Home / Fantasi / Sword of the Cosmos / Bab 2 – Bangkit di Tengah Kehancuran

Share

Bab 2 – Bangkit di Tengah Kehancuran

Author: Rygen
last update Last Updated: 2025-10-01 23:05:24

Li Yuxian membuka mata perlahan. Tubuhnya terasa berat, seolah setiap otot menolak bergerak. Cahaya biru keperakan dari pedang yang masih menggenggam tangannya perlahan meredup. Udara penuh dengan debu dan serpihan pohon yang beterbangan di sekeliling hutan purba.

Ia menatap ke sekeliling. Retakan di tanah telah melebar dan membentuk lembah kecil yang berkilau merah dan biru. Angin panas masih bertiup kencang, membawa aroma tanah basah dan sisa energi yang belum mereda. Xu Liang dan Gadis Tombak sudah berada di dekatnya, menahan napas, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran.

“Yuxian, kau masih hidup,” kata Xu Liang sambil menarik napas lega. “Aku pikir kau akan hancur terbakar energi itu.”

“Aku baik-baik saja,” jawab Yuxian sambil menatap pedang di tangannya. “Tapi energi itu… berbeda. Lebih kuat dari yang kubayangkan.”

Gadis Tombak mendekat, memeriksa tanah yang retak di sekitar mereka.

“Gelombang energi itu masih tersisa di udara. Bahkan sedikit saja bisa membuat kita terseret jika tidak hati-hati.”

Yuxian mengangguk pelan. “Aku merasakannya. Pedang ini… seperti memiliki pikiran sendiri. Sepertinya ia merespons energi inti gelap itu.”

Xu Liang menatap sahabatnya dengan mata tajam. “Kalau begitu, kau harus berhati-hati. Kekuatan itu tidak hanya berbahaya bagi lawanmu. Ia bisa membakar siapa pun yang salah langkah.”

Yuxian menggenggam pedang lebih erat. Tubuhnya masih lelah, tetapi tatapannya tetap fokus. “Aku harus memahami energi ini. Tidak ada waktu untuk ragu.”

Mereka bertiga berjalan menyusuri tepian retakan. Setiap langkah di tanah yang retak terasa seperti berjalan di atas kaca. Cahaya merah dan biru menyala di permukaan retakan, membentuk pola seperti aliran sungai energi.

“Lihat itu,” kata Gadis Tombak sambil menunjuk pola cahaya. “Sepertinya ada jalur energi yang bisa kita ikuti. Jika kita teliti, mungkin kita bisa menemukan pusat energi yang sebenarnya.”

Yuxian menunduk, merasakan aliran energi itu dengan pedangnya. Setiap denyut cahaya seakan berbicara padanya, memberi arahan dan peringatan sekaligus.

“Kita harus berhati-hati. Jalur ini tidak hanya membawa kita ke pusat energi. Ia juga bisa memicu gelombang sekunder jika kita salah langkah.”

Xu Liang mengangguk. “Kau yang memimpin. Kami akan mengikuti langkahmu.”

Mereka melangkah perlahan. Setiap langkah membawa mereka lebih dekat ke inti retakan. Debu, serpihan kayu, dan partikel energi beterbangan, menabrak kulit dan pakaian mereka. Pedang di tangan Yuxian berdenyut lebih kuat, seperti menyerap energi di sekelilingnya.

Tiba-tiba, tanah di dekat mereka bergetar hebat. Sebuah gelombang energi hitam dan merah melesat dari pusat retakan, menyerbu ke arah mereka. Xu Liang dan Gadis Tombak terseret mundur beberapa langkah.

“Cepat!” teriak Yuxian sambil menebas gelombang energi itu dengan pedangnya. Cahaya biru keperakan memotong udara, menahan serangan dengan presisi.

