Mobil jenis Ferari La Ferari berwarna hijau itu terlihat melesat cepat di jalanan malam beradu dengan dingin malam kota jakarta. Tidak jauh di belakangnya mobil hitam jenis Lamborgini versi terbatas tampak melesat berusaha mengejarnya. Di balik kemudi, Tendero terlihat menatap tajam mobil Ferari La Ferari berwarna hijau di depannya itu, dia semakin menambah kecepatan mobilnya tidak ingin sampai kehilangan jejak si pengemudi mobil hijau itu.
Sementara itu orang yang tengah mengendari mobil Ferari La Ferari berwarna hijau itu hanya tersenyum miring, menatap mobil Tendero yang mengejarnya melalui kaca spion dengan pandangan meremehkan.
Di tengah-tengah pekatnya malam itu kedua mobil mewah itu terlihat saling beradu dan menabrakan diri satu sama lain berlomba untuk menumbangkan sang lawan.
Decitan ban yang silih beradu dengan aspal jalanan terdengar nyaring memenuhi malam itu. Jalanan yang sepi dari pengendara
Kahan terlihat sedang berdiri di lorong rumah sakit sambil sibuk berteleponan dengan seseorang saat Kanisa melihat pria paruh baya itu. Kanisa pun berjalan menghampiri Kahan, Kahan yang merasakan kehadirannya langsung berbalik dan memutuskan sambungannya, dia pun menatap Kanisa.“Nona perlu sesuatu?” tanya Kahan.“Di mana tuanmu itu,” tanya Kanisa dengan ekspresi dinginnya.“Tuan sedang ada urusan di luar nona,” jawab.“Suruh dia ke sini sekarang juga,” titah Kanisa terdengar tidak ingin dibantah.Kahan menggelengkan kepalanya, “Maaf nona, tuan sedang tidak bisa diganggu untuk sekarang ini karena dia sedang sibuk dengan urusannya yang lebih penting,” balas Kahan lagi.Kanisa mendengus, “Aku tidak perduli dia sibuk dengan apa, pokoknya suruh dia ke sini sekarang juga!” kukuh Kanisa.Kahan terlihat bimbang, tapi pada akhirnya dia pun memutuskan menelpon Tendero. Sambu
Kanisa menatap sekelilingnya dengan bingung, kerutan samar muncul di keningnya rasa panik pun menyerang Kanisa.“Bagaimana aku bisa berada di sini? Bukankah seharusnya aku ada di rumah sakit,” gumam Kanisa bingung sekaligus terkejut.Bagaimana dia tidak terkejut, begitu tersadar dari pingsannya Kanisa sudah terbangun di kamar mansion Tendero yang selalu dia tempatinya semenjak dirinya diambil Tendero. Seharusnya sekarang Kanisa masih berada di indonesia tepatnya di rumah sakit menemani ayahnya tapi kenapa sekarang dirinya malah sudah berada di mansion pria itu lagi.Dengan tergesah Kanisa pun turun dari ranjangnya dan pergi keluar dari kamarnya. Dia berusaha mencari keberadaan Tendero di mansion itu. Tanpa sengaja Kanisa berpapasan dengan Netra.Netra tersenyum hangat saat melihat Kanisa sudah sadarkan diri, “Nona sudah sadar, bagaimana keadaan nona saat ini?” tanya Netr
Suasana meja makan itu terlihat begitu hening hanya ada Tendero dan Kanisa saja yang makan saling berhadap-hadapan. Sesekali Kanisa melirik Tendero yang tampak begitu acuh kepadanya.“Berhenti menatapku terus, cepatlah habiskan makananmu,” ucap Tendero tiba-tiba membuat Kanisa tersedak makananya, Kanisa pun langsung segera minum.Kanisa tidak menyangka Tendero ternyata menyadari kalau sejak dari tadi dirinya curi-curi pandangan terhadap pria itu.Tendero terlihat selesai makan, dia mengelap bibirnya dengan serbet dan menatap Kanisa yang baru saja meredakan tenggorokannya yang sempat tersedak.“Setelah kau selesai makan, langsung tidur.” Tendero pun bangkit berdiri. Kanisa sendiri terus menatap pria itu.“Kau sendiri mau kemana?” tanya Kanisa, setelah itu diam langsung bungkam saat melihat Tendero menghentikan langkahnya dan berbalik memandangnya.Seketika Kanisa merutuki
“Kau siap?” tanya Anera di seberang sana melalui telepon genggamnya.Kanisa baru saja selesai mandi ketika dia mengangkat panggilan dari sahabat terbaiknya itu, sudah lima hari semenjak mereka saling berhubungan secara diam-diam, membahas rencana kabur Kanisa tanpa sepengetahuan Tendero.Awalnya Kanisa masih merasa ragu dan takut tapi Anera selalu membujuknya dan itu berhasil membuat Kanisa merasa luluh sekaligus bimbang. Hari ini adalah kesempatan bagus untuk Kanisa memulai rencananya, kabur dari Tendero. Selain karena Tendero sedang melakukan perjalanan bisnis keluar negeri untuk waktu yang lama, Kanisa juga sudah menyusun rencana sesempurna mungkin bersama dengan Anera yang bersedia membantu dan melindunginya dari Tendero.“Waktu kita tidak banyak, aku akan memulai meretas dan mematikan cctv di mansion itu dari sekarang. Kau mulai lah rencanamu, jika sudah segera lari melalui pintu belakang, mobilku akan menunggu di sana,”
