"Aaa!" Mellani berteriak sangat kencang, sampai terdengar ke telinga orang tuanya yang berada di lantai bawah rumah mereka.
Bu Rosa berlari tergopoh-gopoh menuju kamar anak gadis mereka.
"Kenapa, Mell? Kamu kenapa, Sayang?" Bu Rosa langsung memeluk erat tubuh anaknya yang terduduk sambil menunjuk-nunjuk sesuatu, tubuh Mellani bergetar hebat.
"Ya Tuhan, apa itu! Pa! Papa! Pa!" Bu Rosa berteriak keras memanggil suaminya.
Tak lama terdengar suara langkah kaki menaiki anak tangga dengan tergesa. Pak Rudi datang terburu-buru. Begitu masuk ke kamar anak gadisnya, matanya sibuk memindai ke seluruh sudut kamar tersebut. Tak lama beliau mengambil secarik kertas yang ditunjuk oleh tangan anaknya dan mencium aromanya."Darah?"
Pak Rudi kemudian menatap istrinya, sang istri hanya mengedikkan bahu pertanda jika dirinya tidak tahu apa-apa.
Pak Rudi terlihat keluar dari kamar sambil berkacak pinggang, sementara tangan kanannya memegang ponsel yang dia tempelkan di telinganya. Dari suaranya terdengar jika beliau sedang terlibat pembicaraan yang amat serius dengan seseorang.
"Hello, Dek! Kamu bisa datang ke rumah? Ada hal penting ... iya, datanglah sekarang!" Suara Pak Rud terdengar tenang walaupun sebenarnya rasa khawatir menyelimutinya setelah melihat apa yang ada di kamar sang anak.
Di lain sisi Bu Rosa terlihat memapah putrinya agar duduk di depan meja rias, sementara sang asisten sibuk merapikan ranjangnya.
"Aaa!" Sang asisten berteriak sambil menutup mulutnya.
"Kenapa lagi, Bi?" Bu Rosa yang tengah sibuk menenangkan Mellani tentu saja kembali kaget mendengar suara teriakan pembantu nya itu.
"I—tu, Nyonya ... i—tu ...." Asisten rumah tangga menunjuk dengan gemetar apa yang ada di balik selimut ranjang milik anak majikannya."Aaa!" Bu Rosa terkejut. Bahkan suaranya nyaris tak terdengar. Hanya menatap tajam ke arah suaminya yang kembali masuk ke kamar Mellani."Mah, nanti Ilham akan ke sini dan ...." Suara pak Rudi terhenti dengan paksa.
Pak Rudi melotot melihat apa yang ada di ranjang anaknya.
"Darah!" Pak Rudi tampak geram.
Darah yang sama seperti pada kertas yang tadi dia ambil kini tercecer di sprei ranjang anaknya. Ceceran darah itu bahkan membentuk kata-kata.
AYO KITA BERMAIN.
JANGAN MATI DULU.MELLANI."Jangan sentuh, Bi! Biarkan begitu saja. Jangan dirapikan!" Pak Rudi mencegah asistennya yang hendak merapikan ranjang yang berlumuran darah tersebut.
Sang Asisten pun langsung angkat tangan dan menghentikan gerakannya serta perlahan menjauh dari ranjang milik anak majikannya itu.
"Bi, tolong buatkan teh hangat untuk kami, taruh di ruang keluarga ya. Mella sayang, ayo turun, kamu istirahat dulu di bawah bersama kami, Sayang." Bu Rosa menuntun perlahan tubuh anaknya ke ruang keluarga."Iya, Mah ...." Walaupun tubuhnya lemas karena syok, Mellani tetap mengusahakan kakinya untuk berjalan bersama ibunya menuruni tangga karena kamar Mellani memang ada di lantai dua rumahnya.
Di ruang keluarga sendiri Bu Rosa tetap sibuk berusaha menenangkan anak gadisnya itu dengan cara membantu Mella meminum teh hangat buatan sang asisten.
Tak lama lelaki yang dihubungi oleh Pak Rudi telah sampai di rumah. Bergegas Pak Rudi dan Bu Rosa menceritakan semuanya.
