"Aku terlalu lelah untuk berlari.. ini sudah dibatas kemampuanku". sembari merebahkan tubuhku bersandar di salah satu batang pohon besar ditengah hutan. Suasana yang tidak asing bagiku, tapi entah dimana aku berada sekarang.
"Teruslah berjalan Aqueene, sebentar lagi kau akan sampai". Suara itu terus saja memacu ku untuk berlari entah kemana arahnya.
Langit mulai tampak gelap, tapi aku tetap bisa melihat dengan jelas suasana disekelilingku, angin menembus tajam masuk ke kulit, tapi aku tidak merasakan dingin sedikitpun."Larilah Aqueene! LARI.."
Suara yang berbeda memintaku untuk lari.
"Papa!".
Aku meyakinkan diriku jika yang terdengar adalah suara ayahku. Suasana bertaut menjadi kelam, kabut embun dimana-mana menutupi pandanganku.
"Teruslah berjalan Aqueene!"
"Lari Aquenne! Lari.."Suara-suara itu terus menyaut secara bergantian menghiasi isi kepalaku. Aku melihat sekeliling mencari jalan, tapi yang ku temui hanyalah ribuan pasang mata berwarna merah terang mengintai dari kegelapan. "Apa ini ancaman?" Sekuat apapun aku berlari mereka terus mengejar dan...
"Aaaa.... Hah, Hah, Hah"
Aku terbangun dari mimpi yang beberapa hari ini terus menghantuiku. Setelah kejadian yang terjadi dikampus beberapa waktu lalu, dan mengenai percakapan terakhirku bersama papa dan mama, tentang apa yang terjadi mendatangkan banyak hal aneh. Pertama-tama mimpi yang terus berulang dan berikutnya adalah wolfku yang semakin sering tidak kuasa untuk ku kontrol lagi. Dami.., wolfku bernama 'Damicielle' sudah terbangun dari tidurnya.
Beberapa hari yang lalu, Dami memperkenalkan diri padaku dan juga pada kedua orang tuaku. Yang tentu saja membuat mama dan papa tunduk hormat padanya. Kata papa wolfku spesial, tapi dia tidak begitu ku spesial'kan apalagi seperti saat ia tidak patuh dan tidak ingin dikontrol olehku.
"Ene..." Papa menghampiriku dengan gerakan lembut mengusap rambut dan punggungku, sedikit menenangkan dari mimpi buruk yang ku alami.
"Papa, mimpi itu datang lagi". Peluhku bercucuran, hanya sekedar mengingat mimpi itu saja membuatku takut. Papa mencoba menenangkan dan menemaniku hingga tertidur lelap.. apa aku tidur??? Tentu saja tidak. Terlalu takut untukku mengulang lagi kejadian buruk dalam klise mimpi malam ini, jadi ku putuskan untuk bertemu dengan Dami, serigala yang mendiami tubuhku..
Aku diberi karunia lebih untuk bisa mengunjungi alam sadarku dan berbicara langsung dengan wolfku."Sangat gelap disini..." Ucapku pelan sembari terus berjalan yang entah kemana tujuannya.
"Kau disini Ene?! Ada apa?". Suara Dami terdengar dari dalam kegelapan.
"Aku hanya ingin mengunjungimu Dami-ku, mimpi buruk itu datang lagi dan diluar sana papa sedang berusaha menidurkanku"..
Aku melihat sepasang mata abu-abu nampak dalam kegelapan, perlahan wolf Dami keluar dari persembunyiannya.Sangat elegan dan menawan, mata yang indah.. bulu putih bersih halus dan lebat. "Beginikah wujud wolfku" aku tersenyum seketika melihat Dami dengan posisi duduk tepat di hadapanku. "sangat cantik". Dikepala Dami terdapat tanda 'Α' , bukan luka ataupun tempelan. Tanda itu hanya terlihat menyatu begitu saja.
Tanganku terulur mengelus pucuk kepalanya, tanda sayang. Tapi Dami bukanlah pets diluaran kebanyakan manusia punya, Dami adalah aku! Bagian dariku yang tidak akan pernah bisa dipisahkan.
Dami hanya terdiam tunduk dengan memejamkan mata saat tanganku begitu lihai mengelus kepalanya berlanjut ke sekujur bulu ditubuhnya. Berdiam diri bersama Dami membuatku lebih tenang dibandingkan bersama yang lain, kami berdua hanya terdiam untuk beberapa saat.
