Tila turun dari mobil bersama dengan Randy yang mengantarnya pulang. Tila berdiri dihadapan Randy yang tengah bersandar pada kap mobil."Terima kasih sudah mengantarkan aku pulang." Tila menatap Randy. Saat akan pulang tadi, Tila memang sedang menunggu taksi yang lewat. Namun, tawaran Randy yang ingin mengantarkannya pulang membuatnya mengurungkan niat untuk menunggu taksi."Sama-sama." Randy tersenyum miring. Matanya diam-diam melirik ke arah jendela kaca yang mengarah ke arah luar tempat mereka saat ini berada. Randy menunduk sedikit menatap manik mata Tila dengan tatapan tak terbaca."Bagaimana dengan nomor ponsel Ralin?" Randy tersenyum miring melihat tanggapan Tila yang hanya memutar bola matanya malas."Sudah kubilang, jangan dekati Raline. Playboy sepertimu, hanya akan menyakitinya.""Oh, ayo lah Tila. Aku sungguh serius ingin mendekati Raline." Randy menatap melas pada sosok wanita yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya sendiri sejak beberapa minggu yang lalu setelah Tila
"Sudah pernah aku katakan, jangan pernah membawa pria lain ke rumah ini." Tila yang baru saja merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sontak menoleh ke sumber suara. Senyum wanita itu tersungging miring mendapati Adam yang berdiri tepat di samping tempat tidurnya."Saya mau membawa siapa pun, bukan urusan kamu.""Aku suamimu.""Hanya suami 'kan? Bukan pasangan yang sesungguhnya." Tila membalas tak mau kalah. Wanita itu mulai memejamkan matanya enggan untuk bertatapan lama dengan pria yang menjadi luka masa lalunya.Mata tajam Adam menatap lekat wajah Tila. Ekspresi wajah wanita itu terlihat datar dan tidak takut sama sekali dengan aura yang sudah ia keluarkan. Adam tidak mengerti, kemana gadis penakut yang dulunya lugu? Mengapa sekarang berubah menjadi perempuan dengan lidah yang tajam."Pergilah dan jangan mengganggu saya," usir Tila, tanpa membuka sedikit kelopak matanya."Kamu--""Apa perlu saya keluar dari kamar ini?" ancam Tila mulai jengah.Tila tidak berharap pria seperti A
Tila menatap pemandangan di depannya dengan tatapan datar. Tidak ia sangka jika ia akan bertemu dengan dua pasangan iblis di restoran tempatnya saat ini berada. Tila mengangkat bahunya acuh. Wanita itu kemudian melangkah menuju meja nomor 11 di mana Sam sudah menunggunya lebih dulu."Sorry, telat. Tadi ada meeting dulu sama klien," katanya meminta maaf."It's oke, Tila." Sam tersenyum. "Kita pesan makan dulu." Keduanya memesan makanan pada pelayan yang langsung datang menghampiri ketika dipanggil. Setelah pelayan mencatat dan pergi, Sam merapatkan tubuhnya pada pinggiran meja seraya mendekatkan wajahnya pada Tila. "Ada suami kamu di sini," kata Sam pada Tila."Biarkan saja. Aku nggak peduli," sahut Tila acuh. "Sepertinya suami kamu sudah melihat kita." Lagi-lagi Sam bicara, namun tak dihiraukan oleh Tila. Menurutnya mau Adam melihat atau tidak bukan urusannya."Bagaimana keadaan Lula?" Tila memilih mengalihkan pembicaraan daripada terus membahas soal Adam yang berada di restoran
Kediaman rumah Aris Tirtando terlihat ramai akan datangnya para pelayat. Semua orang berpakaian serba hitam untuk menunjukkan jika saat ini mereka sedang berkabung. Bendera kuning terpasang di depan menandakan jika saat ini sedang ada salah satu anggota keluarga di kediaman tersebut berpulang ke Rahmatullah.Tila sendiri duduk dengan tenang seraya membaca surat Yasin bersama beberapa perempuan lainnya. Wanita cantik itu tidak peduli jika saat ini tatapan tajam dan penuh kebencian dilayangkan Winar padanya.Sementara Adam sendiri sedang sibuk di luar menjamu para tamu yang hadir untuk melayat jenazah Aris.Tak berapa lama kemudian jenazah Aris akhirnya berangkat menuju sebuah tempat pemakaman umum yang jaraknya tidak begitu jauh dari kediaman Aris. Beberapa orang tinggal di kediaman saat yang lain mengantarkan jenazah Aris. Tila dan ibunya contohnya. Kedua wanita itu tetap tinggal di rumah dan tidak ikut untuk mengantarkan jenazah. "Bagaimana suamimu? Dia memperlakukan kamu dengan b
Adam masuk ke kamar membawa baskom kecil berisi air serta kompres. Tidak lupa sebelah tangannya juga membawa kotak P3K yang ia ambil dari lemari sebelum ia memutuskan untuk kembali ke atas. Saat Adam membuka pintu, terlihat Tila yang tengah melepaskan sepatunya. Tanpa kata, Adam duduk disebelah sofa yang diduduki oleh Tila. Pria itu kemudian menarik tubuh Tila untuk berhadapan dengannya. "Kamu mau ngapain?" Tila melebarkan matanya terkejut melihat aksi Adam barusan."Aku mau obatin luka yang disebabkan oleh Mama. Sebagai bentuk permintaan maaf dariku." Adam mulai mengompres sudut bibir Tila yang sedikit berdarah. Wanita itu meringis membuat Adam lebih berhati-hati agar tidak menyakiti Tila."Kamu nggak perlu melakukan ini." Tila berusaha menyingkirkan tangan Adam dari wajahnya."Ini sebagai permintaan maaf karena ulah mama, kamu jadi terluka."Tila menyungging senyum sinis. "Luka fisik ini nggak ada apa-apanya, dibandingkan dengan luka yang ditorehkan mamamu dulu." "Maksud kamu?"
