Share

2 SURAT PERJANJIAN KEDUA (1)

Setelah Agnes dan pemuda asing itu mencapai kata sepakat, berikutnya adalah pembuatan surat perjanjian kesepakatan antara pemilik apartemen yaitu Pak Evan dan mereka berdua. Selain kesepakatan seputar harga sewa dengan jumlah yang tetap selama 1 tahun, Agnes juga menambahkan pasal lain dimana pemilik apartemen diwajibkan untuk merahasiakan status penyewa kepada penduduk sekitar. Jika salah satu dari kedua pasal ini dilanggar oleh pihak pemilik apartemen, maka semua uang sewa yang sudah dibayarkan oleh pihak penyewa akan dikembalikan secara utuh. Hal yang sama berlaku juga dengan pihak penyewa.

Setelah mereka bertiga mencapai kata sepakat, maka Agnes segera mentransfer sebagian uang sewa apartemen sesuai dengan surat perjanjian yang sudah mereka tanda tangani. Sementara untuk sisa pembayaran uang sewa akan dilunasi oleh pemuda asing tersebut pada keesokkan harinya.

Selepas Pak Evan pulang dengan wajah puas sambil menyerahkan kunci apartemen kepada mereka berdua, kini hanya tinggal Agnes saja dan pemuda asing itu yang tinggal di dalam ruangan kosong itu.

Suasana terasa aneh karena mereka berdua sama sekali tidak saling kenal sebelumnya dan mulai besok, mereka akan resmi berbagi kontrakan apartemen.

"Agnes Nova…" kata Agnes memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.

"Tristan Lewis…" balas pemuda urakan tersebut sambil menjabat tangan Agnes dengan gaya acuh tak acuh. Harinya sudah cukup buruk hari ini. Syukurlah ia berhasil mendapat apartemen baru untuk tinggal secepat ini. Hari ini, hari terakhir ia tinggal di apartemen lamanya. Besok, ia sudah harus angkat kaki dari sana. Yah, walaupun ia terpaksa harus berbagi ruangan dengan gadis aneh ini, tapi kelihatannya, ia cukup bisa diajak kerjasama.

Agnes mengamati pemuda urakan yang ada di hadapannya. Dilihat dari penampilannya, kelihatannya pemuda tersebut berusia sekitar tiga puluhan. Dilihat dari gaya berpakaiannya yang urakan dan dekil, Agnes berpikir kalau pemuda ini mungkin adalah seorang mahasiswa pasca sarjana atau seorang pengangguran. Setelah insiden tadi, Agnes baru memiliki kesempatan lebih dekat untuk mengamati penampilan pemuda tersebut. Rambutnya yang agak ikal diikat ke belakang sekenanya sementara kemejanya terlihat kusut dan berantakan. Belum lagi celana jins sobeknya yang terlihat kusam karena belum dicuci. Tapi terlepas dari semua itu, wajah pemuda ini sangat menarik dan maskulin. Kulitnya yang berwarna kecoklatan, tatapan matanya yang tajam, alisnya yang tebal serta bentuk rahangnya yang tegas dan simetris. Belum lagi tubuhnya yang tinggi serta penampakan sekilas dari otot-ototnya yang terbentuk sempurna di lengannya. Pemandangan seindah ini pasti mampu membius mata para wanita normal dan menaklukkan hati mereka dalam satu jentikan jari!

Sayangnya, Agnes adalah seorang wanita aseksual dan pesona pemuda itu sama sekali tidak mampu membuatnya luluh…

"Kapan kamu mulai pindah?" tanya Agnes tanpa basa basi.

"Besok.." balas pemuda itu singkat tanpa memandang Agnes yang tengah berdiri di sebelahnya.

Tristan sedang sibuk memencet beberapa tombol di telepon genggamnya dan kemudian melakukan panggilan singkat sambil berputar membelakangi tubuh Agnes. Dilihat dari gayanya, kelihatannya ia sedang menelepon perusahaan jasa angkutan barang untuk pindah rumah.

Agnes menghembuskan nafas panjang. Kelihatannya setahun ini akan terasa sangat lama baginya. Melihat dari tindak tanduknya, Tristan terlihat angkuh dan menyebalkan. Seperti bisul di pantat. Ugh!!

Tapi ia harus bertahan dulu sebentar sebelum mengumpulkan cukup dana untuk kembali pindah ke tempat yang lebih baik dan juga membantu biaya renovasi untuk panti asuhannya. Ya.. ya… bertahan, bertahan. Agnes! Kamu pasti bisa!