Suara nafas beratku bahkan terdengar membuat mata Dami yang tadinya terpejam kembali terbuka memperlihatkan warna matanya yang indah.
"Kembalilah Ene.. ini sudah pagi".Aku terkesiap bangkit ketika Dami menyadarkanku."Pagi?.. bagaimana bisa? Aku baru saja disini beberapa menit yang lalu". Belum aku mendengar sanggahan dan jawaban dari pertanyaanku, mataku tiba-tiba saja terbuka dengan hardikkan cahaya matahari yang menembus sela-sela horden jendela kamarku..
Aku bangkit dari tempat tidur menuju ruang makan, terlihat mama sedang menyiapkan sarapan untuk kami. "Pagi ma..". Satu kecupan mendarat dikeningku seperti biasanya.
"Pagi sayang.. nikmati sarapanmu sebelum berangkat ke kampus, Lucia datang menjemput" ucap mama tenang tanpa tambahan kata lagi, mendengar hal itu, mataku menyergap ke sekeliling arah rumah.
"Dimana Lucia ma?". Aku menengok disekeliling tapi tak kutemui setitikpun batang hidung seorang Noblesse yang mengaku sebagai penjaga sekaligus pelayanku itu.
"Lucia pergi kepinggir hutan menemani papa jalan-jalan pagi" aku hanya terdiam, masih terlalu pagi memikirkan hal-hal rumit yang terjadi antara papa dan lucia. Anggap saja mereka hanya sekedar berjalan dan berkenalan seperti biasanya - batinku.
"Dimana El...? Ene tidak melihatnya beberapa hari ini".
Baru saja aku tersadar jika adik sematawayangku sudah tidak nampak beberapa hari setelah kejadian itu. Aku mendengar mama menarik nafas berat sebelum berbalik menatapku dengan senyum khasnya."Kau lupa, Elrayeen adikmu sedang melatih karunia alami yang diperolehnya setelah bertemu dengan Damicielle". Aku terdiam sejenak seraya mengingat kejadian yang dimaksud.
"Ah.. Ene lupa mama.. Kapan El pulang?"..
"Mungkin malam ini, bertepatan dengan purnama"..
Tidak ada lagi percakapan diantara kami sampai aku selesai dengan sarapanku dan berpamitan untuk bersiap-siap ke kampus.
Sembari di kamar aku mencoba membuka mindlink untuk berkomunikasi dengan El dan juga mencoba untuk mengaktifkan kendaliku agar bisa melihat dimana dia berada sekarang."Ene.. " panggil Dami membuyarkan konsentrasiku.
"Ada apa?"...
"El sedang berada pada tahap terakhir membangkitkan kekuatan werewolf dalam dirinya. Jangan mengganggunya..".
Dami sungguh membuatku kesal dengan perkataannya. "Sarkastik sekali nada bicaramu Dami! Aku tidak akan mengganggunya". Ucapku seraya memutuskan mindlink antara kami, sang wolf menyebalkan..
"ku mohon, jawab aku!" turutku tegas.Terik matahari menyengat, merambatkan cahayanya melintasi selah-selah tirai kamarku.Setelah pertemuan kami selesai, aku bergegas kembali ke ruangan. Anthoni dan beberapa guards sedang menjalankan tugas untuk menyampaikan pesan ke tiap-tiap koloni dan para kaum immortal yang ada.Entah mengapa, firasatku berkata ini bukan hanya sekedar tentang pack atau bahkan kaum kami saja, "apa ini akan jadi perang besar?" ucapku, membatin.Tuk.. tuk.. tuk..Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku, tercium aroma khas tubuh sosok yang ku kenal, "masuklah" timpalku.Lucia tersenyum, dengan jubah putih yang indah menyampu lantai kamarku, ia berjalan mendekat."Apa dia masih tertidur?" tuturnya sembari menatapku."Kau tahu?" ucapku spontan menanyainya."Hm.." ia kembali tersenyum dan kini mengambil tempat tepat di sampingku."Biar ku bantu, dia tidak akan meresponmu tanpa desakan." ucapnya la