Pria dengan tubuh tegap, tinggi, wajah tampan dan matanya yang tajam menandakan jika dirinya bukanlah lelaki biasa.
"Jadi begitu ceritanya, Ham. Kami harus bagaimana? Ini tidak wajar." Pak Rudi menatap serius adik iparnya.
Lelaki tegap itu terlihat berfikir, dia adalah Om Ilham, adik kandung dari bu Rosa. Dia bekerja di kepolisian.
"Pasang cctv saja, Mas Rudi. Kita lihat sampai mana keberaniannya. Masih berlanjut atau hanya gertak sambal." Ilham memberikan solusi yang menurutnya paling praktis dan juga efisien.
"Iya, Pah. Benar kata Ilham. Kita pasang cctv saja, sementara itu Mellani tidur di ruang tamu saja." Bu Rosa begitu antusias mendengar saran dari adik kandungnya itu.
"Tenang saja, Mbak. Biarkan Mella tidur di kamarnya, ini mungkin hanya shock terapi yang ditujukan untuk Mella, kita jangan panik." Ilham hustru tidak setuju jika Mellani pindah kamar karena menurut Ilham Mellani harus terus diawasi karena menjadi sosok yang diincar oleh penjahat misterius tersebut.
“Baiklah kalau menurutmu begitu, Ham.” Bu Rosa menganggukkan kepala pelan, setuju dengan saran sang adik.
Detik berikutnya Ilham menatap tajam ke arah keponakannya yang sedari tadi diam membisu.
"dan kamu, Mella! Ada apa sebenarnya, apa yang kamu sembunyikan dari kami, kamu lebih baik jujur dengan kami, jangan ada yang disembunyikan. Ini menyangkut keselamatan nyawa kamu!" Ilham langsung sadar jika keponakannya itu sedang menyembunyikan sebuah rahasia besar.
"Anu, sebenarnya!" Meilani terlihat ragu untuk berbicara. Mellani tidak menyangka jika adik ibunya itu langsung tahu jika dirinya tengah menyembunyikan sesuatu.
"Mella sayang, jangan takut. Ayo cerita dengan kami, Sayang. Ada kami yang akan selalu melindungimu." Bu Rosa berusaha membujuk anaknya agar mau berbicara.
Mella meremas kesepuluh jarinya karena masih menimbang apakah dirinya harus menceritakan semuanya atau tidak.
Namun, sebenarnya yang Mellani takutkan adalah apakah mereka yang bersamanya saat ini itu akan mempercayai perkataannya atau tidak.
“Mella, ceritakan saja semuanya karena kalau kamu terus diam seperti ini justru akan membuat Om kesulitan untuk membantumu. kamu jangan khawatir, ceritakan semuanya dan kami akan mendengarkan semuanya tanpa menyalahkan kamu.” Ilham mencoba meyakinka keponakannya yang wajahnya benar-benar telah kacau itu.
“Iya, Mella sayang. kamu cerita aja semuanya. kami disini kan memang mau membantu kamu. Kalau kamu diam saja justru kamu sendiri nanti yang akan kesulitan. yok cerita sama kami, sayang. jangan takut.” Bu Rosa menggenggam tangan Mellani yang berkeringat dingin.
Karena merasa terpojok, akhirnya Mellani pun menceritakan semuanya. Di mana saat dirinya di hubungi oleh orang asing sewaktu party. Mellani bahkan mengatakan ada yang telah mengirim foto Bagas yang berlumuran darah di WA. Tapi foto dan riwayat percakapan itu tiba-tiba hilang begitu saja.
“Suaranya laki-laki atau perempuan? Mana ponsel kamu, biar Om cek.” Ilham yang mendengar cerita keponakannya langsung mengambil tindakan.
“Suaranya tidak jelas, Om. Seperti suara yang memang diubah gitu.” Mella menyerahkan ponselnya kepada Om Ilham.
“Kenapa kamu nggak cerita dari awal, Mell? Kalau begini tambah jelas kalau kamu itu diincar.” Bu Rosa sedikit kecewa dengan sifat anaknya yang sedari dulu memang suka menyembunyikan masalah.
