Hari telah beranjak siang, matahari bersinar cerah di langit Kota Jakarta. Gedung-gedung tinggi di pusat bisnis berdiri megah, menampakkan kesibukan yang tak pernah surut. Di salah satu gedung tersebut, tepatnya di lantai dua puluh lima, Farez baru saja menyelesaikan meeting panjang dengan kolega bisnisnya. Kemeja putihnya tetap rapi, dengan dasi biru yang longgar melingkar di lehernya. Dia menghela napas lega, melirik arlojinya, memastikan waktu masih sesuai jadwal.
“Akhirnya meeting selesai juga!” ucapnya lega. Tiba-tiba, pintu kantornya diketuk dari luar. "Masuk," seru Farez, tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya. Joseph, sahabat sekaligus tetangganya di gedung perkantoran ini, masuk dengan langkah santai. Jas hitam yang dia kenakan tak mampu menyembunyikan auranya yang selalu ceria. "Farez! Siang ini kita makan di tempat biasa, ya?" ujarnya tanpa basa-basi sambil menduduki sofa di ruangan itu. Farez mendongak, lalu menggeleng sambil tersenyum tipis. "Maaf, Jo. Hari ini gue nggak bisa makan siang bareng Lo." Joseph mengernyitkan dahi. "Loh? Kenapa? Ada meeting lagi?" Farez menutup laptopnya, lalu bersandar di kursinya dengan ekspresi tenang. "Bukan meeting. Gue ada janji sama Zera." Nama itu membuat Joseph membelalakkan matanya. "What? Zera? Tunggu-tunggu Zera? Zera yang mana nih?" "Zera, mantan gue waktu SMA," jawab Farez, singkat tapi penuh arti. Joseph bangkit dari sofa, mendekati meja kerja Farez dengan tatapan tak percaya. "Serius? Jangan bilang Lo sama Zera sekarang udah balikan?" Farez mengangguk pelan sambil tersenyum lebar. "Iya, Jo. Gue dan Zera udah balikan. Kita ketemu lagi, pasti Lo tahu kan? beberapa saat lalu, di acara reuni dan semuanya kayak pas banget. Rasa lama yang masih belum kelar itu, kembali lagi." Joseph terdiam sejenak, lalu tiba-tiba tertawa sambil menepuk bahu Farez. "Ha-ha-han! Gila, gue nggak nyangka! Selamat, Bro! Akhirnya Lo berhasil balikan sama cinta pertama Lo. Gue inget banget dulu Lo sempat galau habis putus sama dia." "Thanks, Jo. Zera memang selalu jadi yang spesial buat gue," jawab Farez, matanya berbinar bahagia. Joseph melirik arlojinya, lalu menunjuk pintu. "Eh, kalau gitu buruan sana. Jangan bikin Zera nunggu lama. Cewek benci banget kalau harus nunggu, apalagi kalian baru jadian lagi," nasihat Joseph. Farez tertawa kecil sambil mengemasi barang-barangnya. "He-he-he. Iya, gue juga nggak mau bikin dia kecewa. Thanks, Jo. Lo memang sahabat terbaik gue." "Iya dong, Farez. So pasti gue akan selalu dukung Lo. Ya sudah kalau begitu, gue pamit dulu, ya," ucap Joseph sambil melambaikan tangannya dan berjalan keluar dari ruang kebesaran sahabatnya. Joseph berjalan menyusuri koridor gedung menuju kafetaria yang berada di lantai dasar. Langkahnya pelan, berbeda dari biasanya. Dia mencoba membuang pikiran tentang Farez dan Zera, tapi entah kenapa, nama Zera justru membawanya pada bayangan Mary, kedua gadis cantik itu bersahabat saat SMA. Mary, pacar Joseph saat SMA. Gadis ceria dengan rambut panjang yang selalu terikat rapi. Mary adalah sosok yang dulu membuat hatinya berdebar setiap hari. Tapi setelah lulus SMA, mereka terpisah karena alasan yang dia sendiri tak pernah pahami. Hingga saat ini, Joseph tak tahu di mana Mary berada. Joseph pun tiba di kafetaria, memilih meja yang berada di sudut, lalu memesan kopi dan sandwich. Sambil menunggu menu