Share

11

Bab 11: Semakin menjauh

Ponsel milik Rizky berdering dengan nada yang keras tetapi pria itu masih tidak sadar dari tidurnya. Jelas saja bahwa Rizky sangat lelah karena dia telah bekerja sepanjang hari. Jam 10 malam baru dia bisa pulang ke rumah setelah membereskan pekerjaannya di persidangan. Setelah ponselnya berhenti berdering buat seketika, ponsel jenama IPhone itu kembali melagukan deringan keras. Akhirnya, roh Rizky yang bergentayangan entah ke mana masuk kembali ke dalam jasadnya. Rizky membuka kelopak matanya dengan malas. Sempat hatinya merutuk siapa pemanggil yang meneleponnya saat ini. Dia melirik ke arah jam di dinding kamarnya. 

"Sudah jam satu pagi. Siapa sih yang meneleponku waktu begini," marah Rizky dengan kesal. 

Dengan berat hati, dia menjawab panggilan telepon itu tanpa melihat nama pemanggil tersebut. Namun, suara ceria milik seorang perempuan bisa ditebak oleh Rizky. 

" Rizky sayang! Yuk ke klub. Aku udah ada di klub nih. Di tempat biasa kita bersenang-senang," kata Hani dengan gembira. 

"Maaf, sayang. Aku tidak bisa menemani kamu di klub. Besok pagi aku harus kerja. Jadi tour guide. Ada tiga ahli konglomerat dari Malaysia yang aku harus bawa berjalan-jalan di Jakarta. Maafin aku, ya." balas Rizky. 

"Ohh, jadi besok kamu tidak jadi liburan sama aku?" soal Hani. 

"Iya, aku mohon maaf ya sayang. Lain kali aja kita liburan berdua. Kalau kamu mau, aku bisa bawa kamu libur ke Amerika." Rizky coba memujuk Hani. 

"Enggak usah. Aku tidak percaya lagi sama kamu. Bagimu, kerja itu lebih penting dan utama berbanding diriku. Jadi, kau bisa aja bertunangan dan bernikah dengan kerjamu itu. Aku tidak mau menikah dengan pria egois kayak kamu. Kamu hanya fokus pada kerjamu saja. Aku ini bakal istrimu, Rizky!" teriak Hani dengan keras sehingga Rizky menjauhkan ponselnya dari daun telinganya. 

“Hani, kamu jangan marah begini. Kamu tau kan aku melakukan semua ini demi mendapatkan kepercayaan Papa dan mewarisi perusahaan Papa. Aku bukannya suka-suka apatah lagi mau menjadi tour guide segala. Aku mohon sama kamu. Tolong mengerti keadaan aku." ucap Rizky lagi. 

"Iya, iya. Kamu bisa bekerja hingga kamu mati. Aku tidak peduli sama kamu. Yah udah, jangan pernah peduli sama aku lagi!" bentak Hani. 

Hani segera menamatkan panggilan telepon dengan perasaan sebal. Rizky hanya mampu mengeluh perlahan. Tanpa mengucapkan apa-apa kata, Rizky meletakkan ponselnya kembali di atas meja bersebelahan ranjang sebelum tidur semula. Akibat terlalu lelah, dia memilih untuk tidak memikirkan soal perasaan Hani saat itu yang sudah pasti sangat sebal dan kecewa dengan sikapnya. 

****

Cahaya lampu berwarna-warni menyinari lantai dansa di kelab malam yang terkenal di Kota Jakarta itu. Terkadang sinar laser dari bebola lampu disko menari ke sana ke mari, mengikuti alunan musik up beat yang tengah dimainkan. Hani sedang duduk di kursi berhampiran bar minuman. Dia memesan dua botol minuman beralkohol. 

Seorang pelayan wanita segera menghantar pesanan gadis itu yaitu Vodka dan bir. Tangan Hani dengan sigap membuka penutup botol Vodka sebelum meneguk minuman itu dengan rakus. Dia mengesat bibirnya dengan rasa puas. Hatinya sakit bagai dihiris belati. Dia benar-benar kecewa dengan sikap Rizky yang seolah-olah mengabaikan dirinya. 

Lelaki itu sering sibuk dengan kerjanya di kantor. Hati Hani semakin terbakar oleh api cemburu saat Rizky memberitahunya bahwa lelaki itu harus menjadi tour guide (pramuwisata) untuk turis berstatus konglomerat dari Malaysia.

"Aku pasti akan ada turis perempuan yang akan jatuh hati pada Rizky besok. Apa Rizky terlalu bodoh untuk tidak memahami rasa cemburuku? Kenapa sih dia terlalu mendengarkan kata-kata Papanya itu? Apa dia terlalu naif hingga bisa dipergunakan oleh Papanya untuk melakukan apa saja yang diperintah Papanya?" gumam Hani dengan suara yang perlahan. 

