Tengah malam, King terbangun dengan posisi ia yang sedang memeluk istrinya dengan bertelanjang dada, sedangkan Hera sendiri, tidur meringkukmemunggunginya. Ia melepas pelukannya, mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya. Memorinya tersusun kembali, dan ia mengingat jika ia bermimpi bertemu Gladis. "Jikaaku bermimpi tentang Gladis, tapi kenapa aku bisa memeluk Hera?" ia terus bertanya-tanya di dalam hatinya, tetapi ia tidak menemukan jawabannya. Ia lalu memperhatikan wajah istrinya, ada sisa-sisa air mata di pipinya."Lho, kenapa dia menangis?" gumamnya dalam hati. Hera menggeliat, dan merasakan jika pelukan King, sudah terlepas darinya. Ia mencoba untuk bangun dan melihat jika suaminya itu sedang duduk di sofa, dan memandang ke arahnya. la segera menyeka sisa-sisa air mata di kedua pipinya. "Ma..mas, kamu sudah bangun?."
Pagi hari, Hera lebih dulu bangun dan meninggalkan King yang masih tidur. Ia merasakan perutnya sakit, karena tadi malam ia melupakan untuk makan malam. Ia lalu memanaskan bubur yang tadi malam ia masak untuk King. Setelah itu ia mencoba untuk sarapan. Namun tiba-tiba ia merasa mual, segera ia berlari ke dalam toilet dan memuntahkan semua yang baru saja ia makan. King terbangun dan menyadari jika istrinya itu sudah tidak ada di sampingnya, lalu ia pun keluar dari kamar dan mencari istrinya di dapur. Ia mendengar suara orang yang sedang muntah di dalam toilet yang ada di dapur itu. Dengan setengah panik, ia masuk ke dalam toilet dan melihat Hera yang sedang muntah-muntah dan wajahnya terlihat pucat. "Hera, kamu kenapa?" serunya kuatir. "A..aku.., nggak apa-apa," jawabnya, namun tiba-tiba ia merasakan kepa
Akhirnya keduanya sampai ke rumah pak Tobi. Lagi-lagi ayahnya menanyakan kenapa King tidak ikut menginap. "Mas King ada kerjaan di luar kota yah, makanya untuk sementara aku tinggal di rumah ayah dulu," ujarnya sekenanya. Setelah itu ia pamit masuk ke dalam kamarnya. Ewan yang melihat Hera seperti itu, tiba-tiba ingat jika kakaknya itu belum mengisi perutnya dengan apapun, ia segera menuju dapur dan memasak makanan untuk Sang Kakak. Ewan yang hanya tinggal berdua dengan pak Tobi, sudah sangat mahir dalam memasak segala jenis masakan apapun. Setelah semua masak, ia pun menyendokkan nasi dan beberapa lauk ke dalam satu piring dan membawanya ke kamar Hera. Hera yang sedang berbaring karena merasakan kepalanya masih pusing, segera duduk saat Ewan masuk dan membawa sepiring nasi untuknya. "Kak, kakak makan dulu ya? nanti kakak bisa sakit dan ayah pasti akan curiga jika kakak dan tuan King se
"Juyan! kenapa mereka berdua bisa bertemu?" kesalnya. "Saat jam makan siang, nona Hera di jemput oleh tuan Fred, lalu saya melihat mereka di restauran itu," ujar Sang Pengawal. "Sial! berani-beraninya ia mengganggu istriku," kesalnya lagi. Otaknya tiba-tiba mumet dan sulit untuk berpikir. Jonas sudah mengetahui tentang pernikahan mereka dan sepertinya mulai menjaga jarak dengan istrinya. Sedangkan Fred belum tau sama sekali, saat ini ia bingung bagaimana cara menyusun strategi untuk menyingkirkan Fred yang selalu berada di samping Hera. "Pulang kantor nanti,saya langsung ke rumah ayah, jadi tolong siapkan baju-baju saya, kemungkinan besar, saya akan lama tinggal disitu," jelasnya. Juyan tiba-tiba bingung dengan perkataan King yang jugaakan tinggal di rumah Hera. "Jangan bengong lo d**o!" "Siap tuan
Ternyata yang mengetuk pintu kamar, yaitu Ewan. "Kak Heranya ada, kakak ipar?" sinisnya, ia mulai tidak suka dengan sikap King yang menurutnya, suka mempermainkan kakaknya. Hera yang mendengar suara Ewan segera menuju pintu, "ada apa Wan?"tanyanya. "Jadi nggak kak?" seru Ewan, mengingatkan Hera karena mereka janjian untuk membuat kolak pisang kesukaan Sang Ayah. "Jadi Wan, sebentar ya?" ia lalu merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan akibat ulah suaminya. Hera keluar dari kamar tanpa sepatah katapun, bahkan menoleh ke arah King pun ia sangat enggan. Kekesalannya semakin bertambah saat King dengan seenaknya menyentuh dirinya. King hanya melongo melihat kepergian istrinya yang keluar dari kamar. Sementara torpedonya sudah tegak berdiri. Mau tidak mau, ia harus menuntaskan hasratnya dengan berolahraga lima jari.
