Di meja makan, Belinda dan Bima terlihat seperti dua orang asing yang tinggal dalam satu atap. Duduk di meja yang sama, tak lantas membuat hubungan mereka jadi baik. Bima sibuk dengan sarapannya sementara Belinda sibuk dengan urusannya sendiri. Meski ekor matanya tak henti melirik sang suami yang sudah berpenampilan rapi.
Bima terlihat gagah dan berwibawa. Usianya memang terbilang cukup matang. Namun, ketampanan wajah Bima tak diragukan lagi. Dewasa dan tegas, itu kesan pertama Belinda waktu pertama kali bertemu lelaki berusia 48 tahun tersebut.
"Aku akan pulang hari ini," ucap Bima membelah kesunyian di ruang makan luas ini. Seperti biasa, tanpa menatap wajah Belinda sama sekali.
Biasanya Belinda akan sedih dan kecewa mendengar penuturan Bima. Namun, kali ini tidak lagi. Dia seolah telah kebal dan terbiasa mulai detik ini.
"Aku titip salam buat Mbak Marina," ujarnya, yang terkesan tidak peduli denga
Raffa mengajak Belinda makan ke tempat yang biasa dia kunjungi. Sebuah Restoran yang letaknya tidak jauh dari apartemen pemuda itu. Situasinya lumayan ramai pengunjung, dan banyak dari mereka para pasangan muda mudi.Keduanya memilih duduk di rooftops yang ada di atas gedung tersebut. Pemandangan malam ibu kota nampak jelas terlihat dari atas sini, hingga Belinda tak henti berdecak kagum sejak tadi.Semilir angin malam tak mengurangi kebahagiaan Belinda sedikit pun. Padahal, dengan pakaian yang yang seperti itu, pastinya dia merasa kedinginan.Senyuman Belinda jelas memukau Raffa yang sedari tadi menatapnya. Diam-diam pemuda itu mengagumi sosok perempuan yang malam ini tampil sangat cantik itu. Raffa belum pernah melihat senyuman sepolos senyuman Belinda.'Cantik.' B
Belinda menggeleng."Bukan. Bukan itu alasannya.""Terus apa dong?""Aku ini cuma berstatus istri kedua dari suamiku.""What's? Serius?" Raffa melebarkan mata tak percaya."Iya. Aku istri kedua. Istri pertama suamiku ada di Bandung." Belinda menjawab dengan tenang tanpa beban. Dia seolah tidak malu mengakui bahwa dirinya hanyalah berstatus sebagai istri kedua.Sementara Raffa jelas saja terkejut. Namun, terkejut dalam arti lain. Pemuda itu sempat terdiam sesaat. Tak ingin bereaksi berlebihan, lantaran lawan bicaranya kini terlihat sangat sedih."Sudahlah. Jangan dibahas lagi. Lebih baik kita bahas hal yang lain." Raffa beranjak dari tempatnya duduk. Dia hendak berlalu dari sana, bermaksud mengambil air minum untuk Belinda.Kemudian tiba-tiba Belinda meraih tangannya lalu berkata,"Malam ini temani aku berpetualang. Ajak aku ke duniamu. Aku ingin merasakan hal yang belum pernah sama sekali aku rasakan selama ini. Apa kamu
Di menit berikutnya, keduanya sama-sama telah polos. Tanpa ada sehelai kain yang menutupi tubuh mereka. Raffa dan Belinda semakin terhanyut dalam buai hasrat memabukkan. Melenakan dan mampu membuat Belinda hampir menjerit lantaran klimaks yang baru saja dia capai. Padahal Raffa belum memasukinya. Masih hanya sebatas memainkan jari jemarinya di bawah sana.Belinda benar-benar dibuat semakin belingsatan kala pemuda itu kembali menggodanya dengan gigitan-gigitan lembut di setiap titik sensitifnya.Dalam benaknya, Belinda mengingat semua ucapan Dini tentang Raffa. Jika pemuda tersebut pasti akan membawanya ke puncak nirwana yang sama sekali belum pernah dia jamah selama menikah dengan Bima.Raffa menyeringai puas, menatap perempuan yang kemarin sempat menolak ajakannya. Kini perempuan itu tengah menikmati kenikmatan yang dia ciptakan dalam kendalinya. Belinda semakin terlihat cantik, wajahnya yang putih dipenuhi dengan peluh