Biarpun Hani ingin saja memaki dan menjerit sekuat hati untuk melepaskan amarah yang tertanam dalam jiwanya kala itu tetapi dia memilih untuk minum sehingga mabuk. Dia tahu benar tiada siapa akan peduli dengan teriakannya karena bunyi musik yang sangat kuat bergema dalam kelab malam itu. Hani menghabiskan sisa Vodka dan meneguk sehingga habis bir yang telah dia pesan. Dia mengambil keputusan untuk berdiri dan berjalan terhuyung-hayang ke lantai dansa. Ya, dia sudah mabuk berat. 

Hani melewati lautan manusia tidak kira lelaki mahupun perempuan untuk bersama mereka menghilangkan stres dan bebanan berat di kepala. Dalam keadaan mabuk, Hani menari dengan penuh erotis dan sesekali tangan cabul milik seorang lelaki yang tidak dia kenal meraba dan menyentuh tubuhnya. Dia hanya membiarkan saja perlakuan bejat lelaki itu. Lelaki  itu semakin berani memeluk tubuhnya dan tanpa Hani sempat menahan, lelaki itu memaut wajahnya dengan kasar lalu melumat bibir mungilnya. Hani coba menolak tubuh lelaki itu tetapi gagal. Akhirnya Hani memejamkan matanya dan menikmati ciuman panas itu. 

Tiba-tiba, Hani merasa sentuhan bibir lelaki itu sudah hilang meninggalkan bibirnya. Telinga Hani menangkap bunyi seperti orang yang sedang berantem dan kedengaran jeritan dari beberapa pengunjung kelab malam itu. Hani membuka matanya dan saat itu juga tubuhnya diseret keluar dari kelab malam itu. 

"Lepaskan aku!" Hani berteriak dalam keadaannya mabuk berat. Dia coba melepaskan tangannya dari genggaman lelaki itu tapi gagal. Dia coba mengecam identitas lelaki itu tetapi wajah lelaki itu terlihat berbalam dari penglihatan mata Hani. 

Hani menggelengkan kepalanya yang mulai pusing. Perutnya terasa mual. Hani segera berjongkok dan tanpa sempat dia menahan diri, dia muntah di situ juga. Mujur mereka sudah keluar dari kelab malam dan berada di tepi jalan yang tiada mobil lewat di tempat itu. 

"Aku sudah bilang sama kamu, honey. Jangan ke klub malam tanpaku. Kau benar-benar keras kepala, sayang. Lihat apa yang terjadi padamu sekarang?" kata lelaki bernama Arvin itu. 

Arvin menepuk lembut belakang Hani beberapa kali. Tiada sedikit pun rasa jijik di wajah dan mata Arvin saat melihat keadaan Hani saat itu. Malah, rasa cintanya pada gadis itu tidak berkurang walaupun sedikit.

"Kamu lelaki brengsek, Rizky. Apa aku tidak ada harganya di matamu? Aku coba menerima kamu sebagai bakal suamiku tapi kamu berani untuk mengabaikanku. Kamu memang kejam, Rizky!" Hani berteriak kesal. 

Dia segera mengelap mulutnya dari kesan muntahnya sendiri dengan kasar. Sejujurnya saat Arvin mendengar bicara Hani itu, terbit juga rasa sedikit kecewa dalam jiwanya karena hubungan mereka tidak dapat dihebahkan secara resmi pada publik gara-gara pertunangan Hani dengan Rizky. Karena itu dia tidak dapat bertemu dengan kekasihnya itu secara bebas. Apatah lagi, reputasi Hani sebagai model majalah semakin mendapat perhatian media. Biarpun dia sudah mendapatkan kegadisan Hani, tapi dia tetap merasa kalah sama Rizky. Lelaki itu berjaya menjadi tunangan Hani sedangkan Hani tidak pernah mencintai Rizky. Arvin tahu Hani hanya menganggap hubungannya dengan Rizky hanya sebatas teman sejak kecil cuma Rizky yang sangat mencintai Hani sedari mereka kecil karena Hani itu cinta pandang pertamanya. 

"Tolong hantar aku pulang." gumam Hani perlahan tapi dapat didengar oleh Arvin. 

Arvin segera mengangkat dan menggendong tubuh Hani. Sempat Arvin memandang wajah Hani yang terlindung oleh rambutnya yang panjang. Gadis itu sudah tidak sadarkan diri. Mungkin pingsan akibat terlalu mabuk. Rizky menapak perlahan ke mobilnya dan meletakkan tubuh gadis itu di kursi mobil dengan berhati-hati. Setelah itu, Arvin segera menghidupkan enjin dan menyetir mobilnya menuju ke rumah Hani.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status