Share

TARGETKU BOS MAFIA
TARGETKU BOS MAFIA
Author: ookamisanti_

BAB 1. Penembakan di Hari Pernikahan

“KEJAR DIA!”

Callista berlari di tengah-tengah keramaian. Dia begitu panik ketika beberapa pria mengejarnya. Tidak ada yang peduli dengan apa yang terjadi, orang-orang tampak sibuk sendiri tanpa memedulikan wanita itu. Napasnya terdengar terengah-engah dengan keringat yang membanjiri wajahnya.

Wanita itu pun membelokkan arah larinya ke gang kecil yang diapit oleh dinding bangunan. Sesekali dia menoleh, memastikan apakah para pengejar itu masih mengejar atau sudah jauh? Namun rupanya semakin lama, mereka semakin mendekat. Entah karena para pengejar yang lebih cepat atau langkah Callista yang mulai melemah. Tentu saja hal tersebut membuatnya semakin panik.

BRUK!

Tak sengaja dirinya menabrak seorang pria yang sedang berjalan berlawanan ke arah dia. Pria itu tampak memasang raut wajah kesal sembari melihat Callista yang kini berada di bawah. Dengan cepat Callista berdiri dan menatap orang yang ditabraknya itu.

“Maafkan aku!” kata Callista merasa bersalah.

Saat dia hendak berlari lagi, pria tadi pun menarik tangan Callista agar berhenti berlari. “Kau tampak kelelahan dan sepertinya sedang dikejar oleh seseorang. Siapa yang mengejarmu?” tanyanya ingin tahu.

“Kau tak perlu ikut campur urusanku!” Dengan cepat, wanita tersebut menepis tangan pria yang menggenggam tangannya dan segera melarikan diri.

Lagi-lagi, pria tersebut tidak mau berhenti mengganggu. Dengan lancang, kedua tangannya memeluk tubuh Callista dari belakang. Tentu saja Callista dibuat terkejut oleh kelakuan kurang ajarnya. Dia pun memberontak serta memukuli tangan besar pria yang memeluknya itu.

Alih-alih melepaskan, pria tadi menarik tubuh Callista lalu menghadapkannya ke dinding. Kini tidak ada jarak di antara mereka. Pria itu juga mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Callista.

“Lepaskan aku!” teriaknya.

“Aku tak akan melepaskanmu sampai kau bertanggung jawab. Kau sudah menabrak tubuh berhargaku,” bisik pria itu sembari mendekatkan wajahnya ke leher Callista. Hal ini membuat Callista terdiam. Belum lagi, deru napas yang mendarat di lehernya terasa hangat.

“Ka-kau! Jauhkan mulutmu itu dari leherku!” pekik Callista saat merasakan lehernya mulai basah. Ya, pria itu menjilati leher Callista tanpa mengatakan apapun.

Agar Callista tidak terus mengoceh, tangan besar pria itu pun menutup mulutnya. Kini Callista hanya bisa berteriak dalam bekapan. Tangannya berusaha untuk melepaskan diri, tetapi pria yang mendekapnya dari belakang ini jauh lebih kuat daripada dirinya.

Tiba-tiba saja terdengar suara beberapa orang yang berlarian melewati dua orang ini. Salah satu dari mereka berhenti di dekat keduanya dan bertanya, “Hei, kau! Apakah kau melihat seorang wanita berambut panjang berlari kemari?”

“Jangan ganggu aku dengan kekasihku! Lebih baik kau pergi sebelum aku membunuhmu,” ancam pria itu.

“Aku bertanya kepadamu, Bodoh! Jika kau tidak tahu, tak perlu berkata seperti itu!” omelnya. Pria ini menoleh dan menatap tajam orang yang bertanya tadi. Melihat bagaimana tatapan mengerikan itu membuatnya memundurkan tubuh karena takut.

“Jika kau tidak pergi, aku akan benar-benar mencabik tubuhmu itu dan memisahkannya dari tubuhmu yang lain. Ku beri waktu tiga detik. Satu ... dua-“

Dengan langkah cepat, orang-orang itu pun pergi meninggalkan mereka. Setelah dirasa cukup jauh, pria ini melepaskan genggamannya dan menjauhi tubuh Callista. Tanpa berkata apapun, dia melangkah pergi.

“Tu-tunggu dulu!” Callista menahannya sembari berdiri di depan pria itu.

“Kau ... kau sudah menyelamatkan aku. Biarkan aku membelikanmu makan siang. Aku merasa kalau aku berutang budi kepadamu,” ucapnya kepada sang pria.

“Aku tidak semiskin itu hingga mengharapkan makan siangku dibayar oleh orang lain. Bagaimana kalau aku meminta hal lainnya sebagai syarat utang budimu terlunasi?” tawar pria itu membuat Callista menyerah dan mengangguk.

“Jadilah istriku!”

“HAH?”

***

Sebuah pernikahan diadakan di area taman terbuka. Semua orang tampak duduk di kursi seraya menunggu seseorang hadir di antara mereka. Di depan para tamu, seorang pria berdiri dengan gugup. Wajahnya terlihat tegang, walau begitu, dirinya sangat bahagia.