Hera melongo saat King mengecup keningnya, ia pikir suaminya itu masih marah kepadanya. Ia bingung sendiri dengan perubahan mood Sang Suami. Saat ini, ia berbaring di ranjang dengan menatap punggung Sang Suami yang tidur membelakanginya. Ia mendengar bunyi dengkuran King yang menandakan ia tertidur dengan nyenyak. Perlahan Hera pun ikut mengantuk, besok ia harus bangun cepat karena akan bertemu dengan para sahabatnya. Pagi harinya, ia terbangun lebih pagi, ia melihat Sang Suami yang masih tertidur dengan posisi meringkuk. "Oh ya ampun, aku lupa memberinya selimut tadi malam," ia lalu menyelimuti suaminya. Lalu beranjak menuju dapur. Ia mulai memasak untuk sarapan pagi ini, kebetulan Ewan sudah bangun, "Wan, apa kamu sibuk pagi ini?" tanyanya. "Nggak juga sih kak, tapi aku ada kegiata
"Eh.., itu aku pikir mas sibuk," serunya sekenanya. "Bagaimana mungkin aku mengenalkannya sebagai suamiku, sedangkan pernikahan kami akan berakhir beberapa bulan lagi," gumamnya sedihdalam hati. Itulah alasan kuat mengapa Hera tidak mengajak King ikut dalam acara reuni itu. "Asal iya saja kamu ngomongnya, mana mungkin aku sibuk, kan ini hari Sabtu. Oh yananti setelah acaramu ini, kita mampir ke apartemen baru kita, aku sudah memasukkan sebagian furniture pilihanmu, jadi kamu bisa lihat lagi mana saja yang masih kurang." "Ta..tapi mas, kita kan mau belanja ke pasar untuk keperluan bahan makanan besok," Hera mencoba menghindar. "Duh, bagaimana ini? jika pindah di apartemen baru, pasti kami tidur satu ranjang lagi," kesalnya dalam hati. Ia yang sudah berkomitmen untuk melupakan perasaannya kepada King, tiba-tiba merasa terhimpit karena suaminya yang ingin mereka
Semua mata tertuju kepada pasangan suami istri itu. King segera naik ke podium, atas permintaan ketua panitia untuk menyampaikan sambutan singkatnya. Hera melihat suaminya dengan berjuta pertanyaan di hatinya, "ternyata banyak yang tidak ku ketahui tentangnya selain ia pintar dan licik ia juga sangat jago membuat orang-orang terkagum-kagum dengannya," tanpa sadar Hera mengagumi King dalam hatinya. Setelah tau, jika suami Hera memilikiperusahaan besar, banyak teman-temannya yang mulai mendekatinya, namun diantara semuanya hanya ada satu orang yang benar-benar Hera anggap sebagai sahabatnya. "Lihat tuh Her, mereka baru mau mendekatimu setelah tau suamimu orang penting," ujar Sang Sahabat bernama Tari. "Biarkan saja Tar, ntar juga mereka bosan sendri." ujarnya.King turun dari podium dan langsung menghampiri Sang Istri.