Li Yuxian menatap bayangan yang mulai menampakkan wujudnya dari inti retakan. Sosok itu tinggi menjulang, tubuhnya gelap berkilau, dan mata merahnya memancarkan hawa dingin yang menusuk tulang. Hutan purba di sekitar mereka hening, seakan semua makhluk hidup menahan napas menyaksikan munculnya energi yang menakutkan ini.
Xu Liang dan Gadis Tombak berdiri di sampingnya, tubuh mereka tegang. Pedang biru keperakan Yuxian bergetar, memancarkan cahaya yang menahan kegelapan di sekelilingnya. Gelombang energi hitam dan merah berputar liar, menciptakan pusaran yang menembus langit sore.
“Ini lebih kuat dari yang kubayangkan,” bisik Xu Liang. “Kau yakin bisa menahan serangan pertamanya?”
“Aku harus bisa,” jawab Yuxian mantap. “Jika aku mundur sekarang, ini bukan hanya aku yang gagal. Dunia ini mungkin tidak akan pernah selamat.”
Gadis Tombak menggigit bibirnya. “Aku tidak ingin kehilanganmu. Tapi kau memang satu-satunya yang bisa menghadapi energi ini secara langsung.”
Yuxian menarik napas dalam. Pedangnya berdenyut semakin kuat, seakan memberinya energi tambahan. Ia melangkah maju, tubuhnya dikelilingi cahaya biru yang memantulkan aura bayangan gelap itu.
Bayangan itu bergerak. Tubuhnya melesat ke depan dengan kecepatan luar biasa. Angin berputar mengikuti gerakan, membuat daun-daun beterbangan liar. Retakan di tanah bergetar hebat. Xu Liang dan Gadis Tombak hampir terseret mundur karena tekanan energi.
Yuxian mengangkat pedangnya, mengayunkannya ke depan. Cahaya biru keperakan menembus udara, membentuk tameng yang menghadang serangan bayangan itu. Suara benturan energi mengguncang udara. Gelombang panas dan dingin bertemu, menciptakan percikan yang menyambar pepohonan di sekitarnya.
“Gerakannya terlalu cepat,” desis Gadis Tombak. “Kau harus menghitung setiap langkahnya dengan tepat.”
Yuxian menunduk sebentar, merasakan ritme serangan lawannya. Pedangnya bergetar mengikuti aliran energi bayangan itu. Ia menebas ke samping, memotong gelombang gelap yang menyambar ke arahnya. Tanah di sekitarnya retak dan meledak kecil akibat benturan energi.
“Satu kesalahan saja bisa berakhir fatal,” gumamnya.
Bayangan itu mengeluarkan energi lebih besar. Tubuhnya memancarkan aura gelap yang membuat udara di sekitarnya berputar liar. Yuxian menahan napas dan menekuk lutut, memusatkan energi pedang ke arah gelombang serangan. Setiap ayunan pedang menyebarkan cahaya biru yang berdenyut, menahan hantaman energi yang mengamuk.
Xu Liang menatap kagum. “Dia benar-benar menyatu dengan pedangnya. Aku belum pernah melihat seseorang bergerak seirama dengan energi seperti ini.”
Gadis Tombak menunduk, mengamati gerakan Yuxian. “Tapi itu baru permulaan. Energi bayangan itu tidak akan menyerah begitu saja. Kita harus siap menghadapi gelombang kedua.”
Yuxian menyadari kebenaran itu. Bayangan gelap itu bukan lawan biasa. Setiap gerakannya disertai gelombang energi yang mampu menghancurkan pohon besar sekalipun. Ia menelan ludah, memusatkan seluruh perhatiannya pada gerakan bayangan. Pedangnya bergetar, merespons setiap pulsa energi yang datang.
Dengan cepat, Yuxian mulai mengatur strategi pertarungannya. Ia mengamati pola serangan bayangan itu. Setiap kali bayangan melompat, gelombang energi merah dan hitam menyebar. Jika bergerak sembarangan, ia bisa terseret atau terluka parah.
“Aku harus mengimbangi kekuatannya dengan kecepatan dan ritme pedang,” pikirnya.
Ia menggerakkan pedangnya dengan gerakan melingkar, menciptakan medan cahaya biru yang menahan sebagian energi lawan. Gelombang kedua menghantam, menciptakan ledakan cahaya yang menerangi hutan. Pohon-pohon bergoyang keras, tanah retak, dan debu beterbangan.
Xu Liang dan Gadis Tombak menahan napas, melihat sahabat mereka menari di antara cahaya dan kegelapan. Setiap ayunan pedang Yuxian terlihat seperti tarian yang dipandu oleh intuisi dan insting. Gelombang energi lawan mulai perlahan menyesuaikan diri dengan gerakan pedangnya, membuat Yuxian menemukan ritme sendiri dalam pertarungan itu.
“Dia mengendalikan energi itu,” bisik Xu Liang.
