Sesampai di sebuah rumah sakit, Edward kembali menggendong gadis itu ala bridal style menuju ke dalam ruangan unit gawat darurat.
"Dokter, tolong gadis ini, segera ditangani." ucapnya, lalu meletakkan tubuh Agnes, di salah satu tempat tidur yang berada di ruangan serba putih itu. Lalu dengan cepat beberapa suster dan juga dokter jaga mulai menangani Agnes yang sedang pingsan. Di beberapa bagian tubuhnya terdapat luka lecet karena terjatuh di atas aspal.Edward pun mulai menceritakan kronologi kenapa gadis itu bisa jadi pingsan.Namun tiba-tiba ponselnya berdering beberapa kali.Dia pun melihat, jika yang meneleponnya adalah klien perusahaannya. Edward pun ingat jika siang ini, dia harus menghadiri meeting penting.Lalu Edward menjelaskan kepada dokter jaga di UGD saat ini. Jika dia akan pergi sebentar. "Dok, semua pengobatannya. Tolong masukkan ke dalam tagihan saya." ucapnya. Lalu melirik sebentar gadis yang sedang dibersihkan luka-lukanya, itu. Kemudian Edward bersama sang asisten segera meninggalkan rumah sakit tersebut, menuju ke lokasi meeting.Di sebuah kafe yang berada di dalam Mall Senayan City. Seorang gadis cantik bernama Zemi Rania sedang memergoki pacarnya sendiri sedang bersama gadis lain yang dirinya sendiri, juga kenal gadis itu siapa.Emosinya sudah sangat memuncak dia ingin segera melabrak keduanya."Prok-prok-prok!" Tepukan tangan beberapa kali dihadiahi Zemi untuk kedua pasangan yang sedang berselingkuh itu."Zemi!" ucap Andra kaget, saat melihat kekasihnya juga berada di dalam kafe itu."Kak ... Zemi." sapa gadis itu, gugup."Hebat kalian berdua! Berselingkuh di belakangku! Sudah berapa lama hubungan kalian?" tanyanya, menusuk.Keduanya malah terdiam. Mereka sangat takut saat ini. Andra mencoba mendekati kekasihnya, mencoba mengambil kembali hatinya. Namun Zemi segera berkata,"Jangan mendekat! Atau kamu akan aku hajar tanpa ampun! Jawab saja pertanyaanku." tukasnya, lagi.Andra menghela napasnya, panjang. Lalu berkata,"Zemi, Sayang. Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku hanya bermain-main dengannya. Cintaku tulus kepadamu." jawab Andra, sekenanya.Mendengar perkataan Andra, membuat Zemi semakin muak. Dia sangat tahu jika pria itu berbohong kepadanya.Sang selingkuhan, bernama Sari juga ikut kaget mendengar penuturan Andra. Karena kepadanya, pria itu mengatakan jika dia hanya bermain-main dengan Zemi. Andra hanya mencintai dirinya seorang.Saat ini, Sari juga baru tahu, ternyata Andra membohonginya selama ini. Seketika dia sangat malu kepada Zemi.Apalagi Sari, juga kenal baik dengan Zemi. Yang merupakan kakak tingkatannya, di kampus.Sari sudah tidak dapat menahan emosinya."Andra! Kamu pembohong! Kepadaku, kamu mengatakan jika kamu hanya mempermainkan Kak Zemi. Kok sekarang malah berbeda?" Sari terlihat geram kepada pria itu."Hah? Apa?" Zemi ikut-ikutan kaget mendengar ucapan Sari."Ja-di bukan hanya aku satu-satunya korban di sini?" ucapnya, tak menyangka."Kak Zem! Sepertinya, pria ini mempermainkan kita! Kayaknya, kita harus memberinya pelajaran!" tutur Sari, yang berbalik arah menyerang Andra."Benar katamu, Sari. Andra harus diberi efek jera biar dia tahu rasa!" Zemi, ikut menimpali."Apa-apaan kalian!" ucap, Andra gusar."Asal kalian tahu! Jika boleh jujur, aku sama-sama mencintai kalian. Sari, Zemi rasa sayangku kepada kalian berdua, sama rata. Tidak ada yang lebih tinggi dari yang lainnya." Andra memulai rayuan gombalnya, untuk meluluhkan hati kedua gadis itu.Zemi dan Sari kemudian saling melirik satu sama lain. Keduanya juga saling mengganggukkan kepala.Lalu Zemi mulai angkat bicara,"Andra, sepertinya hubungan kita cukup sampai di sini! Ternyata cintamu palsu untukku. Selama ini aku terlalu idiot untuk menjadikanmu tambatan hatiku! Jadi hari ini aku memutuskanmu! Hubungan kita the end!" ucap Zemi, tak gentar sama sekali. Walaupun pada kenyataannya, gadis itu masih mencintai Andra. Akan tetapi dia juga memakai akal