"Di—a Ayu, Mah. Ayu yang membunuh Bagas dan meneror Mella." Mellani berkata pelan dan terbata-bata, suaranya terdengar bergetar menahan takut.
"Ayu? Ayu temanmu SMA? yang meninggal waktu hiking dulu?" Bu Rosa berusaha memperjelas apa yang dimaksud oleh Mellani.
Mellani mengangguk mengiyakan perkataan ibunya, dia tak menyangka kalau ibunya masih ingat dengan Ayu sahabatnya, lebih tepatnya sahabat yang dia khianati.
"Jangan mengada-ada kamu, Mell! Ayu temanmu itu sudah lama meninggal, jangan bercanda kamu, Mamah tidak suka!" Bu Rosa melotot sambil meninggikan nada suaranya. Sebab, menurutnya pengakuan anak gadisnya itu benar-benar tidak masuk akal. Mana mungkin orang sudah meninggal bisa meneror orang lain, bahkan menulis pesan ancaman segala.
"Mella nggak bercanda, Mah! Suara yang Mella dengar memang Ayu, dia ngajak Mella ke neraka. Hanya saja entah mengapa riwayat panggilan di ponsel Mella hilang semua. Tapi Mella yakin kalau itu Ayu, Mah!" Mellani masih terus bersikukuh dengan pendapatnya jika dalang dibalik semuanya adalah Ayu.
"Sudah hentikan omong kosong kamu, Mell. Mamah kamu benar, tidak mungkin orang yang sudah meninggal bisa telpon, apa lagi sudah tahunan lalu yang meninggal. Itu mustahil." Pak Rudi angkat suara. Dirinya juga tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh putrinya itu.
"Mella nggak bohong, Pah! Mella yakin itu suara Ayu." Mella masih berusaha meyakinkan jika dirinya itu tidak berhalusinasi. Suara yang dirinya dengar memang Ayu. Dirinya hafal betul walaupun suara itu seperti suara di radio yang siarannya terganggu.
"Mellani! Cukup! Kamu bercandanya kelewatan!" Pak Rudi tidak tahan lagi dan akhirnya memarahi anak gadisnya itu.
Mellani terisak, dia tidak menyangka ayahnya akan membentaknya, dia sangat sedih karena orang tuanya tidak percaya perkataan.
Mellani pun berdiri dengan kasar, lalu pergi meninggalkan mereka. Sebelum melangkah jauh, Mellani membalikan badan menatap orang tuanya.
"Terserah kalau Mamah dan Papah tidak percaya Mella! Mella benci kalian berdua!"
Mellani pun pergi memasuki kamar tamu, tidur di atas ranjang sambil terisak.
"Ayu ... maafkan aku!" Mellani terisak sambil membekap bantal di wajahnya telah basah oleh air mata.
Sementara itu di ruang tamu, Om Ilham yang memperhatikan percakapan orang tua dan anak tersebut nampak berpikir keras, jemarinya mengetuk-ngetuk meja.
"Ayu itu siapa, Mbak Rosa? Kenapa Mellani nampak begitu takut?" Setelah keadaan tenang Ilham pun memberanikan diri untuk bertanya siapakah sosok yang dikatakan oleh Mellani dan membuat kakaknya itu marah.
"Ayu itu sahabat Mellani, Ham. Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Ibunya Ayu adalah asisten kami dulu sewaktu rumah kami di Jogja." Bu Rosa menghela nafas berat, seolah mengatakan hal itu adalah sebuah hal yang menyakitkan.
"Lalu, Mbak. Maksudnya Ayu sudah meninggal itu bagaimana? Kronologi jelasnya seperti apa?" Ilham sangat penasaran.
Bu Rosa bukannya menjelaskan tapi justru terisak, seperti menahan sedih yang teramat sangat. Hingga akhirnya Pak Rudi yang melanjutkan ceritanya.
"Dulu kalau tidak salah tanggal 20 April 2016 ada kegiatan hiking di sekolah waktu Mellani dan Ayu masih SMA, kalau tidak salah mau ke Waduk Sermo Kulon Progo."
"Waduk Sermo katamu, Mas? Sepertinya Mas belum pernah cerita ke saya tentang masalah ini." Ilham berkerut dahinya.
