Waktu terus berlalu, tapi hujan tak kunjung reda bahkan terlihat semakin deras. "Kapan hujan ini akan reda? Kalau begini terus menerus, aku tidak bisa pergi," gumam Virgolin."Jika kamu mau, kamu boleh tidur di rumahku ini," Airin seakan tahu kegundahan yang dirasakan Virgolin. "Sebentar lagi, hari akan berganti malam. Akan sangat berbahaya untukmu berjalan di malam hari.""Aku harus segera sampai ke tempat tujuanku. Lebih cepat, lebih baik.""Terserah kamu saja, tapi saranku lebih baik kamu melanjutkan perjalanan besok pagi saja. Melanjutkan perjalanan di malam hari tentunya akan banyak mengundang resiko, apalagi kamu seorang wanita. Bagaimana kalau tiba-tiba kamu bertemu orang jahat? Tentunya itu akan sangat berbahaya."Seketika bulu kuduk Virgolin meremang. Apa yang dikatakan Airin benar-benar sangat mengerikan. Jika itu terjadi, sudah tentu dirinya tidak bisa pulang lagi ke dunianya dan mati ditempat yang begitu asing tanpa diketahui oleh orangtua dan sanak saudaranya. "Tempat t
Dua orang pria berpostur tubuh tinggi tegap serta berpakaian prajurit berdiri depan pintu."A-ada apa?!" tanya Airin gugup sekaligus kaget rumahnya didatangi prajurit istana.Salah satu dari dua orang tersebut mengeluarkan selembar kertas dari balik bajunya. "Apa kau melihat wanita ini?!"Kertas putih dengan gambar lukisan wajah seorang wanita diperlihatkan pada Airin. "Bukankah ini si Virgolin," bisik hati kecil Airin dalam hati begitu melihat lukisan wajah."Apa kau melihat wanita ini?!" tanya pria tersebut tegas mengulang pertanyaannya. Airin menggeleng. "Ti-tidak. Aku tidak pernah melihatnya," jawabnya berusaha menekan kegugupan agar tidak dicurigai. "Geledah rumah ini!" seru salah satu pria tersebut, tidak percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan Airin. Tiga orang prajurit datang dari arah samping rumah membuat Airin terkejut. "Eh, kalian mau apa? Tidak ada wanita itu di sini!" seru Airin mencoba menghalangi tiga prajurit yang hendak masuk. "Minggir!" salah satu dari me
Kedua bola mata Virgolin terbuka lebar. Otak kiri dan kanannya sudah tidak bisa bekerja lagi. Kaget bercampur takut menyatu padu tersirat pada wajahnya yang pucat pasi.Wussh!Angin berkelebat sangat cepat bagai kilatan petir. Virgolin merasakan tubuhnya melayang dalam dekapan seseorang. "Kamu tidak apa-apa?!" suara pria yang bertanya menyadarkan Virgolin dari rasa terkejutnya. Virgolin telah berpindah tempat, berdiri ditepi jalan. Bukan sapi yang ada di depan matanya, tapi pria cukup umur yang berdiri di hadapannya."Untung saja aku cepat menolongmu," sambung pria tua tersebut. "Lihatlah itu, sapinya mengamuk."Virgolin mengalihkan tatapannya dari pria tua tersebut pada sapi yang sedang berusaha ditangkap oleh beberapa orang pria dewasa."Sapi gila seperti itu sangat berbahaya jika dibiarkan berkeliaran," ucap pria tua tersebut. Virgolin menelan saliva, menenangkan hati dan detak jantungnya bak irama genderang di medan perang bahkan jari jemari tangannya sampai gemetar. Pria tua
Salim mendekati salah satu dari dua prajurit tersebut. "Dua bocah tengik ini selalu membuat kekacauan di desa ini. Sudah banyak orang terutama para wanita yang menjadi korban otak mesum kedua bocah tengik ini!""Mereka berdua licin bagai belut. Bagus kau telah menghajarnya Salim," puji salah satu prajurit. "Bawa saja si Jamal dan Jamil itu!" seru Salim, "biar aman kampung kita ini dari orang tidak berguna seperti mereka."Jamal dan Jamil hanya bisa pasrah ketika diseret paksa. Wajah lebam serta badan babak belur menjadi oleh-oleh keduanya menuju ke tempat hukuman. Virgolin bernapas lega, ternyata dua orang prajurit tersebut tidak mengetahui keberadaanya dan yang lebih utama bukan mencari tentang dirinya. "Nyonya, anda baik-baik saja?!" tanya Salim berdiri depan Virgolin yang sedang melihat dua orang prajurit menyeret Jamal dan Jamil."I-iya," jawab Virgolin terkesiap kaget."Mereka dua orang yang sering mengganggu dan membuat kekacauan di desa ini," jelas Salim. "Julukan mereka Ja
