Share

Layani Aku

Author: Tika Pena
last update Huling Na-update: 2023-09-22 12:27:45

Apa aku salah menerima tawaran diantar pulang kakak sepupu suami sendiri? Gerimis mendadak turun. Aku yang awalnya menolak akhirnya mau masuk mobilnya. "Tidak usah sungkan dari pada kehujanan." 

Aku hanya mengangguk dan tersenyum kecil. Mas Satya kemudian menjalankan mobil kembali. Mendadak suasana kaku kurasakan karna memang kami tidak akrab dan baru beberapa kali bertemu. Mas Satya memiliki garis wajah yang mirip dengan suamiku dengan postur tubuh yang juga sama. 

"Saya melihat kamu turun dari mobil Arfan dan dia langsung pergi." 

Jadi, dia tadi ada di belakang mobil Mas Arfan?

"Arfan pasti menurunkanmu karna perempuan itu." Mataku melebar menatap sosoknya. Mengapa dia tau? Lelaki itu balas menatapku lalu fokus mengemudi lagi. 

"Saya tau hubungan dia dan perempuan itu. Dengan Saskia."

Apa? Dia mengetahuinya?

"Termasuk pernikahan siri mereka dan Mas Arfan yang punya anak?" cecarku. 

Dia mengangguk. "Ya." 

"Apa keluarga yang lain tahu?"

"Sepertinya tidak." 

Aku menghela napas kecewa, kenapa dia tidak memberi tahuku soal ini? Apa sengaja? Apa berkonspirasi dengannya? 

"Kenapa Mas Satya tidak memberi tahu saya sebelum terjadi pernikahan, Mas?" Bulir air jatuh di pipi, berkejaran tanpa bisa ditahan. Terlalu sesak rasanya. Kupikir tidak ada orang lain tahu tentang hubungan suamiku dengan perempuan itu. Kupikir hanya aku sendirian yang mengetahui rahasianya. 

"Saya sudah memperingatkan Arfan. Tapi dia tidak mendengarkan dan malah melarang saya untuk tidak ikut campur."

"Harusnya Mas katakan pada saya langsung." Tentu aku tidak mau menikah dengannya jika tahu lebih dulu. Akan membatalkan perjodohan itu. Meski menyakitkan aku akan menolak. 

"Maaf, Nabila." 

Aku melengos pada jendela menghirup udara banyak menyingkirkan sesak itu. Dan berusaha menekan tangis. Hal seharusnya tidak kuperlihatkan pada orang lain. Sejak bersama Mas Arfan aku menahannya. 

Mas Satya memberikan selembar tisu. Sejenak aku terdiam melihat tatapan iba di matanya, sebelum akhirnya mengambil tisu tersebut. Mengusapkan di pipiku. 

Dia membawaku sampai depan rumah. Aku turun dari mobilnya. "Terimakasih, Mas." Tulus kuucapkan. Kalau tidak ada Mas Satya, mungkin aku masih di trotoar. Berjalan tak tentu arah karna sangat terpukul dengan perlakuan Mas Arfan.  

"Sama-sama," balasnya ramah. Lelaki itu pun berlalu. 

Aku berbalik memasuki rumah. Hampa dan sepi begitu terasa saat di dalam. Sudah biasa aku rasakan sejak kepindahan ke sini. Lebih tepatnya sejak Mas Arfan mengakui segala kepura-puraannya. Lelaki itu bagai batu, tidak banyak bicara dan hanya sibuk sendiri. 

Orang tuanya menghadiahkan rumah besar ini sebagai kado pernikahan. Mama Mas Arfan bahkan sudah mempersiapkan asisten rumah tangga. Ingat, dia membawanya ke sini memperkenalkannya padaku. 

"Ini Bi Sumi, sengaja Mama persiapkan untuk membantu." 

"Tidak usah pake pembantu segala, Ma. Toh, hanya kami berdua." Mas Arfan menolak kedatangan perempuan paruh baya itu. Tanpa menanyakan lebih dulu padaku. 

"Loh, jangan gitu. Biar Nabila ada teman dan tidak kecapean mengurus rumah sendirian." 

"Tidak perlu, Ma. Aku sudah cukup menemaninya. Mungkin nanti setelah ada anak baru kami membutuhkan. Bukan begitu, Sayang?" Aku sedikit gelagapan Mas Arfan menatap lembut dengan sapaan mesra seraya menggamit tanganku. Dia sengaja menghindari orang ketiga dan sikap baiknya hanya sandiwara. Tapi meski begitu aku tetap grogi dibuatnya. Terlebih di hadapan mamanya, memanas wajahku dan tersipu.

