"Kenalilah musuhmu, kenalilah dirimu sendiri. Maka kau bisa berjuang dalam 100 pertempuran tanpa risiko kalah. Kenalilah Langit, kenalilah Bumi, maka kemenanganmu akan menjadi lengkap."
Dengan tegas dan gamblang, Yu Shi memaparkan isi dari Kitab Seni Perang Sun Tzu seperti yang diminta Kaisar Liang. Kaisar paruh baya itu mengangguk-anggukkan kepalanya, kekaguman yang terpancar dari sorot matanya semakin besar. Begitu pula dengan para menteri dan pejabat pemerintahan lain yang duduk menatapnya dari sudut ruangan yang lain.
"Bagaimana dengan sastra dan kebudayaan? Kau juga menguasainya seterampil kau menguasai bidang ini?" Perdana Menteri bertanya.
"Ya, Tuan. Saya juga menguasainya." Selanjutnya Yu Shi menjabarkan beberapa karya sastra klasik yang telah dipelajarinya berulang kali - karya sastra pilihan yang menurut Tuan Li pasti akan dapat memenangkan hati siapapun yang mengujinya. Dan benar saja, kini semua orang memandangnya dengan sorot kekaguman yang sangat besar.
"Benar-benar seorang pemuda yang sempurna!" Kaisar Liang mendesah kagum. "Dari hasil pengamatanku, walaupun kau memang sangat terampil dalam hal ideologi, manajemen kenegaraan sampai sastra serta kebudayaan, tetapi tampaknya dalam hal pengaturan strategi dan kemiliteran lah bakatmu paling menonjol. Bagaimana pendapat Tuan-Tuan yang lain?" Ia mengalihkan pandangannya ke arah para menterinya. Mereka semua menganggukkan kepala secara otomatis. "Kalian semua juga menyetujui pandanganku, bagus sekali. Baiklah. Li Run Fang, aku akan mengangkatmu menjadi Panglima Wilayah Utara."
Seluruh menteri menahan nafas. Panglima Wilayah Utara menempati pangkat terbesar ketiga langsung setelah Panglima Utama. Tetapi mereka semua segera mafhum. Mereka baru saja menguji langsung Yu Shi dan melihat dengan mata kepala sendiri kepandaian pemuda itu. Pula, Pemberontakan Cheng Xi Bo teramat mengacaukan stabilitas negara, dan tidak ada seorangpun yang berhasil menuntaskan sampai ke akar-akarnya - hanya Yu Shi seorang yang bisa menghentikannya.
Yu Shi sendiripun tak pelak terkejut juga kaisar Liang menganugerahinya jabatan setinggi itu. Ia lantas membungkuk dalam-dalam, berujar penuh kemantapan, "Terima kasih banyak atas kemurahan hati Paduka Yang Mulia! Saya tidak akan menyia-nyiakan anugerah Baginda dan akan berusaha keras mengerahkan kemampuan terbaik saya, mendedikasikan diri sepenuhnya terhadap negara!"
***
"Aku harus mengucapkan banyak terima kasih kepada Leluhur di Langit sana. Merekalah yang telah membantuku membukakan pintu langkah awal sebagus ini."
Yu Shi menengadahkan kepalanya, menatap langit biru setengah mendung yang terbentang luas di atasnya. Cao Xun duduk di sampingnya, mendengarkan dengan saksama. Angin semilir berhembus menggoyangkan helai-helai bunga serta dedaunan di taman istana. Tidak ada siapapun berada di sana kecuali mereka berdua.
"Dan apa yang akan kaulakukan setelah ini?" Cao Xun bertanya dengan serius.
Pertanyaan Cao Xun sekonyong-konyong menggaungkan kembali kata-kata Tuan Li kemarin malam, " ... Pilihlah salah seorang di antara mereka. Seseorang yang akan dipercaya kaisar Liang untuk mewarisi takhtanya... "
Memang harus diakuinya, tidak ada gagasan lebih bagus lagi ketimbang gagasan Tuan Li tersebut. Tidak perlu kekerasan, tidak perlu pertumpahan darah, cukup menikahi salah satu dari ketiga puteri itu dan ia akan mendapatkan segalanya.
Tetapi kalau begitu, bukankah berarti aku berdusta? Pada banyak orang, pada sang Putri yang menjadi korban... dan juga terhadap diriku sendiri. Mungkinkah aku bisa menikahi seseorang yang tidak kucintai hanya demi takhta semata? Aku akan menipu sang Putri Korban dengan cinta dan bujuk rayu palsu, tapi setelah takhta kudapatkan, masih mungkinkah aku bisa terus melantunkan cinta palsu padanya?...
