Share

Part 7. Yang Terpilih

Penulis: Ida Raihan
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-03 18:30:57

Sudah ada tiga puluh menit Arlo berdiri di teras panggung rumahnya. Kini, ia sedang menatap Cashel yang sedang berjalan menuju tempatnya.

“Kenapa dia ada di sini?” tanyanya begitu Cashel sampai di dekatnya.

“Kamu melihat rupanya.” Balas Cashel.

“Aku sudah di sini sejak gadis bodoh itu membuat ikan-ikan koi piaraanku, pusing dengan ulahnya,” balas Arlo.

“Wah, kamu sepertinya akan membahayakannya.”

“Kamu khawatir?”

“Sebaiknya jaga dia baik-baik, aku akan membunuhmu jika sampai kelinci liarku itu kamu lukai.”

“Kelinci liar?”

“Hahahaha, dia tidak mau mengatakan namanya kepadaku. Jadi aku menamainya itu.” Arlo memutar badannya, melihat tumpukan kertas di atas meja. Cashel yang melihat itu langsung bergerak cepat dan duduk di kursi. Arlo langsung memukul tangannya manakala pria itu hampir menyentuh dokumen yang ada di meja tersebut.

“Wah, kamu tertarik juga untuk melihat,” goda Cashel

“Sama sekali tidak. Tetapi kamu tidak boleh sembarangan menyentuh milikku.”

“Gadis itu milikmu juga?” Cashel penasaran.

“Kamu boleh memilikinya kalau mau.” Datar Arlo menjawab.

“Serius, Arlo. Kalau kamu benar-benar tidak bisa menjaga dia, maka aku akan mengambilnya darimu.”

Arlo tidak menjawab ocehan Cashel. Sebagai gantinya, pria itu mengambil semua file yang ada di meja, lalu membawanya masuk ke ruangan kerjanya. Cashel menggeleng pelan melihat tingkah kakaknya. Senyuman samar tidak lepas dari bibirnya, ketika dia menuruni tangga menuju kediamannya sendiri.

***

Di ruangan kerjanya, Arlo langsung menaruh semua dokumen di atas meja. Pria itu duduk di kursi andalannya. Lalu membuka dokumen di depannya. Empat bundle file ia lewati begitu saja, saat wajah di photo itu tidak dia kenali. Kemudian dia berhenti pada satu poto yang sengaja ia cari. Wajah yang tidak menampakkan senyum sama sekali namun mengandung chemistry. Perlahan pria itu membaca nama yang tertera.

“Ayara Hayu,” gumam Arlo. “puisi cantik, sederhana sekali, apa maksudnya dengan nama itu?”

Arlo meraih telepon yang ada di depannya. Memijit nomor yang yang sudah dia hafal di luar kepala.

“Datangkan perempuan bernama Ayara Hayu kemari,” kata Arlo begitu panggilannya tersambung.

"Baik, Tuan Muda," balas suara dari seberang.

***

Ayara sedang membaca buku ketika pintu kamar diketuk seseorang dari luar. Salah satu dari mereka membukakan pintu. Seorang wanita setengah baya, berpakaian rapi, berdiri di ambang pintu.

“Yang memiliki nama Ayara Hayu, keluarlah!” perintahnya. Ayara langsung menaruh buku yang sedang ia baca. Di kamar itu memang disediakan perpustakaan kecil, Nawang sengaja menaruh perpustakaan di setiap ruangan, karena dia ingin semua pekerjanya memiliki wawasan. Ayara berjalan keluar kamar.

“Ikutlah denganku,” kata wanita itu lagi. Ayara mengangguk patuh.

Wanita itu membawa Ayara melintasi taman yang sudah ia ketahui, karena tadi pagi dia sudah berjalan-jalan ke tempat tersebut. Sebenarnya dia penasaran akan dibawa ke mana, tetapi dia sedang tidak ingin berbicara, malas jika wanita di depannya itu akan memberinya banyak pertanyaan jika dia memulai.

“Dari mana asalmu?” Usaha Ayara untuk menghindari pertanyaan tidak berhasil. Wanita itu mengajukan pertanyaan.

“Dari Sendang Ayu, Bu.” Ayara menyebutkan daerah kelahirannya dulu.

“Berapa saudaramu?”

“Tidak ada.” Wanita itu berhenti. Mentapa wajah Ayara lekat-lekat.