"Iya, Ham. Mereka pergi ke Waduk Sermo. Sebelum berangkat Mellani dan Ayu tampak sangat antusias. Walaupun Ayu anak asisten rumah tangga, tapi kami memperlakukan Ayu dan keluarganya seperti keluarga kami sendiri, tidak ada firasat apapun, kami pun melepaskan kepergian mereka dengan senyuman, hinggal kabar yang sangat menyedihkan itu datang menemui kami." Pak Rudi rupanya juga sama sedihnya dengan Bu Rosa hanya saja tidak sampai terisak.
Pak Rudi menghela nafas berat, punggungnya dia sandarkan di sofa, seperti menahan sesak di dada, setelahnya beliau pun melanjutkan perkataannya.
"Setiap tahun di sekolah Mellani memang mengadakan kegiatan hiking, dan berlanjut dengan kemah. Kegiatan itu berlangsung selama tiga hari. Tapi pada hari ke dua, saya di telpon Mamahnya Mellani untuk segera pulang ke rumah, padahal Mas sedang pergi meeting. Sesampainya di rumah, Mamahnya Mellani berbisik-bisik menyuruh Mas untuk masuk ke kamar, dan di dalam kamar, Mamahnya Mellani cerita kalau dia baru saja ditelpon pihak sekolah. Mereka memberikan kabar kalau Ayu menghilang, tentu kami syok, kami bingung." Pak Rudi bercerita pelan sedang Ilham mendengarkan setiap kata dengan seksama.
"Mbak dan Papahnya Mellani pun akhirnya sepakat untuk menyusul Mellani dan Ayu, tentu saja mengajak Bu Romlah dan Pak Karjo orang tua Ayu, sesampainya di sana, Mellani nampak pucat seperti mayat dan seperti menahan beban pikiran yang berat. Terpaksa Mbak dan Papahnya Mellani pulang untuk membawa Mellani ke rumah sakit, tapi tidak dengan Bu Romlah dan Pak Karjo. Mereka memaksa untuk tetap mencari Ayu. Kami pun pergi meninggalkan mereka. Hingga di hari ke dua pencarian Ayu...." Bu Rosa tak sanggup melanjutkan lagi ceritanya, tapi justru menangis sesenggukan.
Pak Rudi mengelus-elus punggung istrinya yang sudah berderai air mata, nafas Bu Rosa naik turun menahan sesak di dada.
"Hari ke dua pencarian Ayu kenapa, Mbak?" Ilham sangat penasaran, entah kenapa dirinya merasa jika cerita Ayu ada sangkut pautnya dengan apa yang keponakannya alami.
Tapi nampaknya Bu Rosa kakak perempuannya sudah tidak sanggup melanjutkan perkataannya, hingga Pak Rudi yang melanjutkannya lagi.
"Pada hari ke dua pencarian Ayu, mereka menemukan Ayu mengapung di waduk dengan muka hancur, kami mengetahui kalau itu Ayu karena kalung yang ada di lehernya. Kalung itu pemberian kami sebagai tanda kasih dihari ulang tahunnya ke tujuh belas." Pak Rudi ketara sekali jika merasa bersalah dengan apa yang menimpa anak asisten rumah tangganya itu.
"Innalillahi," Ilham terperanjat, "Pantas saja Mellani terlihat sangat takut." Ilham mengangguk pelan seolah telah memahami sesuatu.
Pak Rudi pun melanjutkan ceritanya.
"Semenjak itu Mellani menjadi pendiam, dia tidak mau sekolah, kejiwaannya terganggu, setiap malam selalu menyebut-nyebut nama Ayu.
Kami pun membawa ayu ke psikolog, kedua orang tua Ayu mengundurkan diri dari pekerjaannya. Mereka beralasan ingin pergi jauh dari rumah kami di Jogja, setiap melihat rumah di Jogja mereka seperti melihat Ayu.Hingga kami putuskan kami dan Mellani juga pergi meninggalkan Jogja, dan pindah ke Jakarta hingga sekarang.""Kalian tidak tes DNA, Mbak? Belum tentu itu jasad Ayu karena mukanya hancur?" Ilham bertanya lebih lanjut, rasa penasarannya sangat tinggi.
"Tidak, Ham. Orang tua Ayu tidak mau autopsi jasad Ayu, mereka beralasan kasihan kalau jasad Ayu harus di autopsi, selain itu juga mereka beralasan kalau mereka tidak punya uang untuk biaya tes DNA, padahal mas Rudi, Masmu ini sudah mau menanggung semua biayanya." Bu Rosa yang melanjutkan kembali ceritanya.