"Aku ingin membuat sebuah perjanjian lain…"

Suara Tristan tiba-tiba mengejutkannya dari belakang. Agnes menoleh. Wajah pemuda itu masih terlihat angkuh dan menyebalkan dengan senyum licik di bibirnya. Tapi tatapannya terlihat lebih serius sekarang. Agnes mengangkat alisnya.

"Antara kita berdua saja. Kau keberatan?"

Agnes menggeleng pelan sambil tersenyum santai, "Silakan…"

"Ok, kita bertemu lagi di sini besok pagi. Hari ini aku akan membuat duplikat kunci untukmu dan mulai mengangkut barang-barangku dari apartemen lama. Besok kita bicarakan isi surat perjanjian bersama-sama sambil sekalian membagi ruangan secara adil. Bagaimana?"

"Cukup adil. Baiklah, kita bertemu lagi di sini besok." jawab Agnes.

"Kapan kamu berencana untuk pindah?" tanya Tristan lagi.

"Secepatnya dalam minggu ini. Aku tidak punya banyak barang jadi aku tidak merasa perlu menyewa jasa angkutan pindahan rumah.." balas Agnes acuh sambil mengangkat bahu.

"Ok, kalau begitu, sampai jumpa besok.." kata Tristan lagi sambil tersenyum manis dan membukakan pintu keluar untuk Agnes sebelum pada akhirnya mereka berpisah.

Sepanjang perjalanan pulang, Agnes sibuk melamun di dalam bus. Ia memikirkan Tristan dan sikapnya barusan. Walaupun ia menyebalkan, kelihatannya orangnya cukup ramah. Mungkin nanti mereka bisa jadi teman baik. Mungkin…

..................

Panti Asuhan Young Generous, Kota Mori

"Jadi kapan kamu pindah?" tanya Suster Hua.

Mata tuanya tampak berkaca-kaca saat menanyakan hal tersebut. Suaranya terdengar serak dan parau. Agnes sudah tinggal di asrama ini selama lebih dari 15 tahun dan sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri. Agnes banyak sekali membantu Suster Hua untuk mengurus anak-anak yatim piatu yang senasib dengannya. Kehadiran Agnes seperti membawa angin segar bagi panti asuhan tua tersebut. Ia cantik, cekatan, rajin dan tidak pernah mengeluh saat ia membantu Suster Hua untuk mengelola manajemen panti asuhan dan karena Suster Hua tidak menikah, ia juga mengangkat keponakannya, Anne untuk ikut membantu mengurus asrama bersama dengan Agnes.

Agnes tersenyum sedih sambil kemudian memeluk erat tubuh renta Suster Hua. Perlahan, air matanya turun membasahi pipinya. Hatinya terasa berat sekali meninggalkan tempat ini. Sebuah tempat yang sudah ia anggap sebagai rumahnya sendiri selama 15 tahun ini. Tapi pekerjaan barunya menuntut tenaga dan waktunya lebih banyak. Lalu, dengan gaji baru yang diperolehnya nanti, Agnes akan bisa berbuat lebih banyak untuk asrama ini.

"Aku pasti akan sering menelepon dan pulang ke sini, Ibu…" kata Agnes lirih malam itu. Ia sudah mengemasi barang-barangnya dan besok pagi-pagi, ia akan meninggalkan tempat ini.

"Jacob sudah tahu kalau kamu akan pindah?"

Agnes mengangguk. Jacob adalah anak tunggalnya dan saat ini ia sedang bersekolah di asrama Kota Sierra dengan dana beasiswa.

Agnes menemani Suster Hua mengobrol malam itu sampai akhirnya Suster Hua tertidur lelap. Agnes kemudian meninggalkan kamar tidur sambil menutup pintu kamar pelan tanpa suara.

.............

Kota Mina, apartemen baru

Supir sewaan menurunkan 2 koper besar dan Agnes melangkah keluar dari mobil sambil membawa tas ranselnya. Seperti yang ia bilang sebelumnya, barangnya tidak banyak. Seiring waktu, ia akan membeli perlengkapan rumah tangga lain pelan-pelan setelah ia memperoleh gaji dari perusahaan barunya.

Setelah mobil pergi, Agnes lalu menelepon Tristan.

"Halo?"

"Oh.. kau…" balas Tristan cuek.

