Birdella Xavera, adalah anak tiri, yang berasal dari istri ke empat Nawang Nehan. Mahasiswi jurusan sastra di universitas terkenal di daerah Lampung. Cerdas, pemberani, mudah bergaul. Memiliki kulit yang putih, bersih, dengan porsi tubuh yang proposional. Dia juga sedang merencanakan akan melanjutkan kuliah ke luar negeri untuk mengambil jurusan sastra Inggris.
Dengan berlimpahnya kemewahan yang dijatah dari ayah tirinya, Birdella memiliki kemampuan lebih di atas teman-temannya. Ia bisa membeli apa saja yang dia inginkan. Termasuk membeli tenaga untuk menyakiti orang lain. Birdella juga memiliki pengawal khusus yang diberi ayah tirinya, namun dia lebih suka menggunakan tenaga pilihannya sendiri sehingga merasa aman dari mata-mata ayahnya.Sejauh perjalanan hidupnya, Birdella memiliki reputasi yang baik, sehingga semua saudara, dan ayahnya sangat menyayanginya.Sebagai gadis yang mempelajari sastra, Birdella memiliki kemampuan mengolah kata menjadi sebuah tulisan. Sebab itulah ketika teman-temannya membicarakan sebuah platform kepenulisan terkenal di kalangan novelis, Birdella tidak mau ketinggalan. Dia juga menulis di sana. Bukan demi rupiah, karena dia telah memiliki semuanya. Birdella hanya ingin popularitasnya diketahui oleh masyarakat lebih luas. Dalam waktu singkat ribuan penulis tersingkirkan, Birdella menjadi penulis terkenal di seluruh pecinta novel di tanah air. Peringkatnya selalu menjadi yang teratas di papan pegumuman beranda aplikasi."Ouuw ada bunga baru rupanya di taman kita," pria yang berada di luar, tidak jauh dari Birdella, berkata. Matanya sayu menatap Ayara, dengan senyum bibirnya yang menggoda."Mereka bukan bunga, mereka hanya pelayan di rumah kita!" kata Birdella, seraya keluar dari ruangan, dan menarik tangan pria di depannya. Pria itu mengikuti Birdella, setelah sempat mengedipkan sebelah matanya kepada Ayara. Siapa lagi pria itu? Batin Ayara."Uwuuuu tampannyaaa, aku tak mengapa menjadi budak di rumah ini, asal bisa menikmati ketampanannya setiap hari, oh …." celoteh salah seorang dari kandidat pelayan utama Tuan Muda Arlo. Ayara menghentak tubuhnya kembali ke atas kasur."Pindah dari sana!" perempuan yang tadi terjengkang meminta kepada Ayara."Ke mana?""Pojok!" Perempuan itu menunjuk ranjang paling pojok yang terlihat rapi. Ayara duduk tegak. Kedua matanya tajam menatap perempuan di depannya."Siapa namamu?" Perempuan itu tidak menjawab. Ayara melangkah ke ranjang yang tadi ditunjuk. Lalu membaringkan tubuhnya di sana.Hingga larut malam, para perempuan itu terus membicarakan anak-anak Nawang Nehan."Katanya sih dia keliatannya aja jahat, aslinya baik." Salah satu dari mereka berkata."Tapi katanya dia gak doyan perempuan boo, buat apa nikah sama orang tampan kalau gak bakal disentuh!" Yang lain menjawab."Iya mending sama anak kedua saja, tampan, jantan, serta mata dan senyumnya, oh ….""Yang paling bungsu tidak kalah tampan juga.""Iya itu, Cashel Anarghya." Semua pembicaraan itu tidak luput dari telinga Ayara. Dia semakin yakin, dua pria yang dia temui di jalanan kemarin subuh, dan juga di tempat pelatihan bela diri, itu adalah kedua putra Nawang Nehan. Cashel Anarghya, pria itu sempat menawarinya untuk memberi tumpangan dan mengingatkan kalau-kalau jalanan subuh bisa berbahaya baginya, tetapi Ayara menolak. Pria itu juga yang membantunya ketika dia pingsan di depan ruangan pelatihan. Benarkah masih tersisa mahluk yang baik hati di keluarga ini?