pilihannya, pikirannya terus melayang kepada Mary. Pada suatu ketika di masa lalu, "Kak Jo, masa depan kita pasti cerah, ya?" ucap Mary sambil tersenyum lebar di suatu sore sepulang sekolah. Joseph tertawa kecil, memandang gadis itu dengan tatapan lembut. "He-he-he. Pasti dong. Aku bakal jadi CEO suatu hari nanti, dan kamu bakal jadi wanita karier. Kita bakal wujudin mimpi itu bareng-bareng." Mary menunduk malu. "Aku harap begitu. Tapi janji ya, Kak! jangan pernah lupain aku?" "Mana mungkin aku lupa sama kamu, Mary?" jawab Joseph yakin. Kembali ke masa kini Joseph mendesah panjang. Kenangan itu masih jelas di ingatannya, tapi kenyataannya malah berbeda. Pria tampan itu tidak tahu Mary berada di mana saat ini. Dia lalu memegang cangkir kopinya, menatap keluar jendela. "Mary, di mana kamu sekarang?" bisiknya pelan. Joseph menggenggam cangkirnya lebih erat, mencoba menenangkan dirinya. Di saat Farez berhasil menemukan kembali cintanya, Joseph malah masih merasa kosong. Mary adalah bagian dari dirinya yang hilang, dan dia tak tahu bagaimana cara menemukannya lagi. Teleponnya tiba-tiba bergetar. Joseph melihat layar ponselnya dan mendapati pesan dari sekretarisnya, mengingatkannya pada jadwal meeting sore ini. Dia lalu meletakkan ponselnya dengan hati-hati, lalu memutuskan untuk fokus pada apa yang ada di hadapannya. Meski begitu, di dalam hatinya, Joseph berharap suatu hari dia bisa bertemu Mary lagi, seperti Farez yang kini telah kembali bersama Zera. Di sisi lain Kota Jakarta, Farez memarkir mobilnya di depan sebuah restoran kecil dengan papan nama yang sederhana, Restoran Taman Rasa. Restoran ini tak banyak berubah sejak terakhir kali dia ke sini saat SMA. Dindingnya masih dicat putih dengan aksen kayu coklat, dan taman kecil di samping restoran tetap dipenuhi bunga-bunga warna-warni. Farez menghela napas panjang, merapikan jasnya di kaca spion sebelum masuk. Jantungnya berdebar, bukan karena gugup, akan tetapi karena antusiasme. Hari ini dia akan bertemu lagi dengan seseorang yang sudah lama dirinya rindukan, Zera, cinta pertamanya. Begitu melangkah masuk, matanya segera menangkap sosok yang dia kenali. Zera duduk di meja dekat jendela, mengenakan gaun peach pastel yang sederhana namun anggun. Rambut panjangnya yang tergerai melambai lembut di bahu. Gadis itu sedang menatap keluar jendela, tampak melamun, namun wajahnya langsung berbinar saat menyadari Farez datang. "Kak Farez!" serunya, bangkit dari duduknya dengan senyum cerah. Farez berjalan menghampirinya sambil membalas senyumnya. "Zera, maaf kalau aku agak telat. Tadi macet sedikit di jalanan." Zera menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa kok. Aku juga baru aja sampai, Kak." Tanpa ragu, Farez mengecup kening Zera dengan lembut, ada kehangatan yang berbeda dalam sentuhan itu. Farez menarik kursinya dan duduk di hadapan kekasihnya, seketika pria itu merasa nyaman di dekat Zera seperti dulu. "Sama sekali nggak berubah, ya, tempat ini," ucap Farez sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling restoran. "Meja ini juga masih sama seperti waktu kita sering nongkrong dulu." Zera tertawa kecil. "He-he-he.Iya, Kak. Aku ingat, dulu kita sering ke sini setelah pulang sekolah. Kadang sampai lupa waktu saking asyiknya ngobrol." Farez tersenyum, matanya berbinar. "Dan aku selalu pesan jus jeruk. Kamu, es teh manis." Zera