Dua orang pria berpostur tubuh tinggi tegap serta berpakaian prajurit berdiri depan pintu."A-ada apa?!" tanya Airin gugup sekaligus kaget rumahnya didatangi prajurit istana.Salah satu dari dua orang tersebut mengeluarkan selembar kertas dari balik bajunya. "Apa kau melihat wanita ini?!"Kertas putih dengan gambar lukisan wajah seorang wanita diperlihatkan pada Airin. "Bukankah ini si Virgolin," bisik hati kecil Airin dalam hati begitu melihat lukisan wajah."Apa kau melihat wanita ini?!" tanya pria tersebut tegas mengulang pertanyaannya. Airin menggeleng. "Ti-tidak. Aku tidak pernah melihatnya," jawabnya berusaha menekan kegugupan agar tidak dicurigai. "Geledah rumah ini!" seru salah satu pria tersebut, tidak percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan Airin. Tiga orang prajurit datang dari arah samping rumah membuat Airin terkejut. "Eh, kalian mau apa? Tidak ada wanita itu di sini!" seru Airin mencoba menghalangi tiga prajurit yang hendak masuk. "Minggir!" salah satu dari me
Kedua bola mata Virgolin terbuka lebar. Otak kiri dan kanannya sudah tidak bisa bekerja lagi. Kaget bercampur takut menyatu padu tersirat pada wajahnya yang pucat pasi.Wussh!Angin berkelebat sangat cepat bagai kilatan petir. Virgolin merasakan tubuhnya melayang dalam dekapan seseorang. "Kamu tidak apa-apa?!" suara pria yang bertanya menyadarkan Virgolin dari rasa terkejutnya. Virgolin telah berpindah tempat, berdiri ditepi jalan. Bukan sapi yang ada di depan matanya, tapi pria cukup umur yang berdiri di hadapannya."Untung saja aku cepat menolongmu," sambung pria tua tersebut. "Lihatlah itu, sapinya mengamuk."Virgolin mengalihkan tatapannya dari pria tua tersebut pada sapi yang sedang berusaha ditangkap oleh beberapa orang pria dewasa."Sapi gila seperti itu sangat berbahaya jika dibiarkan berkeliaran," ucap pria tua tersebut. Virgolin menelan saliva, menenangkan hati dan detak jantungnya bak irama genderang di medan perang bahkan jari jemari tangannya sampai gemetar. Pria tua
Salim mendekati salah satu dari dua prajurit tersebut. "Dua bocah tengik ini selalu membuat kekacauan di desa ini. Sudah banyak orang terutama para wanita yang menjadi korban otak mesum kedua bocah tengik ini!""Mereka berdua licin bagai belut. Bagus kau telah menghajarnya Salim," puji salah satu prajurit. "Bawa saja si Jamal dan Jamil itu!" seru Salim, "biar aman kampung kita ini dari orang tidak berguna seperti mereka."Jamal dan Jamil hanya bisa pasrah ketika diseret paksa. Wajah lebam serta badan babak belur menjadi oleh-oleh keduanya menuju ke tempat hukuman. Virgolin bernapas lega, ternyata dua orang prajurit tersebut tidak mengetahui keberadaanya dan yang lebih utama bukan mencari tentang dirinya. "Nyonya, anda baik-baik saja?!" tanya Salim berdiri depan Virgolin yang sedang melihat dua orang prajurit menyeret Jamal dan Jamil."I-iya," jawab Virgolin terkesiap kaget."Mereka dua orang yang sering mengganggu dan membuat kekacauan di desa ini," jelas Salim. "Julukan mereka Ja
Hiaat!Hiaat!Suara derap kaki kuda yang membawa rombongan Putra Mahkota semakin jauh dari pandangan Virgolin. "Bagaimana ini?! Haruskan aku pulang kembali ke Istana Voresham atau ,,,," Virgolin bicara sendiri, berdiri tepi jalan berbatu di antara debu jalan berterbangan yang ditinggalkan dari derap kaki kuda rombongan Pisceso. Putra Mahkota seakan menyadari sesuatu yang memanggil jiwanya. Sambil memacu kuda, Pisceso menoleh ke belakang. "Kenapa aku seperti mendengar seseorang menyebut namaku?" gumamnya, tapi tak terlihat siapapun dibelakang kecuali debu yang berterbangan menghalangi pandangan."Pangeran, ada apa?!" tanya Jidan melihat putra mahkotanya melihat ke belakang. "Tidak ada apa-apa!" teriak Pisceso mengimbangi suara derap kaki kuda.Hiaat!Hiaat!Pisceso semakin memacu kudanya dengan cepat bak anak panah yang baru melesat dari tempatnya. Hati dan pikirannya selalu teringat dengan Virgolin, gadis dari dunia lain yang telah diculiknya.Istana Voresham berdiri megah depan ma