"Pula, kami ingin belajar berumah tangga mandiri." Dia meyakinkan mamanya lagi. 

"Benar, Bila? Kamu tidak apa-apa hanya berdua dengan Arfan?" 

"Iya, Ma. Tidak apa-apa." Pada akhirnya aku mengiyakan. Bukan semata-mata karna Mas Arfan, tapi aku sendiri pun akan tidak nyaman diketahui kami tidur masing-masing dan tidak akrab, tidak seperti pasangan suami istri pada umumnya. 

"Kamu memang istri yang baik." Mama menyentuh pipiku dengan tatapan haru, kemudian melirik Mas Arfan tegas. "Arfan, kamu harus menjaga Nabila dengan baik dan jangan sakiti dia." 

"Iya, Ma." Mas Arfan merangkul bahuku dan mengulas senyum.

Pintar dia mengelabui orang termasuk mamanya sendiri. Tante Reni percaya begitu saja padanya. 

Aku meringis, kaki terantuk sofa karna berjalan sambil melamun. Semua sikap manis Mas Arfan palsu. Tidak bisa amanah dengan ucapan mamanya sendiri. Tante Reni tidak tahu dia sudah menyakitiku sejak malam pertama pernikahan. Dan berlanjut sampai sekarang. 

*** 

Langit menggelap menjelang magrib. Mobil Mas Arfan belum ada di halaman. Lelaki itu belum pulang dan mungkin tidak akan pulang sibuk bersama Saskia. Setiap teringatnya, hatiku terasa diremat. Sebagai istri sah kehadiranku tidak berarti. 

Gorden jendela kamar ini lalu kututup. Beranjak pergi tidak ingin larut dalam kepahitan tersebut. 

Mengambil air wudhu sesudah dikumandangkan Azan dan menunaikan salat tiga rokaat. Menggulir tasbih berzdikir dan berdoa setelahnya, kemudian dilanjutkan membaca Alqur'an. Mencari ketenangan dan sebagai penawar hati yang kalut. 

Entah sudah berapa lama aku tenggelam dalam ayat suci, sampai kemudian terdengar pintu kamar diketuk dan dibuka. 

"Mas Arfan?" Aku menyudahi membaca dan beranjak bangun melihatnya mendekat. Mushaf kudekap erat di dada. Aku pikir dia tidak akan pulang tapi kini sudah di hadapan. 

Setelah perseteruan siang tadi bersama Saskia dan bersamanya di mobil sampai-sampai aku diturunkan di tengah jalan. Aku enggan menatapnya. Hanya menunduk dalam. Masih sangat kecewa. 

"Aku minta maaf sudah meninggalkanmu." Pelan dia katakan. 

Aku mendongak. Wajahnya lemas dengan mata sayu. Tampak kuyu. Berbeda sekali dengan siang tadi. Kenapa dia? Apa ribut besar dengan perempuan itu? 

"Maafkan aku, Nabila," ucapnya lagi sambil mencoba menyentuh wajahku kini. Tapi aku refleks menghindar. Melangkah mundur. 

"Aku masih punya wudhu, Mas." 

"Simpan mushaf itu." Aku tidak mendengarkan mematung diam sampai dia merebutnya dariku menunda begitu saja di nakas. 

"Mas!" Sembarangan dia menyentuh benda suci itu. Mas Arfan menatapku dengan raut berubah kesal. 

"Salahmu tidak langsung menyimpannya." Lelaki itu mendekatiku lagi. 

"Buka mukenanya." 

"Mau apa, Mas?" Seketika perasaanku tak enak juga was-was. 

"Buka." 

"Aku mau nunggu waktu isya." 

"Buka." Dia mendekat lagi membuka paksa kain itu. Hingga lepas dari kepala. Menjatuhkan begitu saja di bawah. "Mas, kamu apa-apaan!" Dia tidak mendengarkan merengkuh tubuhku, membelai rambut panjang yang terurai. Kemudian membawaku ke tempat tidur. 

Mas Arfan mengeluarkan sesuatu dari kantong. Meletakkan begitu saja di seprai. Pil KB? Dia membelinya lagi?

"Minum." 

Aku menggeleng dan hendak keluar. Tapi Mas Arfan menahan bahuku mendudukkan lagi di kasur. 

"Jangan pergi. Layani aku." Sudah kuduga dia menginginkan itu. Lupakah istri siri-nya yang mengamuk di apotek? Saskia tidak menginginkan Mas Arfan menyentuhku. Tapi laki-laki ini sekarang tidak peduli lagi. 