Hiaat!Hiaat!Suara derap kaki kuda yang membawa rombongan Putra Mahkota semakin jauh dari pandangan Virgolin. "Bagaimana ini?! Haruskan aku pulang kembali ke Istana Voresham atau ,,,," Virgolin bicara sendiri, berdiri tepi jalan berbatu di antara debu jalan berterbangan yang ditinggalkan dari derap kaki kuda rombongan Pisceso. Putra Mahkota seakan menyadari sesuatu yang memanggil jiwanya. Sambil memacu kuda, Pisceso menoleh ke belakang. "Kenapa aku seperti mendengar seseorang menyebut namaku?" gumamnya, tapi tak terlihat siapapun dibelakang kecuali debu yang berterbangan menghalangi pandangan."Pangeran, ada apa?!" tanya Jidan melihat putra mahkotanya melihat ke belakang. "Tidak ada apa-apa!" teriak Pisceso mengimbangi suara derap kaki kuda.Hiaat!Hiaat!Pisceso semakin memacu kudanya dengan cepat bak anak panah yang baru melesat dari tempatnya. Hati dan pikirannya selalu teringat dengan Virgolin, gadis dari dunia lain yang telah diculiknya.Istana Voresham berdiri megah depan ma
"Kalau kamu mau pergi sebaiknya kamu pergi sekarang, sebelum hari berganti malam. Apalagi langit mulai terlihat mendung." "I-iya, terima kasih nek atas air minumnya. Saya akan melanjutkan perjalanan." Virgolin bergegas pergi ke arah jalan setapak yang akan melewati hutan bambu.Tik! Tik!Satu tetes air jatuh dari langit mengenai tangan Virgolin. Dua tetes, tiga tetes sampai hujan rintik."Astaga! Gerimis," ucap Virgolin melihat ke langit. Tik! Tik! Tik!Tetes demi tetes perlahan berubah jadi hujan. Virgolin berlari mencari tempat untuk berteduh di bawah pohon besar dengan daun yang rindang. "Kenapa jadi hujan sih? Tadi perasaan panas banget, sekarang hujan. Aneh banget dunia di sini," gumam Virgolin mendekap tas tangannya di dada agar tidak kebasahan.Tak berapa lama, dari kejauhan terlihat suami Nenek Suti datang dengan tangan memegang daun talas lebar yang dipakai sebagai payung."Untung nyonya belum jauh," ucap kakek dengan napas naik turun tak beraturan setelah berdiri di depa
DUAAR!!!Kilat cahaya menyilaukan mata mendadak membelah langit kelam diakhiri suara petir yang menggelegar. Padahal, bulan sedang menggantung begitu indah menghias langit. Setiap orang melonjak kaget, tapi tidak dengan Tabib Cole. Kedua bola matanya malah berbinar. "Yang mulia! Pintu telah terbuka! Pintu telah terbuka!" teriaknya kegirangan."Lihat itu! Sinarnya sudah terlihat!" Jari telunjuk keriputnya kini mengarah pada bukit yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.Raja dan Pangeran Pisceso saling berpandangan tak mengerti. Mengapa tabib yang harusnya menyembuhkan sang ratu malah bahagia melihat fenomena alam yang belum pasti ini?SREET!Pedang panjang kesayangan Pangeran Pisceso langsung mengarah pada leher tabib. "Bicara yang jelas atau mulutmu itu akan ku bungkam selamanya!"Kedua bola mata Tabib Cole melebar, secepat kilat langsung bersimpuh. "Ampun Pangeran! Hamba akan jelaskan!"Pedang itu lantas masuk kembali ke dalam sarungnya. Pangeran Pisceso berdiri dengan gagahnya me
BUMI, 2025"Jadi bagaimana Dokter Virgolin. Apa yang harus saya lakukan?!" tanya sang pasien. "Bukannya saya tidak bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan, tapi tidak salah bukan jika saya ingin mempercantik diri?!" Senyum manis menghiasi bibir mungil Dokter Virgolin. Wajah cantiknya begitu tenang setiap menghadapi pasien yang sering mengeluh dan minta saran padanya. "Tidak salah, Nyonya Mer," jawab Dokter Virgolin lembut. "Setiap orang punya hak untuk mempercantik diri, itu bentuk dari menghargai diri sendiri. Saya sudah memeriksa semuanya. Minggu depan, Nyonya bisa datang kembali lagi ke sini untuk melakukan pemeriksaan tahap selanjutnya.""Ok Dokter, saya siap!" seru Nyonya Mer begitu antusias. "Kalau begitu, baiklah Nyonya. Semuanya nanti akan saya konfirmasikan lebih lanjut. Satu pesan saya, jaga kesehatan Nyonya selama satu Minggu ke depan.""Iya, baik Dokter. Tentu saja!"Setelah itu, pasien yang umurnya sudah tidak terbilang muda lagi pergi ke luar dari ruang praktek Dokte