Keesokan paginya, Gea bangun tanpa mendapati Rayyan di sampingnya.
"Kemana dia? Apa dia sudah pergi?" tanya Gea bingung.
"Apa kau mencariku?" Terdengar suara Rayyan yang sedang berdiri di dekat jendela, sambil menatap Gea.
"Kenapa kau berdiri di situ?" tanya Gea terkejut. Sejak kapan Rayyan bangun, apa dia tidak tidur semalam? Gea menatap jam dinding di kamarnya, melihat waktu masih terlalu pagi.
"Menunggu istriku bangun," jawab Rayyan kemudian mendekati Gea dan duduk di sisinya. "Bagaimana tidurmu? Apa begitu nyenyak?" tanya Rayyan menatapi wajah Gea.
"Jangan menatapku seperti itu, Rayyan," kata Gea berpaling. Dia malu karena wajahnya masih sangat berantakan, dia barus saja bangun tidur.
Rayyan tersenyum. Menikmati wajah malu Gea adalah ketagiahannya.
"Apa kau tidak ingin ke kamar mandi?" tanya Rayyan membuat Gea kembali sadar.
"Iya, aku lupa." Kekeh Gea menuruni ranjang.
Gea memasuki kamar mandi, tapi dia terkejut saat bath thub sudah dipenuhi air hangat.
"Apa Rayyan menyiapkannya untukku?" gumam Gea tersenyun.
Jika saja Rayyan bukan suami perjodohan, pasti dia adalah suami paling romantis sedunia. Bahkan Rayyan selalu memperlakukan Gea dengan lembut, selalu ingin memeluknya juga selalu tersenyum padanya.
Tapi bagi Gea yang hanya menjadi istri pengganti, tidak membuatnya berpikir jauh. Juga tidak berharap terlalu lebih. Gea sadar siapa dirinya
Selama Gea berendam, dia terus memikirkan tentang Rayyan. Sejak pria itu datang semalam, perubahan sangat terasa. Bahkan orang-orang mulai menampakkan sikap baik pada Gea. Namun, Gea tahu, itu hanya akan terjadi jika di depan Rayyan saja.
Gea semakin bertanya-tanya, meskipun pertanyaan tersebut hanya ditujukan pada dirinya sendiri. Sejauh ini, Gea tidak menanyakan apapun pada Rayyan. Dia tidak punya keberanian. Gea hanya merasa nyaman saja berada di dekat pria itu, dan itu saja sudah cukup baginya.
Tadinya Gea akan berpikir jika setelah ini hidupnya akan lebih buruk dari sebelumnya. Namun, siapa sangka, Rayyan jauh dari bayangannya.
"Apa yang akan terjadi setelah Rayyan pergi nanti?" lirih Gea dengan mata yang masih terpejam.
Gea seperti baru saja mendapat kehidupan, jadi dia hanya takut saat Rayyan pergi, kehidupan tersebut juga akan di bawa pergi, dan Gea kembali sepi.
"Aku tidak akan pergi," ucap Rayyan tiba-tiba yang sudah berdiri di depan Gea. Rayyan menyandarkan tubuhnya ke dinding dengan tangan yang dimasukkan ke saku celananya.
Gea terkejut dan menjerit, "Aaa ...." Matanya ditutupi pakai kedua tangan. "Kenapa kau berdiri di situ?" tanya Gea kesal.
"Habis kau lama sekali, aku hanya ingin memastikan saja jika kau baik-baik saja," jawab Rayyan santai.
"Apa lama sekali, memangnya sudah berapa menit?" tanya Gea tidak menyadari.
"Hampir setengah jam," jawab Rayyan melihat arloji di tangannya.
"Apa! Setengah jam?" pekik Gea tidak percaya.
Rayyan mengangguk.
"Ya ampun, itu lama sekali," lirihnya. Baru kali ini Gea mandi selama 15 menit, biasanya juga tidak sampai 5 menit. Karena dia harus berbagi kamar mandi dengan pelayan lain. Selama ini Oma memberinya fasilitas kamar mandi yang sama dengan pelayan, jadi karena jumlah mereka banyak, tidak punya waktu lama-lama di dalamnya.
"Ya, ampun, pasti mereka akan memarahiku," ucap Gea ketakutan.
Biasanya pagi-pagi begini Gea sudah berkutik di dapur, menyelesaikan semua pekerjaannya. Tapi pagi ini dia begitu telembat, bahkan dia berlama-lama di kamar mandi.
"Memangnya siapa yang akan memarahimu?" tanya Rayyan yang membuat Gea sadar dari ketakutan.