"Terus, Mbak? Kasus Ayu ditutup begitu saja?"
"Iya Ham, orang tuanya memaksa menutup kasus tersebut dengan alasan biaya." Ibu Rosa masih terisak ketika menjawab alasan kenapa orang tua Ayu menolak autopsi jasad Ayu.
"Berarti kejadiannya sudah lama sekitar lima tahun yang lalu ya, Mbak."
"Iya...." Pak Rudi dan bu Rosa menjawab bersamaan.
"Oke, Mbak, Mas. Saya akan berusaha menyelidiki kasus ini, karena menurut saya ini sudah tidak beres." Om Ilham melihat arlojinya lalu berpamitan
"Nanti Ilham kabari lagi Mbak, Mas. Saya ada pekerjaan lain. Assalamualaikum."
"Iya, Ham. Hati-hati di jalan, Waalaikumsalam." Bu Rosa dan Pak Rudi mengantarkan Om Ilham di depan pintu.
Sementara itu, di kamar Mellani yang sedang terisak syok saat membaca pesan yang dikirim Sasha lewat aplikasi WA.
"MELL,JO MENINGGAL!"
"Mellani....!"Bu Rosa, pak Rudi serta Ilham berlari dengan tergesa memasuki rumah. Disana nampak Mellani tengah memakai pakaianya yang sama persis sebelum dirinya kehilangan sahabatnya, Ayu. Mellani nampak membawa tas camping yang terlihat berat."Mella sayang, kamu mau kemana sayang?"Bu Rosa menatap sedih penampilan anak gadisnya dari ujung kepala hingga ke ujung kaki."Mella mau hiking donk Mah, mamah lupa? Kan Mellani sudah ijin ke Mamah dan papah kemarin kalau mau hiking di waduk sermo Kulon Progo sama Ayu? Mamah lupa? Ih, Mamah jahat deh!""Ayu?" Bu Rosa bertanya sambil mengerutkan dahi mendengar penjelasan anaknya. "Iya Mah, sama Ayu. Tuh orangnya lagi duduk disofa. Ayu juga sudah siap-siap pergi Mah.""Hiking? Mellani mau hiking?"Pak Rudi kini yang bertanya kepada sang anak yang terlihat merajuk seperti anak kecil. Padahal Mellani sudah dewasa. Sementara itu bu Rosa sudah terisak, batinnya sebagai seorang ibu teriris melihat keadaan anaknya saat ini. "Iya Pah, kan hari ini
"Mellani? Apa maksudnya Ham?""Iya mbak, kita harus menjemput Mellani, karena dalang dibalik pembunuhan berantai ini adalah Mellani...!""Apa Ham! Apa maksudmu kalau Mellani adalah pembunuh! Dia anak yang lemah lembut, bahkan membunuh semut saja dia menangis, jadi tidak mungkin anak mbak adalah orang yang sadis. Tidak mungkin jika Mellani tega membunuh mereka semuanya! Mbak nggak percaya omonganmu ini Ham!"Bu Rosa tidak terima kalau anak perempuannya dituduh sebagai pembunuh yang mengerikan. Terlebih menurut wanita paruh baya tersebut, justru Mellani anaknya lah yang selama ini menjadi korban karena teror yang terus menimpa anak gadisnya tersebut. "Mbak...! Kalau mbak memang menyayangi anak Mbak, harusnya Mbak sadar kalau Mellani menyembunyikan sesuatu, sifat yang berubah-ubah, Mbak dan mas Rudi terlalu sibuk dengan dunia kalian sendiri, jadi tidak tahu kalau anak kalian menderita gangguan mental!"Ilham berteriak, dirinya sudah tidak tahan lagi menyimpan rahasia tentang gadis yang
"Iya, upah...! Upah karena gue udah bantuin lo buat bunuh tante Sabrina..!" Sasha berusaha bernegosiasi."Hoo !"Mellani mengangguk-anggukkan kepalanya, perlahan tangannya dia gerakkan untuk membuka ikatan di tangan temannya.Senyuman terbit di wajah Sasha, begitu ikatannya terlepas maka dia akan segera melarikan diri lalu mencari bantuan. Baginya Mellani saat ini sangat menakutkan, sorot matanya sama mengerikannya seperti saat dia dan dirinya menghabisi nyawa selingkuhan papanya."Mell, lepasin gue Mell, lo mau kemana?" Sasha berteriak saat gerakan Mellani berhenti.Mellani menarik kembali tangannya, lalu berdiri mengambil lakban lalu kembali menutup rapat mulut Sasha."Hmpt!"Sasha kembali menggerak-gerakkan tubuhnya."Ini apa, Sha? Lo masih ingat ini? ""Mellani menunjukkan sebuah benda tajam tepat di wajah Sasha."Lupa? Oke coba lihat ini?"Mellani menunjukkan deretan huruf yang agak memudar di pangkal benda tajam tersebut, tulisan itu berbunyi SASHA, untuk menandai siapa tuan dar