***Pagi sekali, Nawang Nehan sudah berada di ruang tamu rumah Arlo. Pelayan dari dapur membawakan teh dan camilan untuk mereka.Kediaman Nawang Nehan terdiri dari enam hektar tanah segi empat, di pinggiran perkampungan. Itu adalah cita-cita Nawang sejak remaja, untuk memiliki rumah dan tanah yang luas di perkampungan. Dia tidak memiliki keinginan untuk tinggal di perkotaan, meskipun asetnya di kota juga berlimpah.Dulunya, tempat tersebut adalah ladang dan sawah milik warga, Nawang memborongnya dengan harga tiga kali lipat, dari harga pasaran di daerah tersebut. Bagi Nawang itu tetap murah, karena jika beli di kota asalnya, yang merupakan salah satu kota terbesar di negaranya, maka hanya akan peroleh satu hektar saja.Rumah Nawang yang ia tinggali bersama istrinya, berada tepat di tengah-tengahnya.. Sementara ketiga putranya memiliki bangunan masing-masing di sekeliling rumah Nawang Nehan. Berseling dengan dekorasi taman yang indah. Begitu juga dengan anak tirinya. Birdella Xavera."Apa yang hendak Ayah sampaikan?" tanya Arlo"Para perempuan yang ayah janjikan, mereka sudah ada di sini," balas Nawang."Berapa orang?""Lima. Ini data diri mereka.""Ayah sebegitu tidak percayanya kepadaku, sampai sampai harus melakukan ini," kata Arlo."Kesempatanmu sudah habis. Jadi kali ini kamu harus menurut, agar tidak mempermalukan Ayah kepada rekan bisnis.""Hmmm"Keduanya terdiam beberapa menit. Menikmati keharuman teh tangerine yang Nawang bawa dari Malaysia, dan udara pagi yang sejuk."Ah, kita beruntung sekali memiliki tempat tinggal di sini. Udara pegunungan begitu sejuk," kata Nawang. Arlo hanya mengangguk setuju."Dulu Ayah mengenal ibumu di sini." Kepala Nawang mendongak, matanya menerawang membayangkan masa lalunya. Istri pertamanya meninggal dunia, dua jam setelah anak pertama mereka terlahir. Istri kedua menghilang tiada kabar selama bertahun-tahun, meninggalkan anak mereka yang saat itu, baru berumur tiga tahun. Sementara istri ketiga meminta cerai dan pulang ke kotanya. Dia tidak menikmati tinggal di sebuah desa seperti itu. Kemudian, Nawang menikah lagi dengan janda anak satu. Dialah Tanasiri, ibunya Birdella Xavera.Merasa cukup dengan teh dan camilannya, Nawang berdiri dari duduknya."Ayah akan memanggil mereka, untuk dikumpulkan di halaman depan," kata Nawang, "dan kamu bisa pilih salah satu atau dua.""Tidak perlu, Ayah. Biar aku menangani mereka sendiri.""Bagaimana?""Tenang saja, aku memiliki cara yang lebih elegan untuk memilih.""Tidak boleh tidak. Kamu harus memilih!" tegas Nawang Nehan. Arlo mengangguk."Aku mengerti."***Didorong rasa penasaran, Ayara keluar ruangan ketika teman-temannya sedang sibuk memilah pakaian, yang akan mereka kenakan untuk menghadap putra sulung Nawang Nehan. Ia penasaran, sebesar apa halaman dan rumah ini. Menyayangkan tindakan Dihyan dan Gayatri yang tidak pernah mengajaknya bermain di taman ini sewaktu masih kecil dulu.Ayara terus berjalan, hingga tidak terasa, ia sampai di dekat rumah berwarna putih bersih yang di sampingnya ada air mancurnya. Sejenak ikan koi warna warni yang renang bergerombol, menghanyutkan ketenangannya. Dia lupa siapa dirinya."Lihat, siapa yang kutemukan?" Tiba-tiba satu suara mengejutkannya. Cashel. Ayara berdiri."Sedang apa kamu di sini, Kelinci Liar?""Hei, sejak kapan namaku menjadi Kelinci Liar?""Sejak kutemukan kamu yang berbaju putih, ngelayap subuh seorang diri di jalanan," jawab Cashel. Ayara tergelak. Lalu membalik badannya hendak pergi. Cashel mengejarnya, dan menyamakan langkah."Sedang apa kamu di sini?""Menjadi