mengangguk, lalu menatapnya dengan tatapan lembut. "Dan kita selalu pesan satu porsi nasi goreng spesial untuk dimakan bareng." "Memang tempat ini penuh kenangan, ya," balas Farez. "Aku nggak pernah ke sini lagi sejak kita lulus SMA." Zera tersenyum tipis. "Aku juga, Kak. Makanya waktu kamu ajak ketemu di sini, aku langsung setuju. Rasanya seperti, kita sedang nostalgia." Seorang pelayan datang menghampiri mereka dengan membawa buku menu. Farez dan Zera saling pandang sebelum tersenyum kecil. "Kita pesan yang biasa, ya?" tanya Farez. Zera mengangguk. "Iya, Kak. Nasi goreng spesial untuk berdua, jus jeruk, dan es teh manis." Pelayan mencatat pesanan mereka sambil tersenyum. "Baik, Tuan Muda, Nona. Pesanan akan segera kami siapkan." Setelah pelayan pergi, mereka kembali berbincang. "Zera, aku masih nggak percaya kita bisa ketemu lagi setelah sekian lama," ujar Farez, suaranya penuh kehangatan. "Aku juga, Kak Farez. Rasanya seperti mimpi. Dulu aku pikir kita nggak akan pernah bertemu lagi," jawab Zera sambil menatapnya lekat. Farez mengangguk pelan. "Aku akui, aku sempat menyerah mencari kamu. Tapi ternyata takdir membawa kita bertemu lagi. Dan aku senang kita bisa memulai semuanya dari awal." Zera tersenyum lembut. "Aku juga senang, Kak. Dulu kita masih terlalu muda dan nggak siap menghadapi banyak hal. Tapi sekarang, aku rasa kita punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya." Percakapan mereka terhenti sejenak saat pelayan datang membawa makanan dan minuman pesanan keduanya. Aroma nasi goreng spesial dengan telur mata sapi di atasnya langsung menggugah selera. Jus jeruk segar dan es teh manis di gelas juga turut melengkapi meja mereka. "Silakan dinikmati," ucap pelayan itu sebelum pergi. Farez mengambil sendok dan garpu, menyendokkan nasi goreng ke piring Zera lebih dulu. "Seperti biasa, ladies first." Zera tertawa kecil. "He-he-he. Kamu masih sama seperti dulu, Kak. Selalu bertingkah manis." Keduanya pun mulai menikmati makanan itu dengan lahap. Suasana di sekitar mereka terasa begitu nyaman. Obrolan ringan mengalir sambil sesekali diselingi tawa kecil. "Jadi, kamu sekarang sibuk apa, Zera?" tanya Farez setelah menyesap jus jeruknya. "Aku kerja di perusahaan keluarga, Kak." jawab Zera sambil tersenyum bangga. "Hebat, ya. Aku ingat kamu selalu suka menjadi wanita mandiri sejak SMA. Nggak nyangka kamu berhasil mewujudkan mimpimu." Zera mengangguk pelan. "Aku berusaha keras untuk itu. Dan kamu? Aku dengar dari teman-teman lama kita, sekarang kamu punya perusahaan sendiri?" "Iya, aku bergerak di bidang teknologi. Awalnya nggak mudah, tapi sekarang semuanya mulai stabil," jawab Farez dengan nada rendah hati. Zera tersenyum kagum. "Aku bangga sama kamu, Kak Farez. Kamu selalu punya ambisi besar, dan sekarang kamu membuktikannya." Farez balas tersenyum. "Aku juga bangga sama kamu, Zera. Kita sama-sama bekerja keras untuk mencapai mimpi kita. Tapi yang lebih penting, aku senang kita bisa duduk di sini lagi, menikmati waktu bersama." Zera menunduk malu, akan tetapi senyumnya tak pernah hilang. "Aku juga senang, Kak Farez. Rasanya seperti kembali ke masa-masa indah dulu." Setelah makan, mereka pun memesan dua gelas jus tambahan sambil terus berbincang. Waktu seolah berjalan lebih lambat, memberi keduanya kesempatan untuk mengenang masa lalu dan berbicara tentang masa depan. "Aku harap ini bukan terakhir