“Itu karena semua terjadi secara terus-terusan, mah. mella pusing.” Mella berlinang air matanya karena menag semua hal buruk seolah datang secara bersamaan dan tak memberi jeda untuk Mellani sekedar bernafas dengan tenang.
“Apa kamu ada seseorang yang dicurigai? pasti kamu bisa mengira-ngira siapakah orang terdekat kamu yang paling mencurigakan. lebih baik kamu katakan sekarang supaya Om bisa mengambil tindakan lebih ke depannya.” Om Ilham mengembalikan ponsel milik Mellani yang telah dirinya periksa dan memang tidak ada jejak apapun yang aneh kecuali percakapan WA yang isinya sama persis seperti percakapan yang ada di ponsel bagas yang sekarang ada di kantor polisi.
Dengan terbata Mellani mengatakan siapa dalang di balik teror yang menimpa dirinya.
"Dia ... di—a Ayu,Om!""Mellani....!"Bu Rosa, pak Rudi serta Ilham berlari dengan tergesa memasuki rumah. Disana nampak Mellani tengah memakai pakaianya yang sama persis sebelum dirinya kehilangan sahabatnya, Ayu. Mellani nampak membawa tas camping yang terlihat berat."Mella sayang, kamu mau kemana sayang?"Bu Rosa menatap sedih penampilan anak gadisnya dari ujung kepala hingga ke ujung kaki."Mella mau hiking donk Mah, mamah lupa? Kan Mellani sudah ijin ke Mamah dan papah kemarin kalau mau hiking di waduk sermo Kulon Progo sama Ayu? Mamah lupa? Ih, Mamah jahat deh!""Ayu?" Bu Rosa bertanya sambil mengerutkan dahi mendengar penjelasan anaknya. "Iya Mah, sama Ayu. Tuh orangnya lagi duduk disofa. Ayu juga sudah siap-siap pergi Mah.""Hiking? Mellani mau hiking?"Pak Rudi kini yang bertanya kepada sang anak yang terlihat merajuk seperti anak kecil. Padahal Mellani sudah dewasa. Sementara itu bu Rosa sudah terisak, batinnya sebagai seorang ibu teriris melihat keadaan anaknya saat ini. "Iya Pah, kan hari ini
"Mellani? Apa maksudnya Ham?""Iya mbak, kita harus menjemput Mellani, karena dalang dibalik pembunuhan berantai ini adalah Mellani...!""Apa Ham! Apa maksudmu kalau Mellani adalah pembunuh! Dia anak yang lemah lembut, bahkan membunuh semut saja dia menangis, jadi tidak mungkin anak mbak adalah orang yang sadis. Tidak mungkin jika Mellani tega membunuh mereka semuanya! Mbak nggak percaya omonganmu ini Ham!"Bu Rosa tidak terima kalau anak perempuannya dituduh sebagai pembunuh yang mengerikan. Terlebih menurut wanita paruh baya tersebut, justru Mellani anaknya lah yang selama ini menjadi korban karena teror yang terus menimpa anak gadisnya tersebut. "Mbak...! Kalau mbak memang menyayangi anak Mbak, harusnya Mbak sadar kalau Mellani menyembunyikan sesuatu, sifat yang berubah-ubah, Mbak dan mas Rudi terlalu sibuk dengan dunia kalian sendiri, jadi tidak tahu kalau anak kalian menderita gangguan mental!"Ilham berteriak, dirinya sudah tidak tahan lagi menyimpan rahasia tentang gadis yang
"Iya, upah...! Upah karena gue udah bantuin lo buat bunuh tante Sabrina..!" Sasha berusaha bernegosiasi."Hoo !"Mellani mengangguk-anggukkan kepalanya, perlahan tangannya dia gerakkan untuk membuka ikatan di tangan temannya.Senyuman terbit di wajah Sasha, begitu ikatannya terlepas maka dia akan segera melarikan diri lalu mencari bantuan. Baginya Mellani saat ini sangat menakutkan, sorot matanya sama mengerikannya seperti saat dia dan dirinya menghabisi nyawa selingkuhan papanya."Mell, lepasin gue Mell, lo mau kemana?" Sasha berteriak saat gerakan Mellani berhenti.Mellani menarik kembali tangannya, lalu berdiri mengambil lakban lalu kembali menutup rapat mulut Sasha."Hmpt!"Sasha kembali menggerak-gerakkan tubuhnya."Ini apa, Sha? Lo masih ingat ini? ""Mellani menunjukkan sebuah benda tajam tepat di wajah Sasha."Lupa? Oke coba lihat ini?"Mellani menunjukkan deretan huruf yang agak memudar di pangkal benda tajam tersebut, tulisan itu berbunyi SASHA, untuk menandai siapa tuan dar