sehatnya untuk tidak lagi menjadi orang bodoh hanya karena mencintai orang yang salah. Setali tiga uang dengan apa yang dilakukan oleh Zemi. Sari pun memutuskan hubungannya dengan Andra saat itu juga. Bahkan dengan beraninya, Sari punmenuangkan segelas jus buah, di atas kepala Andra lalu menendang pahanya bagian dalam."Auch! Sari! Kamu!" Andra mengaduh, sambil menatap tajam ke arah gadis itu."Hei! Memangnya kenapa? Itu belum seberapa dengan apa yang telah kamu lakukan kepadaku dan Kak Zemi. Berani-beraninya kamu membodohi kami berdua!" Sari berkata seperti itu, dengan volume suara meninggi. Sehingga beberapa orang yang berada di dalam kafe itu mendengar pertengkaran mereka bertiga."Kamu!" Andra ingin mengumpat."Kenapa? Cepat katakan kamu mau apa? Dasar pecundang!" ucap, Zemi juga ikut menyudutkan Andra.Sari pun mulai meneriaki nama Andra sebagai tukang selingkuh, buaya darat dan penggoda wanita. Hal itu, membuat pria itu ditatap dengan aneh oleh orang-orang yang berada di kafe itu. Belum lagi dirinya yang sibuk membersihkan bajunya yang dipenuhi tumpahan jus buah yang sengaja disiramkan oleh Sari di atas kepalanya.Karena terus tersudut oleh kedua gadis cantik itu. Andra pun dengan segera meninggalkan kafe itu dan berjalan ke luar dari area mall itu.Semua mata orang-orang yang berada di dalam mall itu tak lepas menatap ke arahnya. Seketika Andra merasa, telah dipermalukan oleh Sari dan Zemi.Dia pun terlihat mengepalkan tangannya dan mulai menggerutu dalam hatinya,"Tunggu saja pembalasanku! Aku akan membuat kalian menyesal telah mempermalukan ku. Terutama bagimu, Zemi Rania! Karena pengaruh darimu, Sari ikut-ikutan berontak kepadaku." serunya, sambil menggretak giginya."Kak Zem, sebelumnya aku minta maaf selama ini aku nggak tahu jika Andra adalah pacar Kakak. Soalnya dia mengaku jomlo kepadaku." ucap Sari, dengan wajah menyesal."Nggak apa-apa kok, Sari. Kita berdua adalah korbannya Andra. Untung saja kita cepat sadarnya." Zemi mencoba untuk bijak menghadapi masalah tentang Andra, sang mantan kekasih.Lalu tiba-tiba ponsel Zemi berdering, dia pun segera meraih ponselnya yang berada di dalam tasnya dan melihat jika panggilan telepon itu berasal dari teman satu kostnya bernama Arlyn. Zemi pun segera mengangkat panggilan itu,Zemi"Halo, Lyn. Ada apa Lo nelpon, gue?"Arlyn"Zem, gawat! Gawat ... Zem!"Zemi"Gawat? Gawat kenapa maksud, Lo? Yang jelas kalau ngomong, Lyn! Lo bikin gue panik, deh!"Arlyn"Agnes ... Zem! Agnes!"Tiba-tiba terdengar suara tangisan Arlyn dari seberang sana. Hal itu sontak membuat Zemi Rania. Menjadi sangat panik. Dia sudah membayangkan yang bukan-bukan tentang sahabatnya, Agnes.Zemi"Lyn! Cepat katakan kenapa dengan Agnes? Lo jangan bikin gue makin panik, dong!"Arlyn"Agnes masuk rumah sakit, Zem. Sampai sekarang dia tidak sadarkan diri."Zemi"Apa? Agnes kecelakaan? Tapi kok bisa? Ya sudah gue akan segera ke sana. Tolong share loc, alamat rumah sakitnya, sekarang.""Kenapa, Kak Zem?" tanya Sari, kepada seniornya itu. Karena melihat wajah khawatirnya."Wah ... maaf ya Sari. Sepertinya aku harus pergi. Temanku kecelakaan dan sekarang sedang dirawat di sebuah rumah sakit." sahutnya, lalu bersiap-siap meninggalkan tempat itu."Oh, baik Kak Zem. Sampai jumpa lagi, kapan-kapan." ucap Sari, lalu keduanya pun berpisah.Zemi Rania, segera berjalan ke area parkiran menuju ke mobilnya. Untung saja jalanan Jakarta agak lengang siang itu. Sehingga tak berapa lama dirinya sampai di rumah sakit.Setelah memarkirkan mobilnya dengan sempurna, dia pun segera masuk ke dalam rumah sakit itu. Zemi segera mencari keberadaan Agnes di UGD rumah sakit. Ruangan itu terlihat cukup luas.Setelah bertanya kepada salah seorang perawat. Akhirnya Zemi mengetahui tempat di mana Agnes, sedang dirawat.Dari kejauhan Zemi bisa melihat, sahabatnya Arlyn sedang menyuapi Agnes yang terlihat lemah. Dia sangat bersyukur ternyata temannya telah sadar dan tidak pingsan lagi."Ya ampun .