“Bagaimana bisa, anak tunggal diijinkan melamar menjadi seorang pelayan?”

“Tidak akan ada yang peduli saya mau bagaimana.” sahut Ayara datar. Kening wanita itu mengernyit.

“Kenapa?”

“Saya sudah yatim piatu sejak kecil.”

“Oh.” Wanita itu menatapnya iba, "kasihan sekali kamu, Nak."

Ayara tidak menanggapi.

“Lalu bagaimana dengan hidupmu selama ini?”

“Saya hidup di jalanan.” sahut Ayara asal.

“Sebab itu kamu memilih menjadi pelayan di sini?”

“Ya.”

Keduanya sampai di depan rumah berwarna putih dengan kombinasi warna kayu. Seorang pria penjaga pintu menyambut mereka. Wanita dan pria itu berbicara sebentar, kemudian si wanita menyerahkan Ayara kepada pria tersebut.

“Bersabarlah dengan apa yang akan kamu alami di sini.” bisik wanita itu sebelum meninggalkan Ayara.

Sejenak Ayara terkesima. Apa yang kualami? Apa yang akan terjadi?

“Ikut denganku, Nona.” Pria penjaga pintu mengajak. Ayara mengangguk patuh, berjalan mengikuti pria yang belum dikenalinya. Mereka melintasi lorong remang-remang, Ayara waspada.

Keluar dari lorong, keduanya sampai di depan pintu dengan ukiran unik, dan bertuliskan, “DILARANG MASUK” dengan huruf kapital. Pria itu mengetuk pintu.

“Tuan, gadis itu ada di sini.”

“Suruh masuk!” Balas suara dari dalam, memberi perintah. Pria itu membuka pintu.

“Silakan, Nona.” Ayara melangkah dengan hati-hati. Nyalinya sedikit menciut mana kala pintu di belakangnya langsung tertutup kembali. Apa yang akan kuhadapi di sini? Bayangan wanita yang membawanya kemari kembali melintas. Bersabarlah dengan apa yang akan kamu alami di sini.

Walaupun sudah mempersiapkan diri sejak pertama masuk ke rumah keluarga itu, Ayara tetap merasa takut.

“Tempat apa ini?” bisiknya. Ia mengedarkan pandangannya. Di sebelah kiri dari pintu masuk, terdapat sebuah meja keramik segi empat dengan lampu besar bulat di atasnya. Di sebelahnya lagi sofa panjang yang terlihat mewah. Di sampingnya lagi, adalah dinding, terlihat sliding pintu yang sedikit terbuka di sana, sehingga menampakkan sedikit barang yang ada di dalamnya. Seperti benda elektronik mirip komputer.

Lalu di tengah ruangan, terdapat meja keramik segi empat yang kokoh berkaki stainless mengkilap, dengan tempat duduk busa empuk di kanan kirinya, yang sama lebar dan tingginya dengan meja itu sendiri. Di atas meja, ada nampan kayu segi empat berisi gelas aroma therapy.

Ayara menggulirkan pandangannya ke dinding jarak sepuluh meter di depannya. Kali ini ia melihat sebuah lukisan alam, di bawah lukisan lagi-lagi meja kecil memanjang berwarna putih tulang dengan tiga tanaman hias di atasnya. Di samping meja terdapat vas jumbo yang entah apa isinya, karena terlihat kosong.

Ayara maju beberapa langkah. Dilihatnya satu lagi ruangan berbentuk bulat, dengan pintu rumbai yang terbuka, di pojok kiri ruangan utama. Ruangan tersebut berisi meja bulat dengan empat kursi yang tertata rapi mengelilingi. Di sebelah kiri ruangan itu, masih ada satu lagi ruangan yang tertutup korden tebal dan mewah berwarna coklat susu, dengan ketinggian empat meter ke atas hingga bawah. Ayara menyentuh kain korden tersebut. Berat. Bersamaan dengan itu, seseorang menyembul dari dalam.

Keduanya bertabrakan. Ayara hampir terjatuh saat tangan kokoh itu menangkap tubuhnya. Sejenak kedua pasang mata mereka beradu. Ayara mendorong tubuh pria itu, dan kembali berdiri tegak.

“Siapa yang mengijinkanmu berjalan-jalan di ruanganku?” tanya pria itu dingin. Ayara terdiam. Jantungnya berdebar lebih keras, meskipun ia telah mempersiapkan sebelumnya. Pria itu benar-benar Arlo Raynar. Pria yang menghukumnya dengan tidak manusiawi di depan teman-temannya, di tempat pelatihan kemarin.

