Share

BAB. 5 Ketiganya Bersedih Hati

"Kenapa, Kak Zem?" tanya Sari, kepada seniornya itu. Karena melihat wajah khawatirnya.

"Wah ... maaf ya Sari. Sepertinya aku harus pergi. Temanku kecelakaan dan sekarang sedang dirawat di sebuah rumah sakit." sahutnya, lalu bersiap-siap meninggalkan tempat itu.

"Oh, baik Kak Zem. Sampai jumpa lagi, kapan-kapan." ucap Sari, lalu keduanya pun berpisah.

Zemi Rania, segera berjalan ke area parkiran menuju ke mobilnya. Untung saja jalanan Jakarta agak lengang siang itu. Sehingga tak berapa lama dirinya sampai di rumah sakit.

Setelah memarkirkan mobilnya dengan sempurna, dia pun segera masuk ke dalam rumah sakit itu. 

Zemi segera mencari keberadaan Agnes di UGD rumah sakit. Ruangan itu terlihat cukup luas.

Setelah bertanya kepada salah seorang perawat. Akhirnya Zemi mengetahui tempat di mana Agnes, sedang dirawat.

Dari kejauhan Zemi bisa melihat, sahabatnya Arlyn sedang menyuapi Agnes yang terlihat lemah. Dia sangat bersyukur ternyata temannya telah sadar dan tidak pingsan lagi.

"Ya ampun ... Nes! Kamu kenapa? Kok bisa kecelakaan, sih? Siapa yang berani nabrak, Lo? Biar gue hajar tuh orang!" gerutu, Zemi. Dengan nada suara yang agak meninggi, sehingga beberapa orang yang juga merupakan keluarga pasien di ruangan itu, turut melirik ke arah mereka. 

Arlyn pun segera berkata,

"Zemi! Suara, Lo!"

"Hah? Kenapa suara gue? Bukannya yang gue katakan benar semua, kan?" ucapnya semangat, masih belum mengerti dengan situasi yang ada.

Sementara Arlyn terlihat geleng-geleng kepala melihat tingkah Zemi yang semaunya dan belum sadar jika suaranya yang menggelegar, besar itu, mengganggu orang yang juga sedang berada di dalam UGD.

"Volume suara Lo, Zem! Kecilin dikit! Ini rumah sakit. Bukan kost-kostan kita!" sergah Arlyn, sedikit kesal kepada sahabatnya.

"Apa? Eh ... iya, maaf." ucapnya, spontan. Sambil menunduk malu karena memang, saat ini beberapa orang sedang melirik ke arahnya. 

Zemi lalu mengecilkan suaranya. Dia pun segera bertanya kepada Agnes kronologi kenapa dia bisa masuk ke rumah sakit.

Dengan berlinang air mata, Agnes mulai menceritakan kisah cintanya bersama Jameso yang kandas dengan sangat tragis.

Ada rasa perih di ulu hati Zemi, saat mendengar kisah Agnes. Dia jadi ingat, jika baru saja beberapa waktu yang lalu dirinya juga memutuskan Andra, yang dia pikir adalah pria terakhir di hidupnya. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Pria itu tak lebih dari seorang pecundang. Yang menginginkan dua wanita sekaligus.

Disaat Zemi sedang menenangkan Agnes yang sedang bersedih hati. Dia juga bisa melihat, jika Arlyn sedang menangis sesenggukan.

"Arlyn ... what happen with you? Kamu kok ikutan menangis juga?" tanya Zemi, bingung. Agnes ikut menatap penasaran ke arahnya.

"Gue ... gue, sama Anand baru saja putus!" lirihnya, sedih. 

"Apa?" kaget Agnes dan Zemi