pelayan di rumah ini,""Sungguh?""Ya.""Sejak kapan?""Hari ini mungkin.""Aaa, kamu miliknya Arlo," gumam Cashel terdengar kecewa, "malang sekali kamu, pria es itu tidak akan tahu cara memperlakukan wanita dengan baik,""Sungguh?""Mmm." Cashel mengangguk. "Tetapi jangan khawatir, kamu bisa bilang padaku jika pria es itu membuatmu kesal. Aku akan melindungimu.""Kamu bisa?" Ayara penasaran."Tentu saja!" Sampai di samping gedung kamar para pelayan, Ayara melambai kepada Cashel. Lalu melangkah pergi."Kamu tidak mengucap terima kasih kepadaku?" Suara Cashel kembali membuat Ayara berhenti, membalik badan dan tersenyum kepadanya."Untuk apa?" tanyanya."Aku sudah menolongmu di tempat pelatihan, dan mengantarmu sampai di sini.""Kamu sendiri yang mau melakukan itu, aku tidak memintanya," balas Ayara. Lalu kembali membalik badan. Cashel tertawa kecil, kagum dengan prinship gadis itu. Lalu ia melakukan hal yang sama. Membalik badan, dan kembali ke tempat di mana dia bertemu Ayara tadi.BersambungDua tahun kemudian“Aneh, perempuan gila itu, mengapa terus menerus memanggil Sada?”Arlo menoleh mendengar pembicaraan dua pria berseragam yang lewat di belakangnya itu.Arlo sedang kelelahan setelah menyusun rencana untuk melakukan tindakan terhadap pasien yang memiliki penyakit unik, yang sudah empat hari menginap di rumah sehatnya.Ia bermaksud mencari udara sambil menggerakkan beberapa bagian tubuhnya yang dirasa kaku, akibat banyak duduk. Arlo menoleh kepada Among yang berdiri tidak jauh darinya.“Apa yang terjadi?” Keduanya saling tatap.“Saya akan ke sana, untuk melihat,” Balas Among.“Panggil saja mereka kemari.” perintah Arlo.“Aku mengerti.” Balas Among lagi seraya berjalan mengejar dua orang yang baru saja melintas. Tak lama kemudian, ia kembali kepada Arlo dengan membawa mereka.“Apa yang kalian bicarakan tadi?” tanya Arlo, begitu dua pria berseragam yang bersama Among itu mengangguk hormat kepadanya.“Tim pengobatan yang pergi ke hutan untuk mencari ramuan tiga hari lalu
Part 55. Pergilah Bersamaku"A.. apa?" Bukan hanya Rhys, tetapi hampir semua yang berada di ruangan itu terkejut mendengar kalimat Tanasiri."Tidak mungkin," Rhys menggeleng, kemudian menatap wanita yang baru saja dia lucuti penyamarannya itu.“Rhys,” gumam wanita itu lagi. "Ibu melakukan ini demi kamu, Nak. Ibu tidak terima atas ketidakadilan yang menimpamu! Sejak kecil, ayahmu hanya peduli pada Arlo Raynar. Kamu selalu dinomor duakan! Ibu tidak terima itu! Karena itu ibu melakukan ini untuk merebut kembali hakmu!""Ini tidak mungkin," Rhys terus menggeleng."Ibu menikah dengan Kusuma, karena kami memiliki rencana yang sama. Untuk menghancurkan Nawang Nehan dan Arlo." Lanjut Amira. Lagi-lagi Rhys menggeleng. Hatinya terasa hancur berkeping. Dia memang ingin sekali bertemu dengan ibunya, tetapi bukan dengan cara seperti ini. Tidak tahan dengan rasa malu dan kecewa, Rhys berteriak sekencang-kencangnya, kemudian berlari keluar ruangan.Suasana hening mencekam. Hanya terdengar desahan na