Mungkinkah aku sanggup melakukannya?
"Cukup beratkah rencanamu selanjutnya?" mimik Yu Shi yang tampak muram membuat Cao Xun khawatir. "Apa jangan-jangan kau berniat..."
Cao Xun tidak sempat melanjutkan kalimatnya, suaranya teredam oleh huru-hara tak wajar yang sepertinya terjadi tak jauh dari tempat mereka.
"Sepertinya terjadi bentrokan atau semacamnya di gerbang istana," sembari berujar demikian, Yu Shi bangkit berdiri dari kursinya. Kedua pemuda itu segera menghampiri lokasi keributan. Di sana mereka melihat kerumunan massa berpakaian lusuh tengah berteriak-teriak pada para pengawal istana sambil mengacung-acungkan tongkat kumal mereka, serta mengutarakan serentetan kalimat makian yang rata-rata berbunyi, "Kalian para bangsawan brengsek! Bisanya hanya memeras kami para rakyat miskin, membiarkan kami sengsara, dan membantai para pejuang yang berniat membawa kesejahteraan bagi kami! Kalian membunuh Tuan Cheng Xi Bo! Kalian semua benar-benar terkutuk! Kembalikan pejuang kami! Kembalikan kesejahteraan bagi kami!"
Para pengawal istana segera mengacungkan senjata masing-masing. Namun kerumunan tersebut sama sekali tidak merasa takut, mereka malah semakin beringas. Sedikit lagi pastilah terjadi pertarungan dan pertumpahan darah kalau saja Yu Shi tidak datang menyela.
"Ada apa ini?! Apa yang sebenarnya tengah terjadi?!"
Melihat siapa yang datang, para pengawal istana cepat menghaturkan hormat, "Tuan Panglima! Mereka adalah orang-orang Cheng Xi Bo yang berniat membalas dendam atas kekalahan mereka tempo lalu."
Yu Shi mengamati mereka semua, kemudian menatap sangat tajam seorang pemuda kurus bertampang sangar dan berpakaian hitam kumal yang berdiri di tengah-tengah.
"Ikut aku!" ia memberi perintah.
Yu Shi menoleh ke arah Rong Xun. Sahabatnya mengangguk kecil. Walaupun tidak terucapkan kata-kata, namun pandangannya telah mengucapkan ribuan kata yang tak terungkap dengan teramat jelas. Yu Shi menengadahkan wajahnya, menegakkan tubuhnya, dan keluar dari tempat persembunyiannya, berjalan tepat menuju Tuan Li dan Feng Lan yang tak ayal sangat terkejut melihat kedatangannya. Feng Lan sampai terbelalak lebar. Sementara Tuan Li berdehem, dan pelan-pelan meninggalkan tempat mereka tanpa suara. Keadaan menjadi sangat hening. Mereka berdua hanya saling berhadapan tanpa berucap sepatah katapun. Sinar bulan berkedip, cahayanya menjadi lebih terang semenjak awan bergeser menjauhinya. Yu Shi mendehem. "Putri Feng Lan... aku telah mendengar seluruh percakapanmu dengan Guru Li..." Muncul semburat merah menghiasi pipi Feng Lan. "Ak
"Guru! Ini bukan soal dendam pribadi! Mereka adalah tawanan negara!" Rong Xun memotong. "Aku tidak sedang bicara padamu!" Rong Xun tergugu. "Tetapi kepadamu, Yu Shi. Walaupun kau kaisar, namun kau tetaplah muridku. Karenanya aku harus membimbingmu." Yu Shi hanya diam membisu. "Kakekmu adalah seorang yang terus menyimpan amarah masa lalu dan penderitaan yang tak bisa ia ungkapkan. Karenanyalah, ia bertindak sadis dan semena-mena terhadap orang lain. Karena ia tidak bisa memaafkan dunia dan masa lalunya. Tapi, walaupun ia telah meraih banyak kesuksesan, apakah ia bahagia? Tidak, ia selalu menderita. Makanya ia sangat menyesali mengapa tak daridulu ia membuang semua dendam dan amarahnya, dan saat ia ingin melakukannya, kematian telah menunggunya. Yu Shi, tahukah kau? Kau yang sekarang sama dengan kakekmu! Kau dikuasai amarah dan dendam! Padahal kakekmu mengharapkan keturunannya menjadi