"Memangnya aku mengatakan sesuatu, ya?" sanggah Gea menutup-nutupi ketakutannya. "Sudahlah, kau bisa keluar. Aku sudah selesai." Usir Gea.
Setelah Rayyan keluar, Gea buru-buru bangun dan meraih handuknya. Dia berganti pakaian di kamar mandi, sama seperti semalam.
"Mengapa baju di lemari itu isinya mewah semua, ya?" gumam Gea manatapi baju di tagannya. Apa tidak mengapa jika dirinya memakai baju-baju tersebut? Apa Oma tidak akan memarahi dan meminta ganti rugi padanya nanti? Pikir Gea.
"Ah, sudahlah. Baju ini tidak lebih menakutkan daripada tidak memakai baju di depan, Rayyan," ujar Gea.
Sama seperti semalam, saat Gea keluar dari kamar mandi, dia mendapati Rayyan yang sedang duduk di sofa.
"Kau sudah siap, cepatlah duduk!" pinta Rayyan.
Gea menuruti, seperti yang dilakukannya semalam. Duduk di depan meja rias. Saat Rayyan menyentuh kepalanya, Gea kembali bertanya-tanya.
"Siapa pria ini sebenarnya? Mengapa dia serba bisa dan memperlakukan ku dengan sangat baik? Apa dia Malaikat dari surga?"
"Ada apa?" Tegur Rayyan saat melihat Gea yang sedang melamun.
"Apanya?" tanya Gea terkejut.
"Kenapa kau suka sekali menatapku?"
"Siapa yang menatapmu?" kilah Gea.
"Kamu!"
"Baiklah, aku tidak akan menatapmu lagi."
"Tidak boleh!" kata Rayyan cepat.
"Tidak boleh apanya?" tanya Gea.
"Aku cuma mau mengatakan kau tidak boleh berhenti menatapku, kau mengerti!" tegas Rayyan.
"Apa maksudnya begitu? Tadi kau tidak-"
"Ini perintah, jangan membantah! Kau harus mematuhi apa yang dikatakan suamimu." Potong Rayyan cepat.
Gea mendadak ingat pesan Paman Burhan kemarin.
"Iya, aku lupa," ucap Gea datar.
"Nah, sudah selesai," kata Rayyan.
"Hei, apa ini?" Protes Gea. "Kenapa rambutku jadi seperti ini?"
"Kau cantik seperti itu, aku suka," jawab Rayyan tersenyum.
Gea melihat dandanannya tidak senang, menurutnya ini berantakan. Rambut disanggul tapi acak-acakkan. Namun, mengapa Rayyan menyukainya? Pasti dia sengaja membuat gaya rambut Gea seperti ini.
Rayyan memang sengaja melakukan hal itu, mendandani Gea seperti saat pertama kali dia melihat gadis itu. Bagi Rayyan sendiri, penampilan Gea seperti ini sangat menarik di matanya.
"Baiklah, aku mau turun," kata Gea berdiri.
"Siapa yang menyuruhmu turun?" tanya Rayyan yang membuat niat Gea urung.
"Aku mau ke dapur, memasak untukmu," kata Gea beralasan.
"Memangnya di rumah ini tidak ada pelayan, apa? Sampai kau harus ikut memasak ke dapur?"
"Bukan seperti itu, Rayyan. Aku hanya ingin melayanimu saja."
"Kalau begitu aku ingin dilayani di dan pada tempat yang seharusnya."
"Apa maksudnya seperti itu?" tanya Gea tidak mengerti.
Rayyan mendadak bisu, tidak bisa menjawab pertanyaan Gea. Dia sudah terlanjur bicara, tapi bagaimana cara mengelakknya.
"Layani aku di kasur saja," kata Rayyan yang membuat mata Gea membulat sempurna. "Hanya jika kau sudah siap." Sambung Rayyan agar Gea tidak ketakutan.
Setelah berkata seperti itu, Rayyan pun keluar.
"Ya, ampun. Hampir saja aku pingsan," ucap Gea memegang dadanya. Dia baru merasa lega setelah Rayyan pergi. "Dasar pria aneh, permintaannya ngaur."
Di bawah sana orang-orang sedang sibuk menunggu Gea turun.
"Kemana sih, Gea, jam segini dia belum turun juga."
"Apa dia pikir setelah jadi pengantin dia bisa enak-enakan di kamar."
"Awas saja jika dia turun nanti, akan kita beri pelajaran."
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Oma yang tiba-tiba sudah berdiri di sana. "Mau menghukum, Gea, iya?!" teriak Oma. "Apa kalian lupa sekarang Gea jadi istri siapa?"
Mereka langsung menunduk menyesal, bagaimana bisa mereka melupakan suami Gea. Bahkan mereka masih berpikir untuk menghukum Gea.