Happy Reading! Semoga suka^^###Tengah malam Belinda terbangun lantaran rasa tidak nyaman pada inti tubuhnya. Agak perih dan terasa ngilu sebab ini adalah yang pertama baginya.Belinda bangkit lalu terduduk di pinggir ranjang, dia hendak ke kamar mandi. Namun tiba-tiba terdengar suara berat Raffa dari balik punggungnya."Mau ke mana?" tanya pemuda itu. Dia juga terbangun dan menatap punggung polos Belinda yang sangat indah.Tubuh Belinda sontak menegang, menelan ludahnya susah payah."A-aku mau ke kamar mandi," sahutnya tanpa menoleh, sambil terus meringis menahan ngilu di bawah sana.Merasa ada yang aneh dari suara perempuan yang beberapa jam lalu dia gagahi, Raffa lantas beringsut maju. Dia menyentuh pundak Belinda yang masih betah membelakanginya, kemudian bertanya lagi."Kamu kenapa? Perlu aku bantu?" Tak lepas menatap Belinda yang menundukkan kepala."Enggak usah. Aku bisa sendiri." Belinda lantas mencoba berdiri,
Sebulan berlalu, semenjak pergumulan panas itu, Raffa dan Belinda semakin intens bertemu. Keduanya sering menghabiskan waktu bersama. Tak jarang Raffa dan Belinda mengulangi adegan percintaan yang tanpa disadari akan menjadi awal mula kisah mereka.Raffa tak pernah mengira bila dirinya akan menyesali setiap perbuatannya kepada Belinda. Perbuatan yang secara tidak langsung membawanya pada kehidupan perempuan berusia 33 tahun itu.Yah, sejak awal dia mengambil sesuatu yang bukan haknya, Raffa selalu dibayang-bayangi rasa bersalah. Belinda adalah perempuan pertama yang memberinya kesempatan untuk melakukan hal selayaknya pengantin baru.Pengalaman pertama Raffa mencicipi seorang perawan. Entah pantas disebut berkah atau kesialan, yang jelas Raffa merasakan hal yang berbeda usai bergumul dengan Belinda. Terhitung sudah tiga kali mereka mengulanginya."Hfuuh ...." Raffa berkali-kali mendesah berat. Malam
Beberapa jam sebelumnya~Usai sarapan Belinda berniat pergi ke butik milik Dini. Hari ini dia ada janji dengan sahabatnya itu, hendak bercerita tentang kebersamaannya selama ini dengan Raffa. Namun semua niatnya harus diurungkan lantaran Bima tiba-tiba pulang tanpa kabar terlebih dahulu.Jelas saja Belinda terkejut dengan kepulangan mendadak suaminya sebab tidak biasanya Bima pulang dalam kurun waktu yang singkat. Terhitung baru satu bulan semenjak Bima kembali ke Bandung.Marina—istri pertama Bima juga tidak meneleponnya. Biasanya Belinda tahu dari perempuan itu, tetapi kali ini sungguh di luar dugaan."Tumben Mas mendadak pulang? Memang ada urusan penting, ya?" tanya Belinda berbasa-basi kepada Bima yang sedang menikmati kopi hitam pekat kesukaannya.&
"Bel ..." panggil Bima.Belinda bergeming. Dia sama sekali tidak ingin melihat Bima berada di dalam kamarnya. Mungkin jika dulu keadaannya demikian, tentu dengan senang hati Belinda akan menyambut Bima. Namun, sekarang jelas keadaannya jauh dari apa yang dia harapkan dulu.Kehangatan, perhatian, semua itu tidak ada gunanya lagi. Belinda tidak mengharapkan semua itu dari Bima sejak Raffa telah menggantikan posisi suaminya. Tepatnya satu bulan ini. Kekosongan di hati Belinda telah terisi dengan kehadiran Raffa dan segala kehangatan pemuda itu.Kebersamaan yang terjalin antara dia dan Raffa begitu berkesan hingga Belinda dapat melupakan semua permasalahan rumah tangganya yang selama tiga tahun belakangan membelenggu."Keluarlah, Mas. Aku lagi enggak mau diganggu siapa pun," ucap Belinda tanpa menatap Bima sama sekali.Penolakan Belinda cukup dimaklumi oleh Bima. Akan tetapi tak lama
Satu Bulan kemudian.Di dalam ruangan Mami Kumala, Raffa tengah dicecar banyak pertanyaan oleh perempuan yang pernah menolongnya itu. Mami Kumala tak habis pikir dengan Raffa yang belakangan ini jarang sekali ke klub dan jarang menerima bokingan.Raffa selalu beralasan jika dirinya sedang tidak mood atau sedang tidak berselera ke klub. Tentu hal tersebut membuat Mami Kumala bertanya-tanya dan penasaran dengan apa yang terjadi kepada pemuda itu.Baru kali ini Raffa sering menolak open BO, padahal banyak dari pelanggannya yang menunggu untuk dipuaskan. Mami Kumala juga merasa ada yang aneh dari sikap pemuda berusia 21 tahun."Fa, coba kamu jelaskan ke mami apa yang sebetulnya terjadi? Belakangan ini kamu jarang banget ke klub, mami udah dapet komplain dari pelanggan kamu. Mereka enggak mau selain kamu yang ngelayanin."Mami Kumala menghela napas berat. Merasa pusing lantaran pemasu