Kebebasan kini berada di depan mata. Perasaan bahagia terasa membuncah di dadanya, akhirnya setelah penantian yang cukup panjang dirinya kini bebas juga dari Tendero. Kanisa berharap ini benar-benar menjadi kebebasannya untuk selamanya. Berharap Tendero tidak lagi menemukannya dan kembali mengacau kehidupannya.Sepanjang hari ini Kanisa terus menyunggingkan senyum bahagianya bahkan ketika dia dan Anera akhirnya sampai di apartemen milik sepupu Anera yang sudah disiapkan untuk mereka tinggali berdua. Anera memutuskan untuk ikut tinggal bersama Kanisa karena dia tidak yakin bisa meninggalkan Kanisa sendirian, takut sesuatu terjadi lagi kepada wanita itu. Baginya Kanisa itu begitu berharga dia adalah satu-satunya sahabat yang sangat mengerti Anera.Dulu saat Anera tidak memiliki satu pun teman, Kanisa datang dan mengulurkan tangannya menarik Anera dari kesepian hingga sekarang pun Kanisa mau berteman baik dengannya tanpa ada unsur memanfaat
Suasana restauran yang ramai menyambut Kanisa dan Anera begitu mereka keluar dari dalam taksi.“Sepupuku katanya sudah ada di dalam,” ucap Anera.“Jadi sepupumu juga akan ikut makan malam bersama kita?”Anera mengangguk, dia pun menggandeng tangan Kanisa masuk ke dalam restauran.Mereka berdua terlihat mengedarkan pandangan ke sekeliling, menatap sepenjuru restauran yang cukup ramai di datangi para pengunjung. Ada yang datang dengan teman, kekasih, rekan kerja dan ada yang datang bersama keluarga untuk menghabiskan makan bersama.“Itu dia!” pekik Anera menunjuk salah satu meja yang berisikan seorang pria berkacamata, memiliki kulit eksotis namun dia terlihat manis.Pria itu menatap ke arah Anera dan juga Kanisa lantas melambaikan tangan. Mereka berdua pun berjalan menghampiri pria manis berkacamata itu.“Hai Billy. Long time not see!” pekik Anera. Dia lantas memeluk
“Kau itu terlalu lelet Kanisa. Cepat sedikit,” omel Anera merasa begitu gemas sekali melihat Kanisa yang lari dengan ogah-ogahan.“Aku kan sudah bilang kepadamu, kalau aku malas terlalu banyak bergerak,” balas Kanisa kemudian wanita itu pun cemberut saat dia menatap Anera yang berada di depannya.Anera mendengus dia pun menarik tangan Kanisa agar wanita itu mempercepat larinya.“Tidak bisakah kita istirahat sebentar. Aku benar-benar sangat lelah Anera,” cicit Kanisa menatap Anera dengan sendu.Anera menghembuskan nafas jengkel, seharusnya pagi ini dia bisa menikmati joggingnya tapi karena Kanisa yang leleh dan mudah kelelahan alhasil dia pun jadi sering berhenti.“Tadikan kita udah istirahat beberapa kali Kanisa,” protes Anera.Kanisa nyengir, “Sekali ini saja oke atau kalau kau memang masih ingin berlari, berlari saja sendiri aku akan menunggumu di sini,” balas Kanisa.
Seperti yang dikatakan Kanisa, sore ini dia akan mulai mencari pekerjaan paruh waktu. Dengan ditemani Anera, Kanisa mulai melamar pekerjaan dari satu tempat ke tempat lain, dari satu toko ke toko lain. Kanisa tidak memilih untuk melamar disebuah perusahaan karena dia tidak terlalu yakin akan bisa diterima disebuah perusahaan dengan pengalamannya yang minim. Meski Anera tampak optimis dan terus mendesak Kanisa untuk melamar disebuah perusahaan Kanisa tetap tidak minat dia lebih memilih melamar pekerjaan di toko atau tidak disebuah restauran, cafe dan mall.Sudah lebih dari tujuh toko, restauran, cafe mau pun mall yang Kanisa dan Anera datangi tapi tidak ada satu pun dari mereka semua yang mau menerima lamaran pekerjaan yang Kanisa ajukan.Kanisa menghela nafas panjang, wanita itu terlihat kentara sekali merasa lelah. Anera pun juga tidak jauh berbeda dengannya. Di kedua tangan Anera terlihat menjinjing beberapa paper bag, karena selain membantu Kanis