Beranda / Fantasi / Sword of the Cosmos / Bab 3 – Pertarungan Pertama

Share

Bab 3 – Pertarungan Pertama

Penulis: Rygen
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-01 23:28:18

Li Yuxian menatap bayangan yang mulai menampakkan wujudnya dari inti retakan. Sosok itu tinggi menjulang, tubuhnya gelap berkilau, dan mata merahnya memancarkan hawa dingin yang menusuk tulang. Hutan purba di sekitar mereka hening, seakan semua makhluk hidup menahan napas menyaksikan munculnya energi yang menakutkan ini.

Xu Liang dan Gadis Tombak berdiri di sampingnya, tubuh mereka tegang. Pedang biru keperakan Yuxian bergetar, memancarkan cahaya yang menahan kegelapan di sekelilingnya. Gelombang energi hitam dan merah berputar liar, menciptakan pusaran yang menembus langit sore.

“Ini lebih kuat dari yang kubayangkan,” bisik Xu Liang. “Kau yakin bisa menahan serangan pertamanya?”

“Aku harus bisa,” jawab Yuxian mantap. “Jika aku mundur sekarang, ini bukan hanya aku yang gagal. Dunia ini mungkin tidak akan pernah selamat.”

Gadis Tombak menggigit bibirnya. “Aku tidak ingin kehilanganmu. Tapi kau memang satu-satunya yang bisa menghadapi energi ini secara langsung.”

Yuxian menarik napas dalam. Pedangnya berdenyut semakin kuat, seakan memberinya energi tambahan. Ia melangkah maju, tubuhnya dikelilingi cahaya biru yang memantulkan aura bayangan gelap itu.

Bayangan itu bergerak. Tubuhnya melesat ke depan dengan kecepatan luar biasa. Angin berputar mengikuti gerakan, membuat daun-daun beterbangan liar. Retakan di tanah bergetar hebat. Xu Liang dan Gadis Tombak hampir terseret mundur karena tekanan energi.

Yuxian mengangkat pedangnya, mengayunkannya ke depan. Cahaya biru keperakan menembus udara, membentuk tameng yang menghadang serangan bayangan itu. Suara benturan energi mengguncang udara. Gelombang panas dan dingin bertemu, menciptakan percikan yang menyambar pepohonan di sekitarnya.

“Gerakannya terlalu cepat,” desis Gadis Tombak. “Kau harus menghitung setiap langkahnya dengan tepat.”

Yuxian menunduk sebentar, merasakan ritme serangan lawannya. Pedangnya bergetar mengikuti aliran energi bayangan itu. Ia menebas ke samping, memotong gelombang gelap yang menyambar ke arahnya. Tanah di sekitarnya retak dan meledak kecil akibat benturan energi.

“Satu kesalahan saja bisa berakhir fatal,” gumamnya.

Bayangan itu mengeluarkan energi lebih besar. Tubuhnya memancarkan aura gelap yang membuat udara di sekitarnya berputar liar. Yuxian menahan napas dan menekuk lutut, memusatkan energi pedang ke arah gelombang serangan. Setiap ayunan pedang menyebarkan cahaya biru yang berdenyut, menahan hantaman energi yang mengamuk.

Xu Liang menatap kagum. “Dia benar-benar menyatu dengan pedangnya. Aku belum pernah melihat seseorang bergerak seirama dengan energi seperti ini.”

Gadis Tombak menunduk, mengamati gerakan Yuxian. “Tapi itu baru permulaan. Energi bayangan itu tidak akan menyerah begitu saja. Kita harus siap menghadapi gelombang kedua.”

Yuxian menyadari kebenaran itu. Bayangan gelap itu bukan lawan biasa. Setiap gerakannya disertai gelombang energi yang mampu menghancurkan pohon besar sekalipun. Ia menelan ludah, memusatkan seluruh perhatiannya pada gerakan bayangan. Pedangnya bergetar, merespons setiap pulsa energi yang datang.

Dengan cepat, Yuxian mulai mengatur strategi pertarungannya. Ia mengamati pola serangan bayangan itu. Setiap kali bayangan melompat, gelombang energi merah dan hitam menyebar. Jika bergerak sembarangan, ia bisa terseret atau terluka parah.

“Aku harus mengimbangi kekuatannya dengan kecepatan dan ritme pedang,” pikirnya.

Ia menggerakkan pedangnya dengan gerakan melingkar, menciptakan medan cahaya biru yang menahan sebagian energi lawan. Gelombang kedua menghantam, menciptakan ledakan cahaya yang menerangi hutan. Pohon-pohon bergoyang keras, tanah retak, dan debu beterbangan.

Xu Liang dan Gadis Tombak menahan napas, melihat sahabat mereka menari di antara cahaya dan kegelapan. Setiap ayunan pedang Yuxian terlihat seperti tarian yang dipandu oleh intuisi dan insting. Gelombang energi lawan mulai perlahan menyesuaikan diri dengan gerakan pedangnya, membuat Yuxian menemukan ritme sendiri dalam pertarungan itu.

“Dia mengendalikan energi itu,” bisik Xu Liang.