"Kamu pelayan di sini, jadi dilarang menyentuh apa pun tanpa seijinku." Arlo berjalan menuju sofa di dekat dinding. Ayara terpaku. Wajah tampan pria ini sungguh tidak menarik, jika dibarengi dengan akhlak bajingan seperti dia, batin Ayara.

----

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • TERPAKSA MENJADI PELAYAN KAMAR TUAN MUDA    TAMAT

    Dua tahun kemudian“Aneh, perempuan gila itu, mengapa terus menerus memanggil Sada?”Arlo menoleh mendengar pembicaraan dua pria berseragam yang lewat di belakangnya itu.Arlo sedang kelelahan setelah menyusun rencana untuk melakukan tindakan terhadap pasien yang memiliki penyakit unik, yang sudah empat hari menginap di rumah sehatnya.Ia bermaksud mencari udara sambil menggerakkan beberapa bagian tubuhnya yang dirasa kaku, akibat banyak duduk. Arlo menoleh kepada Among yang berdiri tidak jauh darinya.“Apa yang terjadi?” Keduanya saling tatap.“Saya akan ke sana, untuk melihat,” Balas Among.“Panggil saja mereka kemari.” perintah Arlo.“Aku mengerti.” Balas Among lagi seraya berjalan mengejar dua orang yang baru saja melintas. Tak lama kemudian, ia kembali kepada Arlo dengan membawa mereka.“Apa yang kalian bicarakan tadi?” tanya Arlo, begitu dua pria berseragam yang bersama Among itu mengangguk hormat kepadanya.“Tim pengobatan yang pergi ke hutan untuk mencari ramuan tiga hari lalu

  • TERPAKSA MENJADI PELAYAN KAMAR TUAN MUDA    Part 55. Pergilah Bersamaku

    Part 55. Pergilah Bersamaku"A.. apa?" Bukan hanya Rhys, tetapi hampir semua yang berada di ruangan itu terkejut mendengar kalimat Tanasiri."Tidak mungkin," Rhys menggeleng, kemudian menatap wanita yang baru saja dia lucuti penyamarannya itu.“Rhys,” gumam wanita itu lagi. "Ibu melakukan ini demi kamu, Nak. Ibu tidak terima atas ketidakadilan yang menimpamu! Sejak kecil, ayahmu hanya peduli pada Arlo Raynar. Kamu selalu dinomor duakan! Ibu tidak terima itu! Karena itu ibu melakukan ini untuk merebut kembali hakmu!""Ini tidak mungkin," Rhys terus menggeleng."Ibu menikah dengan Kusuma, karena kami memiliki rencana yang sama. Untuk menghancurkan Nawang Nehan dan Arlo." Lanjut Amira. Lagi-lagi Rhys menggeleng. Hatinya terasa hancur berkeping. Dia memang ingin sekali bertemu dengan ibunya, tetapi bukan dengan cara seperti ini. Tidak tahan dengan rasa malu dan kecewa, Rhys berteriak sekencang-kencangnya, kemudian berlari keluar ruangan.Suasana hening mencekam. Hanya terdengar desahan na

  • TERPAKSA MENJADI PELAYAN KAMAR TUAN MUDA    Part 54. Kenyataan

    Part 54. KenyataanAmong berjalan dengan mantap memasuki halaman kediaman Nawang Nehan. Rhys meneleponnya agar datang untuk dimintai bantuan menghadapi ayahnya.Saat hampir sampai di gerbang kedua, ponselnya berbunyi, sebuah pesan masuk. Nomor tanpa nama tetapi sangat ia kenali, "Tuan Among saya melihat pelayan pembawa sarapan dicegat oleh pelayan lain di balik rerimbunan. Saya lihat ia memasukkan sesuatu pada mangkuk herbal.""Apa warna mangkuknya?" Among berhenti untuk membalas pesan."Putih dengan motif sakura merah muda."Di hari berikutnya, tepatnya malam, Among berniat menjenguk rumah Arlo, ketika dilihatnya, Ayara mengobrol dengan Nawang Nehan di depan kediaman pria tua itu. Among merekam, saat-saat Ayara masuk bersama Nawang Nehan ke kediamannya. Kemudian memberitahu Tanasiri keesokannya. Saat Ayara keluar dari kediaman Nawang Nehan, Tanasiri muncul di sana.Among membiarkan Tanasiri menyeret Ayara. Otaknya yang brilian segera memberi signal, lebih cepat Ayara bisa masuk ke g

