wanita dan pria."Selamat siang, Nyonya Mellany." Wanita yang berdiri paling depan menyapa Oma."Selamat siang."Lantas tatapan wan

  • Sweet Dreams   Menahan Gejolak Rasa

    Hari yang ditunggu-tunggu oleh semua keluarga Kumar semakin dekat, bukan menunggu hari baik, tapi menunggu hari penentuan nasib mereka. Dan pada hari ini, sebuah fakta yang selama ini disembunyikan, telah Rayyan siapkan.Sebelumnya, tanda-tanda yang disampaikan Leon tentang keberadaan pengacara Tuan Harun, membuat Rayyan kebingungan. Pasalnya pengacara tersebut bukan seperti yang ada dalam bayangannya."Ada suara wanita yang kami tafsirkan, Bos. Dan kemungkinan, dia memang pengacara tersebut." Leon menyampaikan.Rayyan terkejut, dia berpikir itu hal yang konyol. "Apa kau yakin dia seorang gadis?" tanyanya tidak percaya. Bahkan pertanyaan Leon dianggapnya gurauan semata."Saya sangat yakin, Bos." Leon mengangguk mantap.Rayyan melihat tidak ada keraguan di wajah Leon, lantas untuk apa dia meragukan. "Bagaimana kau mendapatkan keyakinan seperti itu, Leon?"Leon pun bercerita, mereka telah banyak memasang mat

  • Sweet Dreams   Tingkah Rayyan Di Pagi Hari

    Elle baru saja keluar dari kamarnya, suasana sepi membuatnya bosan. Lantas dia memilih keluar dengan berjalan-jalan di sekitar. Rasanya seperti mimpi dirinya bisa kembali lagi ke rumah itu. Elle tersenyum, menyadari kini satu masalah telah usai. Dirinya tidak harus bersembunyi lagi seperti yang sudah-sudah.Namun, tiba-tiba senyuman Elle menjadi pudar ketika ia bertemu dengan Citra. Elle menatap Citra dari kejauhan, gadis itu sedang duduk sendirian. Kepalanya mengarah lurus ke depan."Aku begitu penasaran kenapa Citra tidak bisa mengingat semuanya. Aku harus bertanya lebih banyak padanya," gumak Elle. Lantas dia pun mendekati Citra."Kau sedang apa di sini, Citra?"Citra tersentak dengan memegang jantungnya. "Elle, kau mengagetkanku," gerutunya kesal.Elle tersenyum dan mengambil tempat duduk di samping Citra."Bagaimana keadaanmu sekarang, Citra?""Apa aku terlihat sakit. Aku tidak suka dengan pertanyaan semacam itu."

  • Sweet Dreams   Ancaman

    "Kita sudah melangkah sejauh ini, Rayyan. Dan kerjasama kita hanya sampai di sini saja," kata Tuan Keano. Mereka bertemu untuk yang terakhir kalinya hari itu.Memang pada awalnya Tuan Keano sudah mengatakan pada Rayyan, jika kerja sama mereka hanya sampai pada terbongkarnya kejahatan Bibi Andini dan Bibi Meyli."Mengapa keakraban kita hanya sebatas pekerjaan saja, Tuan Keano?" tanya Gea yang juga berada di tempat yang sama. Seakan dia merasa tidak rela untuk berpisah dengan pria tersebut."Iya, Tuan Keano. Kami sangat berharap akan mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan anda kembali," timpal Rayyan. Sejujurnya Rayyan merasa suka menjalin hubungan dengan pria itu.Tuan Keano tersenyum sekilas. "Jangan bersikap terlalu berlebihan, Gea, Rayyan. Meskipun ini telah selesai, tetapi tidak ada penyelesaian dalam sebuah hubungan hanya dengan perpisahan.""Apa maksud anda kita akan tetap berhubungan?" tanya Gea memastikan."Saya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status