🌹🌹🌹
Meli diam saja saat diantar pulang Andika. Wajah sinisnya benar-benar terpancar dan kebenciannya semakin nampak.
Andika hanya mampu mendesah pelan. Ingin ia menjelaskan bahwa dia dan Naira telah dijodohkan, tapi pria itu takut Meli akan bertambah marah padanya, hingga menghukum dirinya sendiri lagi.
"Ayolah Mel ... Jangan seperti anak kecil!" bujuk Andika mencairkan suasana yang begitu hening.
"Kau mengingkari janjimu, And. Aku benci kamu ... Sangat membencimu! Bila kau tak bisa menjauhi Naira. Jangan halangi aku untuk berbuat kejam pada wanita itu." ancam Meli berapi-api dengan bibir yang dilantunkan.
Andika menarik nafas dalam, ia benci dengan keegoisan gadis di depannya ini. Pria itu bingung harus bagaimana lagi untuk menjelaskan semuanya. Meli tak pernah sedikitpun mau mengerti, perhatiannya selama ini disalah artikan oleh gadis itu. Andika hanya melindungi Meli sebagai adik perempuannya saja namun Meli beranggapan lain. Andai wakt
🌹🌹🌹 Naira memutuskan untuk melepaskan Andika setelah yakin dan penjelasan ibunya yang membuat ia berpikir. "Percayalah, Nai! Jika kalian memang berjodoh, Tuhan akan mempertemukan kalian kembali, bagaimanapun caranya!" Sulastri mengelus punggung tangan Naira. Naira semakin terdiam hanyut dalam perasaannya. "Hari sudah siang, kamu kok, belum siap-siap!" celetuk Sulastri lagi. "Aku lagi malas, Bu! Perasaanku lagi tidak baik!" kilah Naira "Jangan karena masalah ini, lalu kamu mengabaikan tugasmu! Ingat kamu digaji bukan untuk bersantai!" "Tapi, Bu!" Sulastri memberikan tatapan tajam. Ia tak ingin anaknya melalaikan tugas dan apa yang akan terjadi jika Naira tak masuk kerja. Yang ada, gadis itu hanya akan melamun sepanjang hari. "Baiklah ...." ucap Naira dengan malas. Gadis itupun segera melangkah ke kamar mandi. "Ibu selalu saja bisa untuk memak
🌹🌹🌹 Dan malam ini Andika benar-benar menepati janjinya. Ia membawa Naira untuk ke rumah Meli guna menjelaskan hubungan mereka. Karena telah berjanji pada dirinya tak akan melepaskan Naira lagi dari hidupnya. Tanpa perjodohan itu Andika memang mencintai Naira sejak dulu. "Kamu yakin, And! Kita akan bisa membuat Meli mengerti." tanya Naira ragu. Ia khawatir pada kemarahan Meli, apa lagi bila ia mengingat ancaman gadis itu padanya beberapa hari lalu. Naira semakin yakin Meli tak akan mungkin bisa menerima hubungannya dengan Andika. "Kita akan berusaha." jawab Andika meyakinkan dan begitu mantap. Merekapun tiba di rumah Meli. Dan gadis itu menatap sinis pada kedua tamunya karena ancamannya tak berpengaruh bagi mereka. "Mau apa kalian menemuiku. Mau bilang kalau kalian tidak bisa dipisahkan, begitu" sungut Meli tak dapat lagi menahan amarahnya. "Mel ... Maafkan kami, aku memang tak bisa mengabulkan permintaanmu karena kamup
Menjadi seorang gadis yang selalu dikucilkan tak membuat ia berhenti bermimpi dan berharap pada takdir. Semoga pada suatu hari nanti nasib akan membawa pada kesuksesan."Jangan suka melamun, Nai!" tegur satu-satunya gadis yang mau menjadi sahabatnya selama ini.Gadis yang dipanggil Naira hanya tersenyum tawar. Ya hanya Tasyalah yang mau menjadi sahabatnya semenjak SMP."Jadi setelah ini kamu mau lanjut kemana, Nai?" tanya Tasya mulai serius."Entahlah... Aku hanya anak yang tak mampu! Aku tak mau menyusahkan ibuku!" desah Naira malas membahas tentang kelanjutan studinya."Jadi kamu akan membiarkan mimpimu begitu saja!" celetuk Tasya. Gadis ini pun tau kondisi keuangan keluarga Naira. Selama ini sahabatnya itu bisa melanjutkan pendidikan berkat bea siswa yang didapatkannya."Ayo kita pulang," ajak Naira lalu beranjak dan menarik tangan Tasya untuk bangun