Ting....Suara notifikasi pesan m.banking milik Sasha berbunyi." Trx Rek.67570xxxxxxx : Transfer FROM17490xxxx TO675701014866538MP Rp. 100.000.000 15/12/20 05.00"Sasha tersenyum, kini uang direkening miliknya kembali terisi." Lumayanlah...." Sasha bergumam, lalu kembali menarik selimutnya, pagi ini sangat dingin. Dia baru saja pulang kerumah setelah semalaman menemani teman kencannya yang seorang perwira polisi.Ting...Ponselnya kembali berbunyi, kini notifikasi whatsapnya." Om tunggu nanti malam di hotel xxx, jangan lupa dandan yang cantik!"" Siap om, Sasha akan kasih om service yang lebih memuaskan, dan Sasha akan buat om melupakan tante Sabrina yang sudah peot itu.!"Send..." Sorry Mellani sayang, nggak dapat om loe yang sok alim itu, bokap loe pun tak masalah."Sasha menyeringai, dirinya dapat menggoda om Rudi ayah Mellani saat dirinya berkunjung kerumah Mellani, sayangnya saat itu orang yang ingin dia temui sedang pergi dan hanya ada om Rudi dirumahnya. Awalnya Sasha sa
" Gue sudah sampai kafe, loe dimana?"Galang mengirimkan sebuah pesan, tak lama warna centang abu-abu berubah menjadi biru, pertanda bahwa pesannya sudah dibaca." Gue ada disini Lang, arah jam 6."Galang mengedarkan pandangannya ke penjuru kafe, matanya menangkap sosok yang tengah dia cari. Mellani, gadis cantik itu melambaikan tangannya dan tersenyum. Dengan pasti kakinya dia langkahkan kearahnya. " Sudah lama nunggunya Mell?."" Belum Lang, duduklah."" Sorry Mell, baru bisa ketemu malem malem gini, kalau pagi Gue kerja" " Its okey, no problem Lang. Loe mau ketemu, Gue aja udah seneng banget. Harusnya Gue yang minta maaf karena ganggu kamu. "" Santai aja Mell, kita kan udah lama kenal. "Galang menggaruk belakang kepalanya, bingung mau memulai pembicaraan seperti apa, karena yang membuat janji ingin bertemu adalah Mellani bukan dirinya. " Mell, emmm. Tadi gue udah kerumah ibunya Bagas, beliau masih sedih atas kematian anaknya, Gue bisa maklum sih, soalnya Bagas anak kesayangan
Sebenarnya aku juga menyukai Mellani, ah...tapi sialnya Jonathan juga mengincar si Mellani, maniak perempuan itu selalu suka yang bersih dan susah didapat, salah satunya Mellani.Aku hanya mampu mengawasi pergerakan Jo dalam mendekati Mellani. Aku kalah sebelum perang, Jo lebih kaya dariku. Bukankah wanita akan lebih suka dengan lelaki yang lebih kaya daripada yang biasa-biasa saja?. Aku yakin Mellani juga seperti wanita kebanyakan, suka dengan lelaki kaya. Namun ternyata saat Jo sedang gencar-gencarnya melancarkan aksinya, Mellani justru memilih Bagas.Aku kaget sekaligus tertawa mendengar berita bahwa Bagas dan Mellani akan menikah tahun ini. Jonathan nampak uring-uringan dan aku puas, setidaknya Bagas jauh lebih baik untuk melindungi Mellani daripada si Jonathan yang maniak surga dunia seperti aku ha...ha...ha...Pagi itu aku dapat kabar duka, Bagas ditemukan sekarat disebuah villa dipuncak, ciiih.... Lelaki ternyata sama saja.Kulangkahkan kaki untuk menjenguknya di sebuah rumah