Di pihak lain, di dalam sel. Ternyata Xiu Lan telah masuk ke sana. Setelah seharian ia berpikir, hanya ia sendiri yang menjalani hidup bahagia dan tenteram sementara keluarganya yang lain akan menjalani hukuman mati, ia merasa sangat resah. Ternyata Xiu Lan merupakan anak yang baik, hanya perilakunya saja yang memang kurang matang, namun hatinya sungguh baik. Ia pun menyusup masuk ke dalam sel, dan menuntut untuk ikut menjalani eksekusi bersama. Ying Lan sampai menangis terharu dan memeluknya erat-erat. "Kakak, jangan menangis. Kau membuatku sedih," kata Xiu Lan. Ying Lan mengusap airmatanya. "Kalau saja aku tahu akan jadi begini, aku akan baik-baik terhadapmu!..." Saat itulah Feng Lan tiba. Ia juga tercegang melihat keberadaan Xiu Lan. Di pihak lain, orang-orang dalam sel juga sama tercegangnya saat melihatnya. "Feng Lan, kau juga sama seperti kami?..." Ying Lan bertanya tak percaya
Mereka kini berjalan menyusuri istana, aula istana, lorong-lorong, taman dalam... dan mereka semuanya diam, hening. Feng Lan meremas jari-jari tangannya. Perjalanan yang mereka tempuh sungguh panjang, sebelum mereka tiba di akhir perjalanan mereka; Paviliun Shu Ling. Dikelilingi taman yang indah, Paviliun Shu Ling merupakan paviliun yang amat asri dan rindang. Seharusnya senantiasa terjadi percakapan yang menyenangkan hati di sana, namun kali ini suasananya berbeda - suasana yang dipenuhi ketegangan. Feng Lan meremas tangannya kuat-kuat. Ia pandangi Yu Shi yang masih tetap berjalan di depannya dan memunggunginya walaupun mereka telah sampai di tempat tujuan, sangat lama. Dan ketika Yu Shi membalikkan tubuhnya, Feng Lan dapat melihat ekspresi wajahnya yang sayu dan sendu. Feng Lan menggigit bibir. Ia sangat terkejut melihat raut wajah sang kaisar muda, yang kini banyak dipenuhi kerut, dan terdapat lingkar
Penyerangan Han ke Liang tidak memakan waktu lama. Sudah sangat terlambat bagi Liang untuk mempersiapkan diri. Walaupun kini Ying Lan bekerja ekstra keras untuk menutupi kegagalannya, ia tetap harus menerima bahwa, hanya dalam kurun waktu tiga minggu pintu gerbangnya telah dibuka dan para prajurit musuhpun dapat dengan mudah meringkus para anggota kerajaan. Termasuk pula Feng Lan. Feng Lan memang datang di saat yang tidak tepat. Saat ia tiba di istana bersamaan dengan saat ketibaan para prajurit Han. Otomatis ia ikut tertangkap. Tapi tak apa. Aku jadi bisa bertemu dengan Yu Shi, pikirnya saat berada dalam kereta tawanan. "Kakak... aku takut..." Di sebelahnya, Xiu Lan berkata, tangannya yang gemetaran hebat memegang erat tangan kakaknya. Feng Lan mengusap rambut adiknya. "Tenanglah. Ada kakak di sampingmu..." &
"Kabar baik, Paduka! Song telah kita kuasai!" Komandan Besar Rong Xun memberi laporan. Duduk di singgasana, Yu Shi mengangguk. "Bagus," jawabnya singkat. Kini, ia memang terkenal suka memberikan jawaban singkat. Jangan mengharapkan jawaban panjang darinya. Rong Xun melanjutkan, "Dan kini kami tengah mengarah ke sasaran terakhir kita - Liang." Seluruh menteri di aula yang sangat luas itu mendesah, bergairah. Pula mereka tahu bahwa menaklukkan Liang adalah harapan terbesar pemimpin mereka. Ketika Liang ditaklukkan, maka Han akan mengulang kejayaannya menguasai dunia seperti dahulu kala. Tidak sesuai dengan dugaan orang-orang, mimik Yu Shi sama kakunya dengan sebelumnya. "Laksanakan," katanya pendek. "Perintah dari Paduka Yang Mulia, Laksanakan!" Rong Xun berseru. Setiap orang pun langsung masuk ke posnya masing-masing, siap be