Gelombang energi itu memantul ke samping, menghantam pohon raksasa hingga patah dan terbakar. Namun Yuxian tetap berdiri tegap, pedangnya tetap menyala. Ia mengayunkan pedang ke udara, menciptakan lingkaran cahaya untuk menahan serangan gelombang kedua.

Xu Liang memusatkan energi tubuhnya untuk menstabilkan tanah di sekeliling mereka. Gadis Tombak menancapkan tombaknya ke tanah, menahan kekuatan sisa gelombang yang mencoba menyeret mereka ke retakan.

“Ini hanya permulaan,” bisik Yuxian pada dirinya sendiri. “Energi ini semakin liar. Aku harus lebih cepat memahami pola serangannya.”

Yuxian menutup mata sejenak. Ia merasakan setiap denyut energi di sekeliling retakan. Pedangnya bergetar mengikuti ritme energi, seolah ingin memberinya arahan. Ia membuka mata, dan seketika cahaya biru keperakan pedang itu berdenyut lebih terang, membentuk pola pelindung yang menyelimuti tubuhnya.

“Aku harus bergerak dengan tepat. Satu kesalahan bisa membuat kita semua hancur,” pikirnya.

Ia mulai menggerakkan pedang dengan ritme yang sinkron dengan aliran energi. Gelombang sisa yang sebelumnya liar, kini tampak seakan mengikuti gerakan pedangnya. Xu Liang dan Gadis Tombak terdiam, menyaksikan sahabat mereka yang kini bergerak dengan kepercayaan penuh pada pedang dan intuisi sendiri.

“Dia… seperti sudah menjadi satu dengan pedangnya,” gumam Gadis Tombak.

“Dan aku yakin dia baru saja mulai memahami energi itu,” tambah Xu Liang dengan mata membulat.

Tiba-tiba, dari inti retakan terdengar suara gemuruh yang lebih berat. Tanah bergetar hebat, dan cahaya merah di pusat retakan berkobar lebih kuat. Sebuah bentuk bayangan mulai muncul dari pusaran energi itu. Sosok besar, menyerupai manusia tapi tanpa wajah, dengan mata merah membara yang menembus malam.

Xu Liang menelan ludah. “Itu… lebih kuat dari gelombang sebelumnya.”

Gadis Tombak menegakkan tubuhnya, tombak siap menyerang.

“Energi ini… lebih dahsyat dari yang kubayangkan. Kita harus berhati-hati. Ini bukan lagi ujian biasa.”

Yuxian memandang bayangan itu tanpa takut. Tubuhnya tegap, pedang tetap menyala biru.

“Jika ini ujian takdirku, aku akan menaklukannya. Aku tidak akan mundur.”

Bayangan itu menatap Yuxian dengan intens. Suara dalam kepalanya terdengar lagi, lebih berat dan lebih jelas.

“Manusia pedang, apakah kau siap menanggung takdir yang menentukan nasib dunia? Jika kau gagal, bukan hanya dirimu yang hancur, tetapi semua yang kau cintai akan musnah.”

Angin berputar semakin kencang. Debu dan serpihan pohon beterbangan, menutupi cahaya biru dari pedang Yuxian. Bahkan udara terasa panas, bergetar seperti ingin meledak. Xu Liang dan Gadis Tombak menahan tubuh mereka agar tidak terseret.

Yuxian menatap bayangan itu dengan tatapan penuh tekad. “Kalau dunia ini menuntut seseorang untuk menghadapi takdirnya, aku akan menjadi orang itu.”

Pedang biru keperakan di tangannya bergetar lebih kuat, bersinar semakin terang. Bayangan di pusaran energi bergerak maju, membentuk lingkaran gelap yang siap menelan siapa pun yang mendekat.

Dan saat bayangan itu melangkah keluar dari inti retakan, suara gemuruh terdengar hingga ke seluruh hutan purba. Semua yang berada di sana menahan napas. Bahkan pohon-pohon raksasa tampak seolah menunduk menahan kekuatan yang mendekat.