“Tapi bayangan itu masih belum kalah,” tambah Gadis Tombak.

Bayangan itu menatap Yuxian dengan mata merah membara. Tubuhnya melompat ke udara dan melepaskan gelombang energi ketiga yang lebih dahsyat. Angin panas dan dingin bertabrakan, menciptakan pusaran yang menelan cahaya di sekeliling mereka. Bahkan udara terasa panas di wajah mereka.

Yuxian menekuk lutut, pedang di tangannya berdenyut kuat. Ia menebas ke arah gelombang, membelah udara dan menahan energi itu. Cahaya biru keperakan bersinar lebih terang dari sebelumnya, membentuk lingkaran pelindung yang menjaga tubuhnya tetap utuh.

Debu, serpihan kayu, dan partikel energi beterbangan liar, menutupi pandangan Xu Liang dan Gadis Tombak. Mereka bisa merasakan tekanan energi yang begitu besar, seolah dunia ini sendiri menentang mereka.

“Jika Yuxian gagal menahan serangan ini, semua akan hancur,” gumam Gadis Tombak.

Yuxian menggerakkan pedangnya dengan cepat, setiap ayunan membelah gelombang energi, mengimbangi tekanan yang datang dari bayangan itu. Tubuhnya mulai lelah, tetapi matanya tetap bersinar penuh tekad.

“Aku tidak boleh kalah. Aku harus menahan ini, walau hanya untuk satu detik lebih lama,” desisnya dalam hati.

Tiba-tiba, bayangan itu menekuk tubuhnya dan bergerak dengan kecepatan luar biasa, menyerang dari sisi yang tidak terduga. Cahaya biru pedang Yuxian berkedip cepat, tetapi bayangan itu tampak seperti menembus setiap pertahanan yang ada.

Udara di sekeliling mereka bergetar hebat. Pohon-pohon di hutan purba runtuh satu per satu. Debu dan serpihan beterbangan, menutupi cahaya biru dan merah yang bertabrakan. Xu Liang dan Gadis Tombak terhuyung mundur, hampir terseret ke pusaran energi.

Yuxian menatap bayangan itu dengan mata melebar. Tubuhnya diguncang oleh dorongan energi dahsyat. Pedangnya hampir terlepas dari genggaman. Suara bergemuruh terdengar dari langit dan tanah bersamaan.

Dan saat bayangan itu mencondongkan tubuhnya ke arah Yuxian, sebuah ledakan cahaya dan energi siap melahap hutan purba. Dalam sekejap, nasib Li Yuxian dan semua yang ada di sana berada di ujung kehancuran.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sword of the Cosmos   Bab 25 – Napas dari Balik Gerbang

    Angin gurun berhembus pelan, membawa butiran pasir halus yang berputar di udara. Lembah yang dulu menjadi tempat pertarungan Li Yuxian kini menjadi hamparan sunyi tanpa kehidupan. Tak ada tanda-tanda kehancuran, tak ada darah atau sisa pertempuran, hanya ketenangan aneh yang terasa terlalu sempurna untuk dunia yang baru saja nyaris runtuh.Di tengah lembah itu, pedang biru keperakan masih menancap tegak. Permukaannya memantulkan cahaya lembut, seolah masih bernapas. Dari dalam bilahnya terdengar gema samar, seperti detak jantung yang menolak berhenti.Tiba-tiba, angin berhenti berhembus. Pasir-pasir di sekitarnya melayang pelan ke udara, tertarik pada pedang itu. Cahaya putih keluar dari dalam bilahnya, semakin lama semakin terang hingga membentuk siluet samar seorang pria muda.Siluet itu berdiri tegak. Tubuhnya perlahan mendapatkan bentuk, wajahnya mulai tampak jelas. Mata tajam itu, rambut hitam yang berkibar ringan, dan aura yang menggetarkan ruang tidak lain adalah Li Yuxian.Nam

  • Sword of the Cosmos   Bab 24 – Gerbang Tanpa Nama

    Cahaya putih yang menelan lembah itu menghilang perlahan, meninggalkan keheningan panjang yang menyesakkan dada. Awan-awan terpecah di langit, dan dari sela-sela cahaya muncul sosok Li Yuxian yang berdiri di tengah kawah besar. Tubuhnya berlumuran luka, namun dari dalam luka-lukanya terpancar cahaya halus berwarna biru, merah, dan hijau yang berputar menyatu di sekujur tubuhnya.Udara di sekitarnya terasa berbeda. Dunia seperti bernafas bersamanya, setiap detak jantung Yuxian memunculkan riak energi yang mengguncang tanah. Ia mengangkat kepalanya dan melihat langit yang kini dihiasi celah besar, tempat mata raksasa itu mengintip dari balik kehampaan. Cahaya keemasan dari celah itu memancar kuat, seolah ingin menembus seluruh dimensi yang ada.“Gerbang Tanpa Nama,” bisik Yuxian dengan suara serak. “Tempat di mana jalan takdir dimulai dan berakhir.”Namun sebelum ia sempat melangkah, tanah di bawahnya berguncang lagi. Batu-batu melayang ke udara, dan dari setiap retakan muncul bayangan-