"Memalukan!" kata Oma berlalu.
Pagi ini Gea tidak diizinkan keluar oleh Rayyan, mereka juga sarapan pagi di kamar. Rayyan hanya tidak ingin Gea terus menerus merasa takut saat berhadapan dengan keluarganya."Jadi bagaimana kita makan, sedangkan sofanya hanya satu saja?" tanya Gea."Seperti semalam," sahut Rayyan santai."Apa maksudnya aku harus duduk di pangkuanmu?""Nah, itu kau tahu. Jika kau tidak ingin suamimu yang tampan ini duduk di lantai, maka duduklah di atasku," kata Rayyan menepuk kedua pahanya.Gea yang mendengar lantai, mendadak dia duduk di atasnya."Hei, apa yang kau lakukan?" tanya Rayyan yang membimbing Gea untuk berdiri kembali."Ma - maaf," ucap Gea terbata-bata.Rayyan tahu, itu semua karena Gea belum terbiasa dengan suasana baru ini. Jadi Gea masih melakukan sesuatu yang seperti kebiasaannya sehari-hari. Rayyan jadi menyesal, mengapa Tuan Williams tidak mengatakan ini sebelumnya. Harusnya Gea tidak semenderita
Gea segera berlari ke kamarnya mendahului Rayyan, tiba di dalam, dia menelengkupkan kepalanya di atas kasur. Gea menangis, meratapi nasib malang yang tidak berpihak bahagia padanya."Ada apa, Gea? Kenapa kau menangis?" tanya Rayyan lembut menyentuh bahu Gea.Gea bangkit dan menepis tangan Rayyan."Apa pedulimu aku menangis atau tidak? Kau pikir kau itu siapa? Bahkan setelah jadi suami, kau tetap saja tidak bisa jadi pelindungku!" teriak Gea dengan deraian air mata. "Kau ingin pergi bukan? Jadi pergilah sekarang, pergi!" Gea mengusir Rayyan, menunjuk jarinya ke arah pintu.Rayyan masih bergeming, masih menatap tingkah Gea. Rayyan senang, setidaknya Gea mulai bisa mengungkap isi hatinya. Permintaan yang sejak tadi Gea pendam, akhirnya gadis itu mengakui melalui kemarahan dan ego yang besar."Pergi, Rayyan! Aku bilang pergi!" teriak Gea sekali lagi."Aku hanya akan pergi jika kau baik-baik saja, Gea," k
Rayyan kembali ke rumahnya untuk menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya ia laksanakan lebih awal. Setelah bertemu dengan ayahnya, seperti hal biasa yang dilakukan Rayyan ketika pulang ke rumah, segera Rayyan menuju ruang kerjanya.Rayyan membuka beberapa berkas yang terdapat di atas meja, laporan yang diberikan Leon sejak pagi tadi."Ternyata ini alasan mereka menindas istriku selama ini," gumam Rayyan kesal setelah dia membaca isi tersebut. "Baiklah, akan kutunjukkan pada kalian apa akibatnya," kata Rayyan kesal sambil meremas kertas dalam genggamannya.Rayyan segera menghubungi Leon."Apa saja yang kita punya untuk pekerjaan selanjutnya?"[Apa saja yang anda inginkan, Bos]"Bagus, temui aku 15 menit lagi."Setelah sambungan terputus, Rayyan melihat arloji di pergelangan tangannya."Apa dia sudah bangun?" gumam Rayyan bertanya.Tentu saja perayaan untuk Gea. Sejak dia meninggalkan
"Dan pikirkan juga apa yang akan terjadi jika nama Gea muncul," kata Oma yang membuat mereka semakin takut.Tentu saja nama mereka tersingkir jika nama Gea digunakan. Tanpa bisa dicegah, satu persatu perusahaan yang dulunya berada di bawah kuasa mereka akan kembali beralih atas nama Gea.Ini mimpi buruk. Untuk pertama kalinya mereka takut pada sesuatu yang selama ini takut pada mereka. Membayangkan itu semua terjadi, membuat mereka syok dan sedikit-sedikit mulai mencemaskan diri masing-masing. Apalagi mereka semua masing-masing memiliki anak, apa yang akan diberikan pada anak-anak mereka? Bagaimana jika Gea terlibat? Akankah mereka masih dianggap? Mengingat jika selama jni mereka tidak menganggap Gea ada."Lalu apa yang akan kita lakukan, Oma?" tanya Bibi Meyli semakin cemas."Itulah mengapa kalian ada di sini," jawab Oma tenang. "Jika kalian menginginkan kerja sama itu, maka Gea akan hadir. Tapi jika kalian ingin menyembunyikan ini, m