Merunduk mengecup keningku dan mencoba membu-ka kancing baju. Dia lupa aku belum meminum pil itu, tapi kini malah mendesak tak sabar. Hatiku berdebar juga berontak. Bukan malam pertama seperti ini yang kuinginkan. Tergesa, tengah didera kecewa dan tanpa cinta. Sama sekali tidak siap dan bukan waktu yang tepat. 

"Tidak mau, Mas." Tangan itu kusingkirkan, memasukkan kancing kembali ke lubangnya. Rupanya hal tersebut memantik api amarah Mas Arfan, menarik sekaligus baju hingga kancing-kancing tersebut terlepas. Terlempar ke sembarang arah. Aku tersentak kaget dan jadi takut dia kasar begitu. Pipiku tiba-tiba basah oleh aksinya. Mas Arfan mendekat lagi menciumiku dan merebahkan paksa. "Jangan, Mas!" Aku mendorongnya lekas berdiri. 

"Aku membutuhkanmu, Nabila!" teriaknya frustrasi dan nelangsa. 

"Kenapa tidak pada Saskia saja!" Aku tidak kalah keras karna sebenarnya tidak ingin mengucapkan itu dan tidak rela. Tapi terlontar begitu saja.

"Karna dia tidak bisa melayaniku!" 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Extra Part 3

    "Nabila?"Saat membuka mata yang kulihat hanyalah Mas Arfan. Menyebut namaku beberapa kali, sembari menyentuh telapak tangan. Melihat sekitar ternyata aku sedang terbaring di sebuah ruangan. Aku mengeryit saat hendak bangun. "Diam saja dulu kalau masih pusing." Mas Arfan membantu merebahkan tubuhku lagi. "Kamu tadi pingsan," ucapnya lagi lembut dan menatapku teduh. "Kamu anemia. Tensi darah hanya sembilan puluh per enam puluh. Selain itu ...." "Aku kenapa, Mas?" selaku tidak sabar menanti ucapannya selesai. Takut ada sakit serius di tubuhku. Mas Arfan malah tersenyum dan tampak berbinar matanya. Digenggamnya lagi tanganku erat. "Kamu hamil," ucapnya sumringah. "Aku hamil?"Dia mengangguk semangat. "Kata dokter iya, ketahuan dari tes darah ada kadar HCG di situ. Pertanda janin tumbuh." Ya Allah, pantas tamu bulanan tidak datang-datang. Ternyata tumbuh embrio di rahimku. Tidak mengira bakal langsung jadi padahal belum lama berhenti minum Pil KB. "Ada anak aku. Kamu harus mau kembal

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Extra Part 2

    "Maafkan kami, Pak Rasyid, Bu Nafa ... tidak memberitahukan sebelumnya, kalau Arfan mempunyai istri simpanan." Mama membuka percakapan setelah kami berkumpul. Diliriknya Mas Arfan yang tertunduk dalam. "Kami tidak bermaksud menipu." Papa melanjutkan pembicaraan. "Kami memang berniat menjadikan Nabila menantu bukan semata-mata mempermainkan.""Saya menyukai Nabila dengan pribadinya yang baik, sedangkan Saskia bukan wanita baik-baik, mendekati Arfan hanya untuk tujuan yang salah." Gantian Mama yang berbicara kembali. "Sebelum bersama Arfan dia sudah menjalin hubungan lebih dulu dengan laki-laki lain, bahkan anak yang dikandungnya pun anak laki-laki itu. Tapi karna sudah terpengaruh kuat Arfan tidak bisa melihat kebenarannya. Saya menikahkan dengan Nabila untuk menjauhkan dari dua orang jahat seperti mereka. Percaya Nabila pasangan yang tepat untuk Arfan." Orang tuaku sama-sama menarik napas dalam. Tapi masih tidak bicara sepatah kata pun. Mama melirik pada Mas Satya. "Kami sadar, apa