Waktu yang seharusnya digunakan selama tiga hari di Semarang justru diperpanjang hingga satu minggu. Hal tersebut membuat Tila yang harusnya pulang bertahan lebih dari waktu yang ditentukan karena sedikit masalah yang terjadi di lokasi.Tila dan tim akhirnya tiba di kota tempat mereka tinggal dengan selamat. Tila menghela napas lega. Wanita itu menarik kopernya menuju taksi yang sudah ia pesan yang akan membawanya pulang ke kediaman Aris. Sementara Emily dan yang lainnya harus menggunakan kendaraan mereka karena tujuan arah tempat tinggal mereka berbeda. Pun, demikian Emily juga harus ke rumah sakit karena ibu gadis itu sedang dirawat. Awalnya Emily memaksa untuk mengantar Tila pulang, tapi hal tersebut ditolak Tila.Tila menatap pemandangan jalan dengan tatapan datar. Tila tengah memikirkan hal apa yang akan ia lakukan saat tiba di rumah. Tila bingung dengan sikap yang akan ia ambil. Kemarin malam, Tila bermimpi melihat papa mertuanya di sebuah hutan lebat dengan aura hitam di seki
Pagi ini ada yang berbeda dengan Adam. Pria itu menyambut pagi dengan senyum cerah bahkan sampai ia berada di ruang makan, senyum pria itu tak juga luntur. Hal tersebut sontak membuat Winar, Eddel, dan juga Irena menatapnya heran."Adam, kenapa senyum-senyum begitu? Kamu menang tender?" Winar yang tidak tahan melihat ekspresi wajah bahagia Adam, sontak bertanya."Enggak ada apa-apa, Ma. Aku hanya ingin tersenyum. Memangnya ada yang salah?" sahut Adam santai."Memang enggak ada yang salah. Cuma sedikit aneh saja," balas Winar.Adam menggeleng kepalanya kemudian menegak kopi dalam cangkir sedikit, sebelum kepalanya menoleh ke arah Tila yang baru saja memasuki ruang makan.Melihat kedatangan Tila di ruang makan membuat Adam menghela napas lega. Rupanya perbincangan mereka tadi malam bukanlah mimpi belaka. Ternyata, Tila benar-benar menyetujui agar mereka bisa memulai semuanya dari awal dengan cara yang baik. Hal tersebut dibuktikan dengan kehadiran Tila di ruang makan. Biasanya sang istr
"Jadi, kamu sudah akur dengan suamimu?"Tila mendongakkan kepalanya dari ponsel yang berada di tangannya. Wanita itu tengah membalas pesan yang dikirim Adam padanya."Memangnya kapan aku pernah bertengkar dengannya?" sahut Tila acuh."Kamu enggak mikir kalau aku enggak paham dengan situasi pernikahan kalian 'kan?"Randy terkekeh geli menatap Tila yang masih dengan ekspresi datarnya. buket bunga dan makanan tentu saja kiriman dari Adam, suami Tila."Aku tahu, ada yang aneh dengan rumah tangga kalian. Makanya, aku tanya sekarang sudah akur atau belum?" Randy mengangkat buket bunga yang berada di atas meja kerja Tila. Tidak hanya bunga, melainkan beberapa jenis makanan yang dipesan di restoran terkenal juga ada di hadapan Tila."Enggak baik buat tahu urusan rumah tangga orang. Mendingan kamu urusin kehidupan kamu sendiri," tandas Tila tajam."Ugh, aku sakit hati mendengar perkataanmu." Randy menekan dadanya dengan ekspresi dramatis yang membuat Tila memutar bola matanya.Tila diam tidak