"Bisakah kamu keluar? Aku sudah di ba…"

"Masuk saja. Aku tidak mengunci pintunya…"

Tristan sudah memotong kalimatnya sebelum Agnes menyelesaikannya. Bocah ini!!!

Hari masih pagi, tapi darah Agnes sudah menggelegak naik sampai ke ubun-ubun! Kalau saja ia tidak membutuhkan telepon genggam untuk pekerjaannya, Agnes pasti sudah membantingnya keras-keras ke atas tanah!!

Tanpa menunda lagi, Agnes menggeram dalam hati lalu bergegas memasuki apartemen baru tersebut dengan langkah-langkah panjang. Bocah ini harus dikasih pelajaran!!!

Begitu ia sampai di lantai 2, Agnes langsung membuka pintu. Dalam waktu sepersekian detik, matanya terbelalak kaget melihat pemandangan di hadapannya. Hampir semua ruangan sudah terisi penuh dengan barang-barang Tristan yang bergaya pop kontemporer dan MEREKA BANYAK SEKALI!!! Sofa, lemari, rak buku, gitar klasik, gitar elektrik, dan lain-lain… semua sudut ruangan sudah terisi penuh dan… BERANTAKAN!!

Dengan sudur matanya, Agnes bahkan bisa melihat ada beberapa dus besar yang penuh masih menumpuk di pojok ruangan.

Tristan sendiri sedang duduk santai di atas sofa sambil tersenyum jahil. Di hadapannya, di atas meja, ada 2 lembar kertas kosong dan sebuah bolpen. Sementara satu kakinya disilangkan di atas lutut.

"I… INI APA??!!!" tanya Agnes kaget. Nadanya gusar. Ia benar-benar merasa terganggu dengan teman sekamarnya ini! Semua bayangannya tentang pembagian ruangan yang adil langsung buyar seketika!! Ini… INI BENAR-BENAR KETERLALUAN!!

"Ini gayaku… Kau suka?" jawab Tristan dengan gaya mengejek sambil berdiri dan membentangkan kedua tangannya lebar-lebar.

Sedetik berikutnya, sebuah sepatu melayang dan mengenai mukanya. PAKKK!!!

"Dasar brengsek! Beraninya kau berbuat seenaknya tanpa memberitahuku dulu!! Kita akan tinggal berdua!! BER….DUA!! Apa otakmu sudah rusak? Hah? Sekarang, di mana aku harus menaruh barang-barangku??" balas Agnes sengit. Ia benar-benar sewot sekarang.

Sambil mengusap-ngusap bagian wajahnya yang sakit karena lemparan sepatu Agnes barusan, Tristan menunjuk kepada salah satu kamar tidur di belakang dengan jempolnya.

"Tuh…"

Tanpa banyak bicara, Agnes langsung menggeret koper-kopernya dan memasuki ruangannya. Berkebalikan dengan suasana di depannya, kamar tidur untuk Agnes benar-benar bersih tanpa ada satu pun perabot rumah tangga. Tidak ada kasur atau lemari baju di sana. Benar-benar polos seperti selembar kertas putih.

Sambil menutup pintu kamar dengan punggungnya, Agnes menaruh koper-kopernya dan terduduk lemas di lantai. Semua energinya terkuras habis karena ia baru saja mengamuk tadi. Kepalanya terasa berdenyut-denyut. Dalam sekejab, Agnes menyesali keputusan bodohnya.

Teman sekamar? Pembagian ruangan yang adil? Satu tahun?

Bahkan jika ia bisa bertahan tinggal dengan pemuda menyebalkan ini selama 1 minggu, itu merupakan sebuah keajaiban!!

............…

Setelah menenangkan diri cukup lama, Agnes lalu melangkah keluar dan menghampiri Tristan yang sedang merokok di jendela sambil memandang keluar.

"Oh… kupikir kau pingsan. Habis lama sekali di dalam kamar…" kata Tristan sambil nyengir.

Agnes menarik nafas panjang dan mengepalkan tinjunya erat-erat untuk menahan amarahnya di dalam hati. Sabaarrrr, sabar, Agnes… jangan sampai kecoak ini membuatmu mati berdiri hari ini!

"Ayo, kita buat perjanjiannya sekarang…" ajak Agnes.

Tristan tersenyum lebar, mematikan rokoknya dan membuang punting rokoknya keluar jendela.

"Ok…."

……………………………………………………………..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status