Di detik itu, Li Yuxian tahu bahwa pertarungan sebenarnya baru saja dimulai, dan nasib dunia berada di ujung pedangnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sword of the Cosmos   Bab 25 – Napas dari Balik Gerbang

    Angin gurun berhembus pelan, membawa butiran pasir halus yang berputar di udara. Lembah yang dulu menjadi tempat pertarungan Li Yuxian kini menjadi hamparan sunyi tanpa kehidupan. Tak ada tanda-tanda kehancuran, tak ada darah atau sisa pertempuran, hanya ketenangan aneh yang terasa terlalu sempurna untuk dunia yang baru saja nyaris runtuh.Di tengah lembah itu, pedang biru keperakan masih menancap tegak. Permukaannya memantulkan cahaya lembut, seolah masih bernapas. Dari dalam bilahnya terdengar gema samar, seperti detak jantung yang menolak berhenti.Tiba-tiba, angin berhenti berhembus. Pasir-pasir di sekitarnya melayang pelan ke udara, tertarik pada pedang itu. Cahaya putih keluar dari dalam bilahnya, semakin lama semakin terang hingga membentuk siluet samar seorang pria muda.Siluet itu berdiri tegak. Tubuhnya perlahan mendapatkan bentuk, wajahnya mulai tampak jelas. Mata tajam itu, rambut hitam yang berkibar ringan, dan aura yang menggetarkan ruang tidak lain adalah Li Yuxian.Nam

  • Sword of the Cosmos   Bab 24 – Gerbang Tanpa Nama

    Cahaya putih yang menelan lembah itu menghilang perlahan, meninggalkan keheningan panjang yang menyesakkan dada. Awan-awan terpecah di langit, dan dari sela-sela cahaya muncul sosok Li Yuxian yang berdiri di tengah kawah besar. Tubuhnya berlumuran luka, namun dari dalam luka-lukanya terpancar cahaya halus berwarna biru, merah, dan hijau yang berputar menyatu di sekujur tubuhnya.Udara di sekitarnya terasa berbeda. Dunia seperti bernafas bersamanya, setiap detak jantung Yuxian memunculkan riak energi yang mengguncang tanah. Ia mengangkat kepalanya dan melihat langit yang kini dihiasi celah besar, tempat mata raksasa itu mengintip dari balik kehampaan. Cahaya keemasan dari celah itu memancar kuat, seolah ingin menembus seluruh dimensi yang ada.“Gerbang Tanpa Nama,” bisik Yuxian dengan suara serak. “Tempat di mana jalan takdir dimulai dan berakhir.”Namun sebelum ia sempat melangkah, tanah di bawahnya berguncang lagi. Batu-batu melayang ke udara, dan dari setiap retakan muncul bayangan-

  • Sword of the Cosmos   Bab 23 – Jalan Ketiga

    Cahaya putih yang melingkupi tubuh Li Yuxian akhirnya meredup perlahan. Lembah yang sebelumnya bergetar kini hening, namun hawa yang tersisa di udara jauh lebih berat dari sebelumnya. Air danau di belakangnya telah membeku menjadi kristal biru, dan di dalamnya masih terkurung dua sosok yang berarti banyak baginya, Xu Liang dan Gadis Tombak. Mereka tampak seperti tertidur, tenang namun tanpa napas kehidupan.Yuxian berdiri di tengah lapisan es itu, menatap langit yang masih dipenuhi cahaya roda tujuh lingkaran. Energi yang memancar dari simbol tersebut menekan ruang dan waktu, seolah dunia menolak keberadaannya. Ia merasakan tekanan itu di tulangnya, menembus jantungnya, tapi sorot matanya tetap teguh.“Aku tidak akan mengikuti aturan siapa pun,” bisiknya pelan. “Bahkan aturan para dewa.”Udara di sekitar berubah menjadi rapuh. Retakan-retakan tipis muncul di langit, seperti kaca yang hendak pecah. Setiap retakan memancarkan cahaya berwarna berbeda, membentuk jalur-jalur energi yang sa