Zemi segera membaca kartu nama pria itu,"Rahez Finley. Nama yang indah." gumamnya, pelan."Cih! Gue nggak butuh laki-laki, lagi!" serunya. Lalu Zemi segera membuang kartu nama pria itu di dalam tong sampah yang berada di dekatnya.Sesampai di kasir, Zemi ingin segera melunasi tagihan rumah sakit sahabatnya. Namun sang kasir berkata,"Maaf, Mbak. Tagihan untuk pasien bernama Agnes Amora telah dilunasi semuanya." tuturnya."Apa?" Kaget, Zemi."Mbak nggak salah orang kan? Nama teman saya, Agnes Amora.""Tidak, Mbak. Saya nggak salah. Memang pasien bernama, Agnes Amora.""Okay. Baiklah kalau begitu." Zemi pun kembali melangkah menuju ke ruangan UGD.Sesampai di sana. Dia pun segera memberitahukan kepada Agnes. Jika semua biaya rumah sakit telah dilunasi."Hah? Tapi siapa yang melunasinya, Zem?" tanya Agnes, ikut bingung juga."Kata kasir tadi, namanya, Tuan Edward Wilson. Apakah Lo kenal orang itu?" sergah Zemi, kepada temannya.Agnes berpikir sebentar. Dia samar-samar ingat, jika ada ses
Kembali ke rumah sakit,Rahez baru saja tiba di ruang VVIP tempat sang Oma sedang dirawat.Diruangan itu, Ada dua orang wanita yang paling dirinya sayangi di dunia ini, sedang fokus menatap layar lebar di depannya. Sebuah iPad milik Asisten Frans, menjadi daya tarik keduanya. Sampai-sampai keduanya tidak mengetahui jika Rahez sudah berada di tempat itu.Namun sang asisten menyadari jika atasannya telah sampai di ruangan itu."Tuan Muda?" kaget, Frans. Dia buru-buru keluar dari ruangan mewah itu, dengan alasan mau mengurus obat-obatan untuk Oma Rika."Rahez ... cucu Oma? Kamu sudah lama datang?" tanya Oma Rika, senang melihat cucunya sudah berada di situ."Aku baru saja, sampai, Oma," ucap, Rahez. Lalu mendekati ranjang di mana sang nenek sedang terbaring lemah."Rahez, kamu kalau sudah tiba dari tadi, kok nggak menyapa Oma dan Mami? Kamu ini, kebiasaan banget, deh!" gerutu Mami Gita, kepada putranya."Maaf ... Mi, Oma. Lagian dari tadi Oma dan Mami fokus ke iPad. Memangnya lagi liha
Namun Edward harus menelan rasa kecewa setelah mengetahui jika gadis itu telah dijemput oleh keluarganya."Sial banget, gue!" umpatnya, pelan. Tidak ada informasi yang berarti tentang gadis itu. Edward hanya mengetahui namanya, Agnes Amora. Gadis berbibir seksi, yang telah mampu membuatnya penasaran setengah mati.Edward lalu ke luar dari rumah sakit itu dengan langkah gontai. Diikuti Mark, sang asisten."Bagaimana, Bos? Apakah kita pulang sekarang?" tanya Mark kepada atasannya, yang terlihat sedang galau."Yap! Kita pulang. Emangnya Lo mau berkemah di sini?" ketus, Edward."Puas Lo, gue kehilangan jejaknya?" ucap Edward, lalu berjalan masuk ke dalam mobil dan membating pintunya dengan keras."Yaelah, Bos Edward. Si Agnes Amora yang hilang di telan bumi. Malah gue yang kena semprot! Elah ... gini amat hidup gue!" tuturnya, lalu ikut masuk ke dalam mobil.Sepanjang perjalanan pulang ke kediamannya. Edward memilih diam dan memejamkan matanya. Entah kenapa bayangan gadis itu, semakin n