"Kalau kamu mau pergi sebaiknya kamu pergi sekarang, sebelum hari berganti malam. Apalagi langit mulai terlihat mendung." "I-iya, terima kasih nek atas air minumnya. Saya akan melanjutkan perjalanan." Virgolin bergegas pergi ke arah jalan setapak yang akan melewati hutan bambu.Tik! Tik!Satu tetes air jatuh dari langit mengenai tangan Virgolin. Dua tetes, tiga tetes sampai hujan rintik."Astaga! Gerimis," ucap Virgolin melihat ke langit. Tik! Tik! Tik!Tetes demi tetes perlahan berubah jadi hujan. Virgolin berlari mencari tempat untuk berteduh di bawah pohon besar dengan daun yang rindang. "Kenapa jadi hujan sih? Tadi perasaan panas banget, sekarang hujan. Aneh banget dunia di sini," gumam Virgolin mendekap tas tangannya di dada agar tidak kebasahan.Tak berapa lama, dari kejauhan terlihat suami Nenek Suti datang dengan tangan memegang daun talas lebar yang dipakai sebagai payung."Untung nyonya belum jauh," ucap kakek dengan napas naik turun tak beraturan setelah berdiri di depa
Nenek menyadari wajah tanda tanya dari ketiga tamunya, langsung menjelaskan, "itu suara cucuku. Dia baru datang dari kampung sebelah."Kakek cepat-cepat membantu nenek untuk lebih menyakinkan ketiga tamunya. "Iya, cucuku sedang sakit di kamar."Virgolin menutup mulut dengan telapak tangannya sendiri berharap tidak mengeluarkan lagi suara ketika ada petir datang dengan tiba-tiba.Hujan semakin lama semakin reda, tapi sore hari telah berubah menjadi malam. Ketiga pria yang menumpang berteduh telah pergi beberapa waktu lalu. Kreeek!Pintu kamar Virgolin didorong dari luar. Nenek masuk dengan tangan membawa lampu tempel. "Nak, di mana kamu?!" tanyanya karena kamar kondisi kamar yang gelap."A-aku di sini nek," jawab Virgolin disudut ruangan.Nenek memasang lampu tempel di tiang kamar. "Mereka semua sudah pergi, kamu bisa ke luar.""I-iya nek," jawab Virgolin mengikuti nenek dari belakang ke luar dari kamar.Kakek sedang duduk santai sambil menikmati ubi rebus yang masih hangat. Melirik
Virgolin menahan tawa mendengar percakapan ketiga pria yang ada di depannya. "Gila banget mereka. Sampai segitunya memperhatikan gue."Jabrig semakin mendekati Virgolin. "Nyonya sedang apa di sini?!" tanyanya basa basi dengan nada suara lebih lunak. "Apa tidak takut sendirian di sini?!"Virgolin mundur satu langkah ke belakang, bahkan punggungnya sampai menempel pada batang pohon yang dingin. "Wanita ini ketakutan," ucap si Kamal yang dari tadi tidak bersuara.Jabrig semakin penasaran dengan wajah Virgolin yang tidak terlalu jelas terlihat karena tertutup syal lalu tiba-tiba tanpa aba-aba, Jabrig dengan kasar menarik syal Virgolin secepat kilat. Sreet!Rambut panjang terurai serta wajah cantik Virgolin langsung nampak terlihat dengan jelas di depan Jabrig, Kamal dan si Ableh."Wow, ternyata wanita ini sangat cantik!" Jabrig tak berkedip menatap wajah Virgolin."Wanita itu bagai putri," si Ableh ikut memuji."Jangan-jangan wanita ini hantu," berbeda dengan si Kamal yang punya pendap
Setelah puas menangis, Virgolin dan Airin mencari tempat duduk yang aman dibawah pohon yang tidak terlalu besar."Bagaimana ceritanya, kamu bisa ada di hutan ini?!" tanya Airin masih diselimuti kebingungan. "Ceritanya panjang," jawab Virgolin serak. "Aku tersesat dikejar tiga orang gila.""Dikejar orang?!" tanya Airin was-was melihat ke sekitarnya yang gelap."Mereka sudah pergi!" Airin bernapas lega. "Aku lebih takut bertemu manusia dibanding bertemu dengan binatang. Manusia lebih buas daripada binatang."Virgolin menghapus sisa-sisa air mata yang yang masih menggenang di kelopak mata. "Lalu kamu sendiri, kenapa ada di sini?!" "Ceritanya panjang," jawab Airin setelah menghela napas, wajahnya menyiratkan kesedihan. "Kenapa?!" tanya Virgolin. "Aku difitnah, diusir dari rumahku sendiri." jawab Airin sedih. "Sekarang aku tidak punya tempat tinggal lagi.""Difitnah?!" Airin mengangguk. "Fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Temanku sendiri tega fitnah aku dengan menyebarkan cerita aku