Part 54. KenyataanAmong berjalan dengan mantap memasuki halaman kediaman Nawang Nehan. Rhys meneleponnya agar datang untuk dimintai bantuan menghadapi ayahnya.Saat hampir sampai di gerbang kedua, ponselnya berbunyi, sebuah pesan masuk. Nomor tanpa nama tetapi sangat ia kenali, "Tuan Among saya melihat pelayan pembawa sarapan dicegat oleh pelayan lain di balik rerimbunan. Saya lihat ia memasukkan sesuatu pada mangkuk herbal.""Apa warna mangkuknya?" Among berhenti untuk membalas pesan."Putih dengan motif sakura merah muda."Di hari berikutnya, tepatnya malam, Among berniat menjenguk rumah Arlo, ketika dilihatnya, Ayara mengobrol dengan Nawang Nehan di depan kediaman pria tua itu. Among merekam, saat-saat Ayara masuk bersama Nawang Nehan ke kediamannya. Kemudian memberitahu Tanasiri keesokannya. Saat Ayara keluar dari kediaman Nawang Nehan, Tanasiri muncul di sana.Among membiarkan Tanasiri menyeret Ayara. Otaknya yang brilian segera memberi signal, lebih cepat Ayara bisa masuk ke g
Part 53. Target PenyelidikanCashel berjalan dengan gagahnya. Rambut panjang sebahunya terlihat rapi ke belakang. Pandangannya berkilat seolah ingin melahap semua yang ada di hadapannya, dan hanya menyisakan satu saja. Kemudian Ia berhenti di belakang tubuh Ayara. Melihat miris tubuh yang tergolek tak berdaya itu."Dia bukan pelakunya. Tetapi kalian mendesaknya sedemikian rupa, seolah dia penjahat negara!" Suara Cashel meledak."Mengapa banyak sekali masalah dan luka di rumah orang kaya seperti kalian? Mengapa kalian tidak pernah mau memberi kesempatan untuk menyaksikan kebenaran dari rakyat yang kalian anggap jelata? Dia hanya meminta waktu untuk membuktikan, tetapi kalian menyiksanya. Hingga membuatnya mengakui kesalahan yang tidak ia lakukan! Sungguh kalian bukan manusia!"Semua orang yang hadir merasakan bulu kuduknya merinding, mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Cashel itu.Cashel merunduk, diraihnya tubuh Ayara. Dipeluknya dengan erat tubuh mungil itu, "bertah
Part 51. Siapa Dia Sebenarnya?"Nicole, jadi dia masih hidup? Arlo tidak membunuhnya? Apakah ini artinya, ketiga teman yang lain juga masih hidup? Etta, Ratri, dan Wulan?" Ayara kembali memasang telinganya. Ia mendengar ketukan. Ah, itu bukan ketukan, tetapi langkah kaki. Siapa yang datang? Di mana?"Selamat pagi, Tuan Rhys.""Berita apa yang kamu bawa, Among?" Kedua mata Ayara membeliak mendengar nama Among disebut."Kenapa Among bersama, Rhys Victor?"Apa yang kamu bawa?" Tanya Rhys ketika melihat sesuatu di tangan Among."Gucci putih.""Buat apa?""Jika benda ini diketuk, maka nyaringnya akan terdengar jelas. Dan memperdengarkan banyak hal.""Bicaralah dengan bahasa manusia yang baik dan benar.""Seperti yang Anda perintahkan, Tuan. Berita kematian Arlo sudah tersebar luas. Semua orang sudah mengetahuinya. Banyak wanita yang patah hati, dan beberapa perwakilan perusahaan menyarankan agar Tuan Nawang Nehan segera memperbarui kartu keluarga dengan menghapus nama Arlo.""Benarkah?""Y
Part 50. Kondisi Nawang NehanDihyan merasa bingung, setiap hari dia sudah memberi ramuan kesehatan untuk menyegarkan dan menguatkan tubuh Nawang Nehan, tetapi sejak dua bulan terakhir kondisinya justru semakin melemah. Puncaknya adalah dua malam lalu, ketika kabarnya Ayara bermalam bersamanya. Isu yang berhembus, Ayara memanfaatkan kesempatan pertemuan dengan Nawang Nehan, untuk merayu. Sehingga pria itu jatuh ke dalam pelukannya, dan mengajaknya tidur bersama. Padahal kondisi Nawang Nehan sedang tidak sehat, seharusnya ia istirahat.Sebagian pelayan merasa iri, kenapa justru gadis urakan seperti Ayara yang bisa menaklukkan Nawang Nehan. Yang meskipun telah berumur, ketampanannya masih sangat memukau. Banyak wanita yang siap menjadi istri ke sekiannya jika dipinta. Termasuk para pelayan yang tak tahu diri di rumah itu. Banyak di antara mereka yang bermimpi bisa dipersunting oleh majikannya itu.Sebagiannya lagi mencibir, gadis yang urakan seperti Ayara, memang perempuan murahan. Yang