kalinya kita ketemu, Zera," ujar Farez tiba-tiba. Zera menatapnya dengan tatapan lembut. "Tentu saja bukan. Aku ingin kita sering bertemu, Kak Farez. Aku merasa nyaman bersamamu, seperti dulu." "Kalau begitu, aku janji akan selalu ada untuk kamu. Kita nggak akan kehilangan satu sama lain lagi," ucap Farez dengan penuh keyakinan. Zera mengangguk, lalu tersenyum cerah. "Aku percaya sama kamu, Kak Farez." Mereka menyelesaikan makan siang itu dengan hati yang penuh kebahagiaan. Di restoran yang penuh kenangan itu, keduanya menemukan kembali cinta yang dulu sempat hilang. Takdir telah mempertemukan mereka, dan kali ini, Zera dan Farez bertekad untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan kedua yang diberikan oleh kehidupan.Kami sudah memilih nama yang penuh makna. Putra pertama kami akan diberi nama Judeo Keil."Tepuk tangan kembali menggema di ballroom."Nama yang keren!" seru Brian."Bagus sekali namanya, apa artinya?" tanya Suci dengan penuh rasa ingin tahu.Zera yang kali ini menjawab, "Judeo berasal dari kata Judah yang berarti pujian. Dan Keil memiliki makna kekuatan Tuhan. Kami berharap anak kami nanti tumbuh menjadi pribadi yang selalu bersyukur dan kuat dalam menjalani hidup."Semua orang mengangguk kagum mendengar penjelasan itu."Nama yang indah dan penuh makna," ujar Thalita dengan mata berbinar."Sekali lagi, selamat untuk kalian berdua," tambah Kezia.MC lalu kembali mengambil alih acara. "Wah, malam ini benar-benar penuh kebahagiaan! Sekarang, mari kita rayakan bersama dengan menikmati hidangan spesial yang telah disiapkan!"Pelayan hotel mulai menyajikan makanan ke setiap meja. Para tamu menikmati hidangan sambil berbincang, membahas betapa bahagianya Farez dan Zera malam ini.Di salah
Perayaan Tujuh Bulanan Zera,Ballroom mewah di sebuah hotel bintang lima telah dipersiapkan dengan sangat elegan. Dekorasi bernuansa putih dan emas mendominasi ruangan, dengan bunga-bunga segar menghiasi setiap sudut. Di tengah ballroom, sebuah pelaminan kecil telah disiapkan khusus untuk Zera dan Farez, sang calon orang tua. Hari ini adalah momen spesial, genap tujuh bulan usia kandungan Zera, dan keluarga besar mereka menggelar acara Tujuh Bulanan sebagai ungkapan syukur.Para tamu mulai berdatangan, sebagian besar adalah keluarga besar Zera dan Farez, serta teman-teman mereka di SMA Cipta Nusantara. Joseph dan Mary tiba lebih dulu, diikuti oleh Arnold dan Marsha, kemudian Lena, Thalita, Kezia, Brian, Christian, Suci, dan teman-teman lainnya. Mereka semua tampak antusias dan bahagia melihat Zera yang kini tengah mengandung anak pertamanya.Di dekat pintu masuk ballroom, Marsha dan Mary saling berbisik sambil menatap ke arah Zera yang sedang duduk di pelaminan."Zera kelihatan makin
Beberapa bulan kemudian,Hari ini adalah hari yang sangat dinantikan oleh Farez dan Zera. Kandungan Zera sudah memasuki bulan keempat, dan keduanya akan melakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui jenis kelamin bayi mereka. Meskipun Farez adalah seorang CEO dengan jadwal kerja yang sangat padat, dia selalu berusaha meluangkan waktu untuk Zera, terutama saat kontrol kehamilan.Setelah sebulan kembali dari bulan madu mereka di Belgia, Zera mulai merasakan perubahan dalam tubuhnya. Setelah memeriksakan diri ke dokter, dia dan Farez menerima kabar bahagia jika Zera hamil. Keluarga besar mereka menyambut kabar ini dengan penuh suka cita. Atas saran suami dan para orang tua, Zera memutuskan untuk mengambil cuti dari pekerjaannya untuk fokus pada kehamilan dan menjaga kesehatannya.Sore itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya di kantor, Farez segera meninggalkan ruangannya dan berjalan cepat ke parkiran. Sopir pribadinya, Pak Rudi, sudah siap dengan mobilnya."Pak Rudi, kita langsung ke rumah