"siapkan pasukan! Waktunya telah tiba. Kekeke.." ucap salah seorang wanita yang wajahnya nampak tertutup oleh bayangan hitam dalam cahaya malam. Dengan tawa dan lantunan mantera yang ia ucapkan, membuat para pasukan bayangan kegelapan bangkit dari tidur mereka dan bertebaran dilangit malam."Baik, Ratu!" timpal seorang dengan deep tone yang terdengar dibalik kegelapan."Saat bulan berdarah tiba, semuanya akan menjadi milik kita. Dunia immortal akan menjadi milik kita" ucapnya lagi.***"Alpa.." sapa Anthoni dibalik pintu ruanganku."Ada apa, An?" tanyaku."Semuanya tengah menunggu anda dibawah.""Baiklah" ucapku meminta Anthoni untuk turun terlebih dahulu.Pagi ini aku terbangun dengan gelisah, tubuhkan mengeluarkan hawa panas, tidak seperti biasanya.Aku berjalan menuju mainhall, dari jauh beberapa mata memandangku dengan tatapan yang sulit ku artikan. Kali ini pun diriku dibuat terheran dengan berkumpulnya semua orang
"Besok aku akan kembali ke Pack" tuturku membuka percakapan ditengah keheningan antara diriku dan Arrone malam ini."Tak bisakah kau menundanya lagi?" balasnya.Sembari menggelengkan kepalaku pelan, "ini sudah terlalu lama, Ar. Ku mohon mengertilah." ucapku, menolak keinginannya dengan lembut.Terdengar suara tarik nafas kasar sebelum mateku berkata lebih lagi, "baiklah, kita akan ke perbatasan besok pagi. Aku akan mengawalmu." tuturnya lagi, walau dengan wajah kekecewaan yang tersirat.Setelah insiden yang terjadi di perbatasan terakhir kali, aku menunda kepulangan ke pack selama seminggu penuh dan hanya ditemani oleh Groovin, sedangkan Anthoni dan para guards lain telah beranjak mendahuluiku untuk kembali ke Koloni Bloodmoon terlebih dahulu."Vin, kau mendengarku" sapaku melalui mindlink."Ada yang bisa saya bantu, Alpa?" timpal guardku."Persiapkan kepulangan kita besok." pintahku."Baik, Alpa."***Keesokan ha
Butuh beberapa puluh menit lagi untuk sampai keperbatasan. Namun faktanya, wilayah Koloni Redmoon kembali dibobol oleh para serigala liar dan..., entahlah!Tercium aroma asing yang tidak pernah ku ketahui sebelumnya, "tipis, seperti sengaja untuk disamarkan." batinku."Apa ini ulah mereka lagi?" ucap Arrone."Mereka?... Siapa?..."***Anthoni terlihat bergegas mengarah ke arahku dan Arrone, "Lapor Alpa, didepan para rogue sedang mencoba untuk menghadang para warrior dan guards, namun kali ini ada yang berbeda, para serigala liar itu seperti memiliki sepuluh kali lipat kekuatan dari biasanya. Pergerakan mereka pun sulit untuk diprediksi dan bahkan mereka terlihat menyerang tidak hanya dengan tangan kosong.""Apa maksudmu, An. Tidak dengan tangan kosong?" tuturku heran. Baru kali ini mendengar jika kawanan serigala liar itu mampu membuat kawanan mereka di akui.Kali ini Arrone kembali memimpin dengan Alpa tonenya, memberi arahan pada Be
Malam ini terasa panjang dan menggairahkan setelah ku lalui bersama dengan Arrone. Kami menuangkan segala kerinduan yang mendalam setelah terpisahkan jarak dan waktu yang cukup lama.Perlahan tanganku menyusuri setiap lekuk wajah mateku, menancapkan kerinduan yang mendalam pada rona wajahnya. Pandangan kami bertemu satu sama lain dengan nafas dan detak jantung yang memburu, Arrone perlahan kembali memberikan sensasi yang menaikkan adrenalin untuk menghabiskan malam panjang kami.***Silauan cahaya matahari menembus sela-sela jendela, perlahan aku membuka mata dan beranjak dari tempat tidur terlebih dahulu tanpa membuat Arrone terbangun. Aku merasakan keberadaan Anthoni di balik pintu seakan menunggu kami hingga tersadar."Anthoni.." ucapku melalui mindlink."Ya Alpa, selamat pagi. Maaf membuat anda terbangun.""Tak apa, kalian sudah siap?" tuturku lagi."Sudah, Alpa. Alpa Christ dan Luna Diana sedang menunggu di ruang jamuan unt