Ting....Suara notifikasi pesan m.banking milik Sasha berbunyi." Trx Rek.67570xxxxxxx : Transfer FROM17490xxxx TO675701014866538MP Rp. 100.000.000 15/12/20 05.00"Sasha tersenyum, kini uang direkening miliknya kembali terisi." Lumayanlah...." Sasha bergumam, lalu kembali menarik selimutnya, pagi ini sangat dingin. Dia baru saja pulang kerumah setelah semalaman menemani teman kencannya yang seorang perwira polisi.Ting...Ponselnya kembali berbunyi, kini notifikasi whatsapnya." Om tunggu nanti malam di hotel xxx, jangan lupa dandan yang cantik!"" Siap om, Sasha akan kasih om service yang lebih memuaskan, dan Sasha akan buat om melupakan tante Sabrina yang sudah peot itu.!"Send..." Sorry Mellani sayang, nggak dapat om loe yang sok alim itu, bokap loe pun tak masalah."Sasha menyeringai, dirinya dapat menggoda om Rudi ayah Mellani saat dirinya berkunjung kerumah Mellani, sayangnya saat itu orang yang ingin dia temui sedang pergi dan hanya ada om Rudi dirumahnya. Awalnya Sasha sa
" Gue sudah sampai kafe, loe dimana?"Galang mengirimkan sebuah pesan, tak lama warna centang abu-abu berubah menjadi biru, pertanda bahwa pesannya sudah dibaca." Gue ada disini Lang, arah jam 6."Galang mengedarkan pandangannya ke penjuru kafe, matanya menangkap sosok yang tengah dia cari. Mellani, gadis cantik itu melambaikan tangannya dan tersenyum. Dengan pasti kakinya dia langkahkan kearahnya. " Sudah lama nunggunya Mell?."" Belum Lang, duduklah."" Sorry Mell, baru bisa ketemu malem malem gini, kalau pagi Gue kerja" " Its okey, no problem Lang. Loe mau ketemu, Gue aja udah seneng banget. Harusnya Gue yang minta maaf karena ganggu kamu. "" Santai aja Mell, kita kan udah lama kenal. "Galang menggaruk belakang kepalanya, bingung mau memulai pembicaraan seperti apa, karena yang membuat janji ingin bertemu adalah Mellani bukan dirinya. " Mell, emmm. Tadi gue udah kerumah ibunya Bagas, beliau masih sedih atas kematian anaknya, Gue bisa maklum sih, soalnya Bagas anak kesayangan
Sebenarnya aku juga menyukai Mellani, ah...tapi sialnya Jonathan juga mengincar si Mellani, maniak perempuan itu selalu suka yang bersih dan susah didapat, salah satunya Mellani.Aku hanya mampu mengawasi pergerakan Jo dalam mendekati Mellani. Aku kalah sebelum perang, Jo lebih kaya dariku. Bukankah wanita akan lebih suka dengan lelaki yang lebih kaya daripada yang biasa-biasa saja?. Aku yakin Mellani juga seperti wanita kebanyakan, suka dengan lelaki kaya. Namun ternyata saat Jo sedang gencar-gencarnya melancarkan aksinya, Mellani justru memilih Bagas.Aku kaget sekaligus tertawa mendengar berita bahwa Bagas dan Mellani akan menikah tahun ini. Jonathan nampak uring-uringan dan aku puas, setidaknya Bagas jauh lebih baik untuk melindungi Mellani daripada si Jonathan yang maniak surga dunia seperti aku ha...ha...ha...Pagi itu aku dapat kabar duka, Bagas ditemukan sekarat disebuah villa dipuncak, ciiih.... Lelaki ternyata sama saja.Kulangkahkan kaki untuk menjenguknya di sebuah rumah