“Tapi bayangan itu masih belum kalah,” tambah Gadis Tombak.
Bayangan itu menatap Yuxian dengan mata merah membara. Tubuhnya melompat ke udara dan melepaskan gelombang energi ketiga yang lebih dahsyat. Angin panas dan dingin bertabrakan, menciptakan pusaran yang menelan cahaya di sekeliling mereka. Bahkan udara terasa panas di wajah mereka.
Yuxian menekuk lutut, pedang di tangannya berdenyut kuat. Ia menebas ke arah gelombang, membelah udara dan menahan energi itu. Cahaya biru keperakan bersinar lebih terang dari sebelumnya, membentuk lingkaran pelindung yang menjaga tubuhnya tetap utuh.
Debu, serpihan kayu, dan partikel energi beterbangan liar, menutupi pandangan Xu Liang dan Gadis Tombak. Mereka bisa merasakan tekanan energi yang begitu besar, seolah dunia ini sendiri menentang mereka.
“Jika Yuxian gagal menahan serangan ini, semua akan hancur,” gumam Gadis Tombak.
Yuxian menggerakkan pedangnya dengan cepat, setiap ayunan membelah gelombang energi, mengimbangi tekanan yang datang dari bayangan itu. Tubuhnya mulai lelah, tetapi matanya tetap bersinar penuh tekad.
“Aku tidak boleh kalah. Aku harus menahan ini, walau hanya untuk satu detik lebih lama,” desisnya dalam hati.
Tiba-tiba, bayangan itu menekuk tubuhnya dan bergerak dengan kecepatan luar biasa, menyerang dari sisi yang tidak terduga. Cahaya biru pedang Yuxian berkedip cepat, tetapi bayangan itu tampak seperti menembus setiap pertahanan yang ada.
Udara di sekeliling mereka bergetar hebat. Pohon-pohon di hutan purba runtuh satu per satu. Debu dan serpihan beterbangan, menutupi cahaya biru dan merah yang bertabrakan. Xu Liang dan Gadis Tombak terhuyung mundur, hampir terseret ke pusaran energi.
Yuxian menatap bayangan itu dengan mata melebar. Tubuhnya diguncang oleh dorongan energi dahsyat. Pedangnya hampir terlepas dari genggaman. Suara bergemuruh terdengar dari langit dan tanah bersamaan.
Dan saat bayangan itu mencondongkan tubuhnya ke arah Yuxian, sebuah ledakan cahaya dan energi siap melahap hutan purba. Dalam sekejap, nasib Li Yuxian dan semua yang ada di sana berada di ujung kehancuran.
Ledakan cahaya putih itu memekakkan telinga. Udara bergetar seperti ditarik dari segala arah, dan tanah di bawah kaki Li Yuxian pecah membentuk jurang kecil yang menyebar cepat. Xu Liang dan Gadis Tombak menutup wajah mereka dengan lengan, berusaha bertahan di tengah tekanan yang nyaris membuat paru-paru mereka berhenti bekerja.Yuxian berdiri di tengah pusaran, tubuhnya bergetar hebat. Pedang biru keperakan di tangannya bergetar seolah-olah sedang menahan sesuatu yang jauh lebih besar dari dirinya. Dari bilah pedang itu, muncul percikan kecil cahaya biru yang melesat ke arah langit, menembus kabut tebal dan menggetarkan seluruh hutan purba.“Energi ini tidak sama seperti sebelumnya,” kata Xu Liang dengan suara gemetar. “Seolah ada sesuatu yang terbangun di dalamnya.”Gadis Tombak menatap ke arah pusat pusaran. “Bukan hanya terbangun. Energi itu sedang berevolusi.”Yuxian menggertakkan gigi, menahan arus kekuatan yang mulai menelan tubuhnya. Suara gemuruh memenuhi udara ketika pusaran
Li Yuxian berdiri di tengah reruntuhan hutan purba, pedang biru keperakan tergenggam erat di tangannya. Gelombang energi yang baru pecah menciptakan pusaran cahaya merah dan biru yang berputar liar, menimbulkan tekanan hebat yang mengguncang tanah. Pohon-pohon runtuh, tanah retak semakin melebar, dan udara dipenuhi debu serta serpihan kayu.Xu Liang dan Gadis Tombak menatap Yuxian dengan mata terbelalak. Tubuh mereka bergetar mengikuti setiap gelombang energi yang menghantam sekeliling mereka.“Yuxian, energi itu semakin liar!” teriak Xu Liang.“Aku tahu,” jawab Yuxian dengan napas berat. “Aku harus menyatu dengan pedang ini dan pusaran energi jika ingin selamat.”Gadis Tombak menunduk, tombaknya membentuk medan pelindung tipis untuk menahan serpihan yang beterbangan. “Kau satu-satunya yang bisa menahan gelombang itu. Aku tidak ingin kehilanganmu.”Yuxian menelan ludah, menatap inti pusaran yang berdenyut semakin cepat. Cahaya biru keperakan dari pedangnya memantul ke gelombang energi