Gea langsung membuka pintu saat mengetahui Bibi Meyli dan beberapa orang lainnya sedang berdiri di luar. Begitu pintu terbuka, Bibi Andini langsung menarik tangan Gea, itu membuatnya menjerit sakit lantaran tangannya dicengkeram dengan kuat."Aa ... lepaskan, Bibi, ini sangat sakit," kata Gea memohon."Makanya kau harus menurut jika tidak ingin kesakitan. Ayo, ikut kami." Bibi Andini menyeret paksa Gea, membawanya ke gudang belakang."Bibi, kalian ingin membawaku kemana?" Gea terus meronta-ronta, menyesal telah membuka pintu dan tidak mematuhi larangan Rayyan."Sudah, diam. Kau ikut saja."Gea dibawa ke gudang belakang, kamar tidurnya selama ini. Gea di seret kasar dan melemparnya ke lantai."Apa kau masih ingat tempat ini, Gea?" tanya Bibi Andini tersebut sinis. "Sepertinya kau sudah melupakan ini, apakah tempat barumu itu begitu bagus?"Gea terus menangis, tidak mengerti kenapa mereka membawanya ke
Saat dalam perjalanan, mendadak Rayyan mendapatkan panggilan dari Leon.[Mereka mengurung, Nona Gea di dalam gudang, Bos!] Lapor Leon setelah dirinya mendapat perintah dari Rayyan untuk mencari tahu apa yang terjadi pada Gea. Dan melalui mata-matanya, Leon mendapatkan informasi tersebut dan langsung memberitahunya pada Rayyan."Kurang ajar!" kata Rayyan kesal membanting stir. "Bagaimanapun caranya, selamatkan istriku."[Baik, Bos]Dengan bantuan beberapa orang, Pak Sukiman berhasil mengeluarkan Gea dari gudang yang sebelumnya pingsan.Gea baru sadar saat tubuhnya sudah berpindah ke tempat lain, dia membuka mata perlahan dan mendapati kamar nuansa ungu dengan lampu gantung di atasnya."Di mana aku?" lirihnya memegang kepala."Di rumahku," jawab Rayyan yang baru saja masuk."Apa?" Gea yang terkejut mendadak bangun, dia mengamati sekitar tempat asing tersebut. "Apa ini mimpi?" gumam Gea mene
Masih berada di rumah Gea, Rayyan memasang wajah panik dan marah. Marah karena kepergian Gea. Tapi Rayyan malah bersantai di kamarnya, seakan merenung nasib ditinggal pergi oleh istrinya.Oma yang kala itu baru pulang, pun tidak tahu menahu kenapa semua orang menangis."Ada apa, ini?" tanya Oma."Gea, Oma ... Gea, pergi," jawab Bibi Andini."Apa? Bagaimana bisa Gea pergi? Pergi kemana dia? Kalian jangan berbohong, bahkan selama ini Gea tidak pernah keluar pagar," kata Oma tidak percaya."Tapi buktinya Gea benar-benar pergi, Oma. Dia juga meninggalkan surat.""Meninggalkan surat? Apa kalian sedang membuat lelucon, bagaimana bisa Gea menulis surat? Belajar dari mana dia!?" kata Oma yang masih tidak percaya.Mereka mendadak diam, satu hal yang mereka lewatkan dan lupakan, bahwa Gea selama ini tidak tahu tulis baca."Ya, ampun ... kenapa bisa seceroboh ini, sih?" gerutu Bibi Andini.
Di rumah, Rayyan.Gea yang kala itu sudah siap untuk menjelaskan semuanya pada Rayyan, pun keluar kamar untuk mencari pria itu. Tapi karena Gea tidak tahu jalan di lantai berukuran besar tersebut, akhirnya dia tersesat hingga ke sebuah kamar yang tidak lain adalah milik Tuan Williams.Entah mendapatkan dorongan dari mana, hati Gea mendesak agar masuk ke dalamnya. Gea tidak merasa bersalah atau takut sedikit pun saat memasuki kamar di rumah orang lain, baginya keinginan itu lebih kuat dari apapun. Bahkan katakutan kalah sekalipun."Permisi!" kata Gea saat melihat seorang pria paruh baya sedang terbaring di sana. "Bolehkah aku masuk?" tanyanya tidak mendapat jawaban.Gea tidak urung, malah dia semakin berjalan mendekati. Gea memperhatikan pria itu sejenak yang ternyata juga sedang menatapnya. Tubuh lemahnya terbaring dengan segala peralatan medis, Gea tidak mengetahui alat apa saja itu. Dia juga tidak bisa menafsirkan orang t