🌹🌹🌹Siang itu Naira beraktifitas seperti biasa."Maaf Tuan aku terlambat!" ucap Naira pada pemilik kedai itu.Tuan Brata tersenyum. Ia tau bahwa Naira terlambat pasti merawat Ibunya lebih dulu."Tidak apa, Nai! Lakukan tugasmu banyak tamu di luar sana!" sahut bapak pemilik kedai.Naira mengangguk. Lalu segera ke tempat ganti untuk mengganti pakaiannya."Ke meja nomor empat, Nai!" perintah Ibu Brata."Iya, Ibu!" angguk Naira lalu mengantar pesanan ke meja yang ditunjuk oleh Ibu kedai tersebut.Dan betapa terkejut nya saat sampai di meja itu. Dadanya berdebar tak karuan. Hampir saja pesanan yang dibawa hampir jatuh."Kamu..." tunjuk pria di meja tersebut.Naira tersenyum kikuk."Kamu mengikuti kami ya," celetuk Bisma sahabat baik dari Andika.&
TAKDIRKU ADALAH KAMU🌹🌹🌹"SIAPA YANG MELEMPAR BOAL KE ARAH SAHABATKU???" teriak Naira marah matanya mulai berkaca-kaca karena khawatir. Salah satu dari mereka menunjuk Bisma. Naira menatapnya benci namun Bisma tak peduli."Hey... bangunlah, hey" Bisma menepuk-nepuk pipi Tasya."Bodoh ... Bawa dia ke UKS cepat!" Naira masih memasang wajah panik, bahkan ia tak peduli telah berteriak sejak tadi.Sementara Andika ada di situ. Dengan segera Bisma mengangkat tubuh Tasya dan membawa ke uks."Tasya... Bangunlah, maafkan aku!" Naira menangis hebat di ruangan itu. Bisma jadi nampak bersalah, sementara Andika hanya melihat dengan diam."Apa dia sudah sadar" Meli masuk ke ruangan kesehatan itu dan menghampiri Andika dan Bisma. Naira melirik sekilas kemudian kembali menatap Tasya yang belum sadarkan diri."Dokter bi
🌹🌹🌹🌹Bel waktu pulang pun berdenting. Naira yang di ruang Uks telah bersiap mengantar Tasya untuk pulang."Kamu bisa jalan sendiri, kan?!" tanya Naira pada sahabatnya itu.Tasya mengangguk diiringi senyum manisnya."Kenapa kamu begitu bodoh sih. Sampai mau mengorbankan dirimu untukku," kata Naira sambil memakaikan sepatu di kaki Tasya."Aku menyayangimu, Tolol!" runtuk Tasya sambil menjitak kepala Naira."Ya ampun sadisnya dirimu ini!" sungut Naira mengelus kepalanya yang dijitak oleh sahabatnya."Ayo, aku akan mengantar kalian pulang!" ucap Bisma yang baru saja muncul di depan pintu.Naira dan Tasya menatap sejenak lalu berjalan ke arah Bisma."Mari kubantu!" usul Bisma membantu memapah Tasya. Merekapun tiba dimana mobil Bisma terparkir."Tunggu.... Aku melupakan se
🌹🌹🌹🌹Sepulang dari tempat kerja, Naira ingin menenangkan hati lebih dulu. Perasaan tak karuan begitu menjadi beban. Sepanjang sore ini yang ada dalam pikirannya hanya ingatan tentang Andika dan Meli. Beribu cara dia coba untuk menghapus ingatan itu, tapi masih saja terlintas. Tatapan Andika yang begitu lembut membuatnya cemburu dan sakit. Berulang kali ia menyadarkan diri bahwa cintanya hanyalah pungguk yang merindukan bulan. Namun semakin kuat ia coba melupakan tapi semakin kuat pula perasaan cinta itu."Apa hidupku seburuk ini! Mengapa banyak orang selalu memandangku sebelah mata, apa aku sehina itu." keluhnya. Ia tak menyesali takdir hidupnya ia hanya ingin satu tiket bahagia saja. Apa keinginan itu terlalu berat untuknya."Hikz ... Hikz" isak tangisnya semakin terdengar. Gadis itu tak lagi mampu menahan cobaan hidupnya. Tapi ia harus bertahan demi Ibunya."Aku harus tetap semangat untuk
🌹🌹🌹Bisma tersenyum, lalu pergi meninggalkan Tasya yang berdiri mematung melihatnya."Woy ...." Panggil Naira saat melihat sahabatnya hanya diam tanpa mengikuti langka kakinya."Awas Kecoak ...!" Seru Naira. Al hasil Tasya segera melompat dan berlari menghampirinya."Ah, Nai! Kau membuat hayalanku buyar seketika!" Sungut Tasya memanyunkan bibirnya."Hayalan tentang pangeran Buaya, Ya!" Ejek Naira merasa lucu.Tasya menceritakan pertemuannya dengan Bisma dan perjalanan mereka kemarin. Pancaran bahagia tak luput dari amatan Naira. Dalam hati gadis itu merasa lucu. Cinta sahabatnya begitu nampak."Sekalipun, Aku mencintainya aku tak segila dirimu!" Celetuk Naira."Ah, kapan lagi aku dapat kesempatan seperti itu, Nai! Ini kesempatan langka, dan mungkin tak akan pernah terjadi lagi!" Ungkap Tasya masih dengan