Li Yuxian berdiri di tengah reruntuhan hutan purba, pedang biru keperakan menggenggam erat di tangannya. Cahaya dari pedang itu menembus debu dan serpihan pohon yang beterbangan. Pusaran energi di depan mereka telah pecah menjadi beberapa gelombang besar, masing-masing berdenyut merah dan biru, mengirimkan tekanan yang menghancurkan tanah dan memutar udara di sekeliling mereka.Xu Liang dan Gadis Tombak berdiri di belakangnya, tubuh mereka bergetar mengikuti getaran energi. Mata mereka menatap Yuxian dengan campuran kekaguman dan ketakutan.“Kita belum pernah menghadapi energi seperti ini sebelumnya,” desis Xu Liang. “Setiap gelombangnya bisa menghancurkan kita.”“Aku tahu,” jawab Yuxian. Napasnya berat, tubuhnya bergetar mengikuti denyut energi. “Aku harus menyatu dengan gelombang ini. Jika gagal, kita semua akan hancur.”Gadis Tombak menunduk, tombaknya membentuk medan tipis untuk menahan serpihan pohon yang beterbangan liar. “Kau satu-satunya yang bisa menghadapi ini. Aku tidak ing
Li Yuxian berdiri di tengah hutan purba yang hancur berantakan. Pedang biru keperakan di tangannya berdenyut lebih kuat dari sebelumnya. Angin berputar liar, serpihan pohon dan debu beterbangan memenuhi udara. Di pusat pusaran, sosok misterius yang bersinar merah dan biru bergerak perlahan, mengeluarkan gelombang energi yang menekan seluruh hutan.Xu Liang dan Gadis Tombak menatap dengan mata terbelalak. Mereka tidak pernah menyaksikan energi seperti ini sebelumnya. Tubuh mereka bergoyang akibat tekanan gelombang energi yang terus menghantam.“Yuxian, kau harus berhati-hati,” teriak Xu Liang. “Energi itu… jauh lebih kuat dari bayangan sebelumnya.”“Aku tahu,” jawab Yuxian. Suaranya tegas, napasnya berat. “Pedang ini dan aku harus menyatu dengan energi itu sekarang. Jika tidak, kita semua akan hancur.”Gadis Tombak menekuk lutut, tombaknya membentuk medan pelindung tipis. “Aku tidak ingin kehilanganmu,” gumamnya. “Tetapi kau satu-satunya yang bisa menghadapi ini langsung.”Yuxian menel
Li Yuxian berdiri di tengah hutan purba yang porak-poranda. Pedang biru keperakan di tangannya berdenyut lebih kuat daripada sebelumnya. Debu beterbangan, serpihan pohon terlempar ke udara, dan tanah retak menyebar seperti jaringan sungai yang membelah hutan. Udara terasa panas dan dingin sekaligus, seakan menandakan kekuatan baru yang sedang menunggu untuk dilepas.Xu Liang dan Gadis Tombak berdiri di belakangnya, tubuh mereka tegang. Mata mereka menatap pusaran energi merah dan biru yang berdenyut di pusat retakan.“Apa itu… energi baru?” desis Xu Liang sambil menahan tubuhnya agar tidak terseret gelombang energi.“Sepertinya energi ini bereaksi terhadap pedangmu,” jawab Yuxian. Suaranya mantap, tetapi napasnya terdengar berat. “Jika aku tidak segera mengimbangi ritmenya, kita semua akan hancur.”Gadis Tombak menatap sahabatnya dengan cemas. “Kau harus berhati-hati. Energi itu… jauh lebih liar daripada sebelumnya. Bahkan bayangan gelap yang sebelumnya menyerang kita tampaknya mengan
Li Yuxian terlempar ke udara, tubuhnya berputar beberapa kali sebelum mendarat di tanah yang retak. Debu dan serpihan pohon beterbangan di sekelilingnya. Pedang biru keperakan masih tergenggam erat di tangannya, bersinar terang menahan sebagian gelombang energi yang menelan hutan purba.Xu Liang dan Gadis Tombak berlari ke arahnya, langkah mereka berat karena tanah retak dan serpihan pohon yang berserakan. Wajah mereka dipenuhi kecemasan.“Yuxian, kau baik-baik saja!” teriak Xu Liang.“Aku masih hidup,” jawab Yuxian sambil menggelengkan kepala. “Tapi energi itu… lebih dahsyat dari yang kukira. Aku harus cepat menemukan ritmenya.”Gadis Tombak menatap sahabatnya dengan mata cemas. “Kalau kau gagal memahami energi itu sekarang, tidak ada yang bisa menolong kita.”“Aku tahu,” gumam Yuxian. “Aku harus menyesuaikan diri. Pedang ini dan energi itu harus sinkron, atau kita semua akan hancur.”Yuxian menutup mata sebentar, merasakan denyut energi yang tersisa di tanah, udara, dan inti retakan