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Extra Part

    "Saskiaa." Mas Arfan terus memeluk tubuh tidak bernyawa itu. Dua tahun dia hidup bersamanya, menemani siang menemani malam, menemani makan, menemani tidur, berbagi hangat tubuh, sekarang telah pergi begitu saja. Tanpa adanya penyakit yang menggerogoti. Hilang dihabisi orang lain. Meninggalkan rasa pilu amat dalam. Rasa kecewanya yang besar setelah tahu semua hal buruk tersembunyi, tertepis saat dia pergi untuk selamanya. Bagaimana pun sosok itu pernah mewarnai hidupnya. Membuat semangat, membuat bahagia, dan sudah menyelamatkan nyawa meski kecelakaan itu sengaja. Daniel memang ingin membunuhnya. Saskia bisa kuat menemani tanpa direstui dan hanya disembunyikan dari publik. Mas Satya menghampiriku. Mengusap-usap bahu. Aku pun berbalik menghadapnya tidak kuat melihat Mas Arfan dan Saskia lagi. Dia merangkul membenamkan kepalaku di dadanya. Saskia diurusi di kediamannya. Banyak tetangga melayat. Juga ada beberapa saudaranya, mereka tampak sedih melihat kepergiannya yang mengenaskan. A

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Berakhir

    "Bedebah!"Mas Arfan langsung menghampiri laki-laki yang sibuk memakai bawahan. Menonjok wajahnya hingga beberapa kali. Aku dan Mas Satya masuk. "Mas, jangan Mas!" Kini Mas Arfan beralih pada Saskia, yang sibuk menutupi tubuh dengan selimut setelah tadi berada di atas laki-laki itu sama-sama bertelanja-ng bulat. Menampar keras pipinya, sampai terjerembab di bawah. Tidak puas Mas Arfan berjongkok menamparnya lagi kedua kali. Aku meringis melihatnya. "Diam kamu Daniel!" Mas Satya sudah bergerak cepat menahan lelaki itu. Menodongkan senjata api di kepalanya sehingga tidak bisa berkutik. "Ternyata kamu biangnya. Anak dari musuh keluarga Dhanurendra!" Dhanurendra nama belakang Mas Arfan, juga merupakan nama belakang Papa.Laki-laki bernama Daniel itu sengaja menjadikan Saskia sebagai umpan untuk membuat bangkrut Mas Arfan dengan mengambil hartanya. Dan akan memakmurkan perusahaannya sendiri. "Mas ... Ini semua tidak seperti yang kamu lihat." Saskia memeluk lutut kakinya. Sudah tertangka

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Penggerebekkan

    "Mas! Kamu berbuat mesra dengan Nabila?!" Lagi, suara Saskia melengking di telingaku. Tapi suaranya kecil di pendengaran Mas Arfan dan tidak jelas. Hingga lelaki itu tidak terganggu. "Awas kamu, Mas!!!" Dia mengira Mas Arfanlah yang menerima telepon. Aku terkejut saat ponsel direbut. Menatap Mas Arfan tegang hawatir akan marah. Ternyata dia malah mematikan sepihak. Lalu melempar asal ponsel ke seprai. "Mas?" "Aku tidak ingin diganggu." Lalu menyibukkan diri merasai tubuhku kembali. Staminanya yang kuat mampu menerbangkanku lagi. Hingga ke paling puncaknya. Usai berhubungan Mas Arfan langsung tertidur nyenyak. Aku sudah membersihkan diri dan memakai pakaian lengkap. Perlahan menjauhinya ke luar kamar. Mencari udara segar dan berkomunikasi dengan Mas Satya ditemani secangkir minuman hangat di sebuah kedai. Di Bandung aku tidak terlalu buta arah dan lebih leluasa karna memakai bahasa sehari-hari tidak seperti di luar negeri. Bersama kakak sepupu suami aku banyak bercerita. "Aku sud

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Di Rumahnya

    "Sini, Mas, rambutmu aku ambil. Atau mau ganti dengan tes darah atau air liur?" tawarku pada Mas Arfan yang kini ada di sampingku. "Sudah. Rambut saja. Ambil sedikit.""Oke." Gunting di tangan kuarahkan pada rambutnya dan memotong sedikit. "Segini, Mas, cukup." Rambut itu kuperlihatkan. Mas Arfan tidak protes dan aku memasukkannya dalam plastik kecil. "Sekarang tinggal rambut Savia, ya, Mas." Lelaki itu mengangguk kecil. Ah ... aku senang dia manut begini. Demi bisa menikmati tubuhku lagi, demi bisa aku hamil, juga demi bisa dapat warisan, dia akhirnya rela menurunkan ego. Dasar laki-laki, kalah sama nafsu sendiri. Kami sampai di depan rumah Saskia di komplek sederhana. Aku mematung begitu turun dari mobil. Selama menikah dengannya baru tahu tempat tinggal istri sirinya itu. Pantas Saskia sangat mengingkan rumah yang tengah aku tempati dengan Mas Arfan, dia ingin lebih leluasa dari rumah minimalisnya ini. Aku yakin ini juga rumah pemberian Mas Arfan. Belum bisa memberikan rumah me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status