  • TERPAKSA MENJADI PELAYAN KAMAR TUAN MUDA    Part 53. Target Penyelidikan

    Part 53. Target PenyelidikanCashel berjalan dengan gagahnya. Rambut panjang sebahunya terlihat rapi ke belakang. Pandangannya berkilat seolah ingin melahap semua yang ada di hadapannya, dan hanya menyisakan satu saja. Kemudian Ia berhenti di belakang tubuh Ayara. Melihat miris tubuh yang tergolek tak berdaya itu."Dia bukan pelakunya. Tetapi kalian mendesaknya sedemikian rupa, seolah dia penjahat negara!" Suara Cashel meledak."Mengapa banyak sekali masalah dan luka di rumah orang kaya seperti kalian? Mengapa kalian tidak pernah mau memberi kesempatan untuk menyaksikan kebenaran dari rakyat yang kalian anggap jelata? Dia hanya meminta waktu untuk membuktikan, tetapi kalian menyiksanya. Hingga membuatnya mengakui kesalahan yang tidak ia lakukan! Sungguh kalian bukan manusia!"Semua orang yang hadir merasakan bulu kuduknya merinding, mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Cashel itu.Cashel merunduk, diraihnya tubuh Ayara. Dipeluknya dengan erat tubuh mungil itu, "bertah

  • TERPAKSA MENJADI PELAYAN KAMAR TUAN MUDA    Part 52. Siapa Dia Sebenarnya?

    Part 51. Siapa Dia Sebenarnya?"Nicole, jadi dia masih hidup? Arlo tidak membunuhnya? Apakah ini artinya, ketiga teman yang lain juga masih hidup? Etta, Ratri, dan Wulan?" Ayara kembali memasang telinganya. Ia mendengar ketukan. Ah, itu bukan ketukan, tetapi langkah kaki. Siapa yang datang? Di mana?"Selamat pagi, Tuan Rhys.""Berita apa yang kamu bawa, Among?" Kedua mata Ayara membeliak mendengar nama Among disebut."Kenapa Among bersama, Rhys Victor?"Apa yang kamu bawa?" Tanya Rhys ketika melihat sesuatu di tangan Among."Gucci putih.""Buat apa?""Jika benda ini diketuk, maka nyaringnya akan terdengar jelas. Dan memperdengarkan banyak hal.""Bicaralah dengan bahasa manusia yang baik dan benar.""Seperti yang Anda perintahkan, Tuan. Berita kematian Arlo sudah tersebar luas. Semua orang sudah mengetahuinya. Banyak wanita yang patah hati, dan beberapa perwakilan perusahaan menyarankan agar Tuan Nawang Nehan segera memperbarui kartu keluarga dengan menghapus nama Arlo.""Benarkah?""Y

  • TERPAKSA MENJADI PELAYAN KAMAR TUAN MUDA    Part 51. Kondisi Nawang Nehan

    Part 50. Kondisi Nawang NehanDihyan merasa bingung, setiap hari dia sudah memberi ramuan kesehatan untuk menyegarkan dan menguatkan tubuh Nawang Nehan, tetapi sejak dua bulan terakhir kondisinya justru semakin melemah. Puncaknya adalah dua malam lalu, ketika kabarnya Ayara bermalam bersamanya. Isu yang berhembus, Ayara memanfaatkan kesempatan pertemuan dengan Nawang Nehan, untuk merayu. Sehingga pria itu jatuh ke dalam pelukannya, dan mengajaknya tidur bersama. Padahal kondisi Nawang Nehan sedang tidak sehat, seharusnya ia istirahat.Sebagian pelayan merasa iri, kenapa justru gadis urakan seperti Ayara yang bisa menaklukkan Nawang Nehan. Yang meskipun telah berumur, ketampanannya masih sangat memukau. Banyak wanita yang siap menjadi istri ke sekiannya jika dipinta. Termasuk para pelayan yang tak tahu diri di rumah itu. Banyak di antara mereka yang bermimpi bisa dipersunting oleh majikannya itu.Sebagiannya lagi mencibir, gadis yang urakan seperti Ayara, memang perempuan murahan. Yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status