"Sabtu depan? Memangnya kita mau ke mana Bunda?" tanya Edward, penasaran."Temani Bunda, arisan." "Apa? Arisan? Ketemu ibu-ibu dong? Yang bener aja deh, Bund. Aku kan anak lajang. Bukan ibu-ibu, seperti Bunda. Nggak mau, ah! Bunda pasti tahu kan, jika hari Sabtu jadwalku untuk bermain golf." Edward mencoba untuk mengelak.Karena dia tahu betul maksud sang ibu. Yang ingin menjodohkannya dengan anak, dari ibu-ibu arisan itu."Ayolah, Ed. Kali ini saja. Setelah itu. Kita ziarah ke makam Ayah. Sudah lama kita tidak mengunjungi Beliau." ucap sang ibu, penuh harap.Mendengar jika mereka akan berziarah ke makam ayahnya. Hati Edward sedikit teriris sakit. Dia ingat betul disaat-saat terakhir ayahnya hidup. Edward tidak ada di samping Beliau. Sepertinya, dia harus mengalah kali ini kepada sang ibunda.Lalu dengan bijak Edward pun berkata,"Baiklah, Bund. Sabtu depan aku akan mengosongkan jadwalku. Aku akan temani Bunda ke mana pun Bunda perginya. Hanya saja, Bunda juga perlu tahu. Sampai kap
"Gile, para buaya darat pada ngumpul!" geram Arlyn."Ngapain sih, mereka ke sini? Kurang kerjaan banget, deh! Apa belum puas nyakitin hati kita!" Agnes juga ikut, menggerutu."Kalian tenang saja. Gue sudah bilangin Pak sekuriti untuk tidak mengizinkan mereka masuk ke area dalam kost." Zemi mencoba menjelaskan, kepada kedua sahabatnya."Kayaknya, sudah tidak aman lagi kita tinggal di sini. Tapi ... cari kost-kostan dengan harga terjangkau dan letaknya strategis di Jakarta, ini. Sangat susah." keluh, Arlyn, dan dibalas anggukan oleh Agnes."Terus kita harus bagaimana, dong?" sela, Arlyn panik."Bagaimana kalau setiap hari mereka nyamperin kita ke sini? Nggak asyik banget kan?""Iya sih, Lyn. Tapi kita mau pindah ke mana coba?" tukas Agnes, masih saja memikirkan isi dompetnya yang kosong.Setelah lama berdiam diri dan mendengarkan keluh kesah kedua sahabatnya. Zemi pun mulai angkat bicara kembali,"Kalian mau dengar kabar baiknya, nggak?""Mau dong, Zem! Bagaimana sih, Lo!" Ketus, Arlyn.
"Idih ... galak Lo, Lyn!" sela, Zemi."Biarin! Galak-galak juga milik sendiri!" sahut, Arlyn."Nyolot Lo, Arlyn!" Zemi tak mau kalah."Nyolot-nyolot juga milik sendiri!" Arlyn kembali menyahut. Perdebatan pun mulai terjadi diantara keduanya. Kepala Agnes tiba-tiba pusing mendengar ocehan kedua temannya itu."Zemi, Arlyn, stop! Hari sudah malam! Mending kita tidur. Besok kita pasti akan sibuk banget." nasehat Agnes, kepada keduanya."Gue belum ngantuk." tukas Zemi."Sama, gue juga. Makanya kami nge-rap. Ya kan, Zem? Dari pada suntuk." celutuk Arlyn."Ih, ogah! Mending gue tidur!" tutur Zemi, lagi."Ya udah, yuk. Kita tidur!" Arlyn juga menyahut."Nah, gitu dong. Kita pada tidur. Besok deh kalian lanjutkan lagi nge-rap-nya." saran Agnes."Idih, ogah nge-rap mulu! Yang ada pala gue makin pusing." tukas Arlyn.Ternyata keduanya sengaja berdebat hal tak penting. Untuk menghalau kegundahan hatinya. Apalagi hari ini mereka sama-sama apes diputusin oleh orang tersayang.Lalu ketiganya pun mu
"Thanks banget, guys. Gue gak bisa berkata apa pun kepada kalian saat ini. Gue janji, nanti kalau gue sudah dapat duit. Gue akan ganti ke kalian masing-masing," ucap Agnes, kepada kedua sahabatnya."Yaelah, Nes. Kita tulus bantuin Lo. Lo nggak usah mikirin apa-apa dulu," tukas Zemi."Ya, Nes. Satu orang kesusahan diantara kita, yang lain pasti akan membantu," Arlyn juga ikut menimpali.Dengan spontan, Agnes lalu merangkul kedua sahabatnya, dan menangis dalam pelukan mereka.Arlyn yang tidak biasa dipeluk-peluk begitu, segera berkata,"Ih ... ngapain Lo, Nes! Risih, tahu! Ngapain sih peluk-peluk? Gue masih normal, ya!" seru Arlyn lalu segera melepas pelukan Agnes dari tubuhnya."Memang deh, Lo! Aneh saja pikirannya. Ini pelukan persahabatan, tahu! Bukan karena hal lain," sergah Zemi sambil mengeleng-gelengkan kepalanya. "Aku sangat bahagia saat ini. Makanya aku memeluk kalian," ucap Agnes sambil tersipu."Ya udah, yuk. Kita tidur lagi. Besok kan kita mau pindahan. Ya, Zem?" tanya Arly