Sementara itu, Callista terlihat cantik mengenakan gaun panjang berwarna putih. Kecantikannya mampu membuat siapapun terpana melihatnya, termasuk seorang pria yang sedang berdiri di altar pernikahan. Dengan anggun, Callista berjalan mendekati pria itu bersama sang ayah yang mendampingi dia. Sesampainya di altar pernikahan, kedua insan ini saling berhadapan satu sama lain dan melemparkan senyuman manis.

Tak lama, janji pernikahan pun dilontarkan sampai mereka resmi menjadi sepasang suami dan istri. Tepuk tangan serta sorak-sorai terdengar riuh di taman ini. Senyuman bahagia pun terpancar dari semua orang yang hadir, termasuk Callista dan pria yang sudah menjadi suaminya itu. Sorakan semakin meriah tatkala keduanya saling berciuman dengan mesra.

Seusai berciuman, Callista pun berbisik. “Aku mencintaimu, Fernando.”

“Aku juga mencintaimu, Callista. Terima kasih sudah bersedia menjadi istriku,” balas Fernando Foligno. Callista pun tersenyum senang. Fernando menarik istrinya ke dalam pelukan sembari membalas senyuman.

DOR!

Suara tembakan yang terdengar entah dari mana membuat semua orang panik, termasuk Callista. Dia terkejut karena beberapa cairan berwarna merah pekat mengenai wajahnya bersamaan dengan terjatuhnya Fernando setelah mereka melepaskan pelukan.

Callista melihat ke bawah. Dia langsung menjerit saat melihat bagaimana kondisi sang suami. “FERNANDO!” pekiknya.

“Fernando bangunlah! Aku mohon!” Callista mencoba untuk mengguncangkan tubuh Fernando yang sudah dipenuhi darah di bagian dada. Pria itu tampak kesulitan bernapas. Dengan cepat, Callista mencari arah penembakan. Namun dia tak melihat siapapun yang mencurigakan selain orang-orang yang berlarian menyelamatkan diri.

“Ca-Callista, carilah si pelaku itu! Ba-balaskan dendamku,” pinta Fernando dengan terbata-bata.

“Jangan berbicara dulu, Fern! Ambulance akan datang, bertahanlah!” mohon wanita itu. Alih-alih membalas, Fernando hanya menyunggingkan senyumnya. Perlahan tangan pria itu terangkat, berusaha untuk menyentuh pipi Callista. Namun sayang, Fernando menghembuskan napas terakhir bersamaan dengan tangannya yang terjatuh.

“FERNANDOOO …,” teriak Callista histeris sembari menangis. Dia tak menyangka pria yang baru saja menjadi suaminya itu sudah tiada. Tubuhnya terus diguncangkan, berharap Fernando hanya bergurau. Dia terus meneriaki namanya sehingga beberapa orang yang masih ada di sana menolehkan kepala.

Kedua orang tuanya mencoba untuk menenangkan Callista, tapi wanita itu terus menjerit. Wanita ini tak mendengarkan ucapan-ucapan yang dilontarkan mereka. Dia hanya menangis tersedu-sedu dan tidak terima suaminya dibunuh oleh orang yang tidak dikenal. Bahkan keberadaan si pelaku tidak terlihat.

Tiba-tiba saja, Callista mendengar sebuah bisikan yang terdengar dari arah belakang. “Jika kau ingin membunuhku, maka carilah aku!”

Mendengar bisikan itu, Callista langsung berteriak dan meminta agar seseorang menunjukkan batang hidungnya. Namun tidak ada orang yang membisikkan sesuatu kepada dia. Sang ibu meyakinkan kalau Callista hanya berhalusinasi, tapi wanita ini cukup yakin kalau bisikan tersebut terdengar sangat nyata. Seakan-akan seseorang membisikkannya tepat di belakang dia.

Tidak lama kemudian, polisi dan para medis pun berdatangan, mereka langsung menghampiri korban. Callista dibawa ke kantor polisi serta para saksi lainnya untuk menjelaskan kronologi yang terjadi di taman tersebut. Setelah itu, barulah dia serta keluarga pun kembali ke rumah dan menyerahkan semuanya kepada pihak berwajib.

Dua minggu berlalu, Callista hanya bisa mengurung diri. Dia tak melakukan apapun selain terpuruk setelah kepergian Fernando. Rasa tidak terima dan sakit hati masih membekas di hatinya, apalagi dia menjadi kesal sendiri saat tahu si pelaku masih berkeliaran bebas di luar sana. Ditambah kepolisian masih menyelidiki dan belum mengalami kemajuan dalam menangani kasus tersebut.

“Aku akan balas dendam, Fern! Aku sudah tidak tahan terus seperti ini. Tolonglah beri aku kekuatan, dan saksikan pembalasanku atas kematianmu.” Seusai berkata begitu, Callista bangkit dari rebahannya lalu bercermin. Tanpa berkata apapun, dia mulai mengubah dirinya dan berusaha bangkit dari keterpurukan. Seusai itu, wanita ini pun memandangi wajahnya di pantulan cermin.

“Aku … Callista Austerlitz Zouch, akan melakukan balas dendam dan aku sendiri yang akan mencari tahu keberadaan si pelaku itu!”

Bersambung …

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status