"Arbyon!" tuturku terkejut melihat pemuda itu dipenuhi baluran darah segar disekujur tubuhnya.Tatapan tajam dengan kilauan nanar hitam nan pekat menggambarkan segala hal yang terjadi padanya. "Arbyon..." ucapku lagi, namun kali ini dengan nada yang terdengar lebih pelan dan lembut."Apa yang terjadi?" tanyaku.Hening melanda kami hingga beberapa saat. Aku melempar tatapan disegala sisi ruangan, tercium bau amis darah segar memenuhi sekitar kami. "Sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan, selain dari kami berdua." pikirku."Mereka semua pergi meninggalkanmu!" ucapnya datar. Perlahan kabut gelap menutupi tubuh pemuda itu, membawanya lenyap dalam sekali kedipan mata, dan sekejap saja ruangan dimana aku berada terlihat seperti pemakaman maut.Mereka.. mereka semua..."Aarrgg.. hah, hah, hah!"***Aku menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya setelah tenggorokanku terasa sulit untuk menelan salivah. Mataku menjelajahi sel
Suasana kembali tegang seketika Dami menampilkan senyum sinisnya menatap tamu yang dibawah Orlambus untuknya."Selamat datang, my new Guard." ucap Dami, yang membuat beberapa orang terkejut, termasuk diriku.*****"Wah, kau merekrut guard baru tanpa memberitahuku terlebih dahulu?" hardikku, melalui mindlink.Tak ada jawaban darinya, benar-benar membuatku kesal dan ujung-ujungnya, hanya akan membuat ku terdiam dan menjadi pengamat yang baik atas segala tindakan yang ia lakukan."Selamat datang di gubuk kami Fikarus Alezo." pungkas Dami.Pria itu hanya tersenyum kecil, meraih tangan ku dan menggenggamnya lembut."Senang bisa melihatmu lagi, kau tak kalah cantiknya seperti dulu." ucap pria itu."Uh, dia melayangkan godaan padamu" hardikku kembali tak kalah sarkasnya, namun tetap saja perkataanku seperti tak terdengar olehnya."Untung saja Arrone tak disini, kali ini aku bisa memaklumi tindakanmu." batinku.Dami tampa
Alexa, Guard yang ditempatkan menjadi kepala untuk para warrior penjaga perbatasan menyalakan petasan tanda sesuatu hal yang genting sedang terjadi dan berasal dari pintu perbatasan utara, membuat ku yang saat itu berada di perbatasan selatan bersama Groovin sedikit terkejut, Groovin terdiam menunggu perintah dariku, aku mencoba memindlink Alexa dari jarak jauh dengan kekuatan yang ku punya."Alexa, kau bisa mendengarku?" ucapku."Bisa, Alpa" timpalnya."Apa yang terjadi?""Perbatasan diserang oleh beberapa rogue, vampir liar dan seorang black witch. Semua tampak diluar kendali, Alpa. Mereka menyerang dengan membabi buta" ucap Alexa terdengar sedikit panik."Baiklah aku mengerti, bertahanlah sejenak, aku akan meminta yang lain untuk menyusul, kau bisa ku andalkan, kan?""Baik, Alpa" ucapnya sebelum memutuskan mindlink denganku.Aku meminta Groovin mengarahkan seperempat pasukan gerbang selatan untuk membatu para warrior dan wolf
Kicauan burung terdengar, menapaki silauan senja yang terlihat dibalik pegunungan yang menjulang indah di depan mata. Aku sedang menikmati waktu senggang ku bersama papa, mama dan El, menikmati secangking teh hijau tepat di halaman belakang kastil Bloodmoon. Kembali mengenang masa dimana kami masih tinggal dan berbaur bersama para manusia."Pa, bagaimana dengan usaha Cafe yang papa tinggalkan?" tanyaku menaruh penasaran dengan nasib usaha yang pernah papaku tekuni untuk menghidupi dan memenuhi segala kebutuhan kami."Rencananya, jika keadaan menjadi lebih membaik, papa dan mama akan berkunjung ke dunia manusia untuk mengecek segala sesuatunya dan juga mungkin, ini hanya kemungkinan yang akan terjadi, papa dan mama akan menetap disana untuk waktu yang belum bisa dipastikan." jawab papa seraya menjelaskan beberapa planning yang telah ia pikirkan dan sepakati bersama dengan mama.Aku cukup terkejut dengan keputusan yang mereka buat, hanya saja, aku tidak ingin bert