Sore harinya, Farez membawa Zera ke sebuah lapangan terbuka, tempat balon udara raksasa tengah dipersiapkan untuk lepas landas.Zera membelalakkan mata. "Kak … kita mau naik ini?"Farez tertawa. "Ha-ha-ha. Iya! Kamu siap, Sayang?"Zera menggigit bibirnya, antara gugup dan bersemangat. "Ini pertama kalinya aku naik balon udara, tapi aku percaya sama kamu, Kak!"Keduanya pun naik ke dalam keranjang balon udara, dan perlahan-lahan balon mulai terangkat ke udara.Zera menggenggam tangan Farez erat. "Kak, ini indah banget! Seru!"Dari ketinggian, mereka bisa melihat hamparan hijau Ardennes yang luas, sungai yang berkelok, serta desa-desa kecil yang tersebar di antara perbukitan.Farez menarik Zera ke dalam pelukannya. "Aku ingin kita selalu mengalami momen-momen seperti ini. Bersama, menikmati dunia."Zera tersenyum bahagia. "Aku juga, Kak. Ini adalah bulan madu yang sempurna."Menjelang malam, mereka menuju pondok kayu yang telah Farez pesan sebelumnya. Tempat itu terasa hangat dan
Pagi di Dinant terasa begitu damai. Sinar matahari menembus tirai kamar hotel, membangunkan Zera yang masih nyaman dalam pelukan suaminya. Dia mengerjap pelan, menikmati hangatnya dekapan Farez yang masih terlelap. Dengan senyum lembut, Zera mengecup pipi suaminya."Kak, bangun... kita harus bersiap-siap ke Durbuy," bisiknya.Farez menghela napas panjang sebelum membuka matanya. "Hmm… masih ngantuk," gumamnya, tapi dia tetap menarik Zera ke dalam pelukannya lagi.Zera tertawa pelan. "He-he-he. Kak, kalau kita kesiangan, nanti rencana kita bisa berantakan."Farez akhirnya membuka mata, tersenyum, dan mencubit lembut hidung istrinya. "Baiklah, baiklah. Aku nggak mau istriku kecewa."Mereka pun bangun dan bersiap-siap. Setelah sarapan di hotel, Farez dan Zera naik mobil menuju Durbuy, kota kecil nan romantis yang terkenal dengan suasana pedesaan yang tenang dan keindahannya yang khas.Sesampainya di Durbuy, mereka langsung menuju Topiary Park, taman unik yang dihiasi berbagai patung tan
Setelah menikmati keindahan Ghent, Farez dan Zera melanjutkan perjalanan bulan madu mereka ke Dinant, sebuah kota kecil yang indah di pinggir Sungai Meuse. Kota ini dikelilingi oleh tebing-tebing megah, memberikan nuansa yang romantis dan damai, jauh dari hiruk-pikuk kota besar. Saat mobil mereka memasuki Dinant, Zera menatap keluar jendela dengan kagum. "Kak, lihat! Kota ini cantik banget! Aku suka suasana tenangnya," ucapnya dengan penuh semangat. Farez tersenyum, lalu menggenggam tangan istrinya. "Aku tahu kamu pasti suka. Dinant memang tempat yang sempurna buat kita bersantai setelah perjalanan kita di Ghent." Zera mengangguk. "Dan lihat itu, Sungai Meuse. Airnya jernih banget, dan tebing-tebing di sekelilingnya bikin pemandangannya makin luar biasa." Farez lalu meminta sopir untuk memarkir mobil di dekat dermaga sebelum beralih menatap Zera. " Siap untuk naik kapal di Sungai Meuse, Sayangku?" Zera tersenyum lebar. "Tentu saja, Kak! Aku sudah nggak sabar!" Keduanya pu