  • Sword of the Cosmos   Bab 22 – Gerbang Keenam: Cermin Jiwa

    Cahaya biru keperakan melesat menembus kabut merah di langit, jatuh ke arah timur melewati lapisan-lapisan awan yang membara. Bintang jatuh itu bergetar pelan, hingga akhirnya menghantam permukaan danau kristal di lembah terpencil. Air danau berguncang hebat, namun tak satu tetes pun terciprat keluar. Dari pusaran air yang berkilau itu, perlahan muncul sosok Li Yuxian.Tubuhnya berlutut, pakaian robek dan kulitnya penuh luka bakar qi. Namun matanya masih menyala, biru dan ungu berputar di irisnya, memancarkan keteguhan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ia masih hidup.Yuxian menatap sekeliling. Lembah ini terasa asing, sepi, dan jernih. Tak ada suara burung, tak ada angin, hanya gema air danau yang menenangkan. Aroma lembut seperti dupa kuno memenuhi udara. Ia bangkit perlahan, lalu menyentuh air danau di depannya.Begitu ujung jarinya menyentuh permukaan air, pantulan wajahnya berubah. Bukan dirinya yang terlihat, melainkan sosok lain dengan mata yang sama namun penuh kebenc

  • Sword of the Cosmos   Bab 21 – Bayangan di Langit Tertinggi

    Langit berwarna merah tua, seolah darah yang mengalir di antara retakan awan. Enam pilar cahaya yang muncul dari berbagai penjuru dunia perlahan berdenyut, memancarkan gelombang energi yang saling bersahutan. Udara menjadi berat, seperti ada sesuatu yang hendak turun dari langit itu sendiri.Li Yuxian berdiri di tengah dataran hitam, tubuhnya masih dikelilingi cahaya putih keperakan yang bergetar pelan. Pedang biru di tangannya kini bersinar lembut, seperti menenangkan badai di sekelilingnya. Namun di balik ketenangan itu, matanya memantulkan perubahan besar. Satu berwarna biru jernih, satu lagi ungu gelap seperti jurang tak berdasar.Xu Liang dan Gadis Tombak terbangun di tepi dataran, terengah-engah. Keduanya menatap Yuxian dengan campuran kagum dan ngeri.“Dia... berubah,” ucap Xu Liang pelan. “Energinya bukan lagi milik manusia.”Gadis Tombak menatap lekat. “Tapi itu tetap Yuxian. Aku bisa merasakannya.”Yuxian memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang. Di dalam dirinya, dua

  • Sword of the Cosmos   Bab 20 – Panggilan dari Gerbang Keempat

    Suara tawa itu menggema panjang di udara, menembus celah-celah langit yang retak. Dari pusaran merah tua yang berputar di atas lembah, sosok berjubah panjang turun perlahan, melangkah di atas udara seperti berjalan di permukaan air. Setiap langkahnya meninggalkan bekas api di udara yang perlahan memudar menjadi abu.Li Yuxian menatap ke arah sosok itu dengan napas berat. Energi di tubuhnya belum sepenuhnya pulih, tapi insting bertarungnya langsung menegang. Ia tahu, makhluk yang datang kali ini bukan sekadar penjaga gerbang. Aura yang memancar dari tubuh sosok itu jauh melampaui apa pun yang pernah ia rasakan.Xu Liang berbisik lirih di belakangnya. “Itu... bukan roh biasa. Energinya bercampur antara Qi kosmik dan kekosongan murni. Tidak mungkin seseorang bisa menahan dua energi itu sekaligus tanpa hancur.”Gadis Tombak menatap tajam. “Dia bukan seseorang. Lihat matanya.”Mata sosok itu menyala merah keemasan, berputar seperti dua bintang yang terbakar di langit malam. Dari dekat, waj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status