  • Sword of the Cosmos   Bab 23 – Jalan Ketiga

    Cahaya putih yang melingkupi tubuh Li Yuxian akhirnya meredup perlahan. Lembah yang sebelumnya bergetar kini hening, namun hawa yang tersisa di udara jauh lebih berat dari sebelumnya. Air danau di belakangnya telah membeku menjadi kristal biru, dan di dalamnya masih terkurung dua sosok yang berarti banyak baginya, Xu Liang dan Gadis Tombak. Mereka tampak seperti tertidur, tenang namun tanpa napas kehidupan.Yuxian berdiri di tengah lapisan es itu, menatap langit yang masih dipenuhi cahaya roda tujuh lingkaran. Energi yang memancar dari simbol tersebut menekan ruang dan waktu, seolah dunia menolak keberadaannya. Ia merasakan tekanan itu di tulangnya, menembus jantungnya, tapi sorot matanya tetap teguh.“Aku tidak akan mengikuti aturan siapa pun,” bisiknya pelan. “Bahkan aturan para dewa.”Udara di sekitar berubah menjadi rapuh. Retakan-retakan tipis muncul di langit, seperti kaca yang hendak pecah. Setiap retakan memancarkan cahaya berwarna berbeda, membentuk jalur-jalur energi yang sa

  • Sword of the Cosmos   Bab 22 – Gerbang Keenam: Cermin Jiwa

    Cahaya biru keperakan melesat menembus kabut merah di langit, jatuh ke arah timur melewati lapisan-lapisan awan yang membara. Bintang jatuh itu bergetar pelan, hingga akhirnya menghantam permukaan danau kristal di lembah terpencil. Air danau berguncang hebat, namun tak satu tetes pun terciprat keluar. Dari pusaran air yang berkilau itu, perlahan muncul sosok Li Yuxian.Tubuhnya berlutut, pakaian robek dan kulitnya penuh luka bakar qi. Namun matanya masih menyala, biru dan ungu berputar di irisnya, memancarkan keteguhan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ia masih hidup.Yuxian menatap sekeliling. Lembah ini terasa asing, sepi, dan jernih. Tak ada suara burung, tak ada angin, hanya gema air danau yang menenangkan. Aroma lembut seperti dupa kuno memenuhi udara. Ia bangkit perlahan, lalu menyentuh air danau di depannya.Begitu ujung jarinya menyentuh permukaan air, pantulan wajahnya berubah. Bukan dirinya yang terlihat, melainkan sosok lain dengan mata yang sama namun penuh kebenc

  • Sword of the Cosmos   Bab 21 – Bayangan di Langit Tertinggi

    Langit berwarna merah tua, seolah darah yang mengalir di antara retakan awan. Enam pilar cahaya yang muncul dari berbagai penjuru dunia perlahan berdenyut, memancarkan gelombang energi yang saling bersahutan. Udara menjadi berat, seperti ada sesuatu yang hendak turun dari langit itu sendiri.Li Yuxian berdiri di tengah dataran hitam, tubuhnya masih dikelilingi cahaya putih keperakan yang bergetar pelan. Pedang biru di tangannya kini bersinar lembut, seperti menenangkan badai di sekelilingnya. Namun di balik ketenangan itu, matanya memantulkan perubahan besar. Satu berwarna biru jernih, satu lagi ungu gelap seperti jurang tak berdasar.Xu Liang dan Gadis Tombak terbangun di tepi dataran, terengah-engah. Keduanya menatap Yuxian dengan campuran kagum dan ngeri.“Dia... berubah,” ucap Xu Liang pelan. “Energinya bukan lagi milik manusia.”Gadis Tombak menatap lekat. “Tapi itu tetap Yuxian. Aku bisa merasakannya.”Yuxian memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang. Di dalam dirinya, dua

  • Sword of the Cosmos   Bab 20 – Panggilan dari Gerbang Keempat

    Suara tawa itu menggema panjang di udara, menembus celah-celah langit yang retak. Dari pusaran merah tua yang berputar di atas lembah, sosok berjubah panjang turun perlahan, melangkah di atas udara seperti berjalan di permukaan air. Setiap langkahnya meninggalkan bekas api di udara yang perlahan memudar menjadi abu.Li Yuxian menatap ke arah sosok itu dengan napas berat. Energi di tubuhnya belum sepenuhnya pulih, tapi insting bertarungnya langsung menegang. Ia tahu, makhluk yang datang kali ini bukan sekadar penjaga gerbang. Aura yang memancar dari tubuh sosok itu jauh melampaui apa pun yang pernah ia rasakan.Xu Liang berbisik lirih di belakangnya. “Itu... bukan roh biasa. Energinya bercampur antara Qi kosmik dan kekosongan murni. Tidak mungkin seseorang bisa menahan dua energi itu sekaligus tanpa hancur.”Gadis Tombak menatap tajam. “Dia bukan seseorang. Lihat matanya.”Mata sosok itu menyala merah keemasan, berputar seperti dua bintang yang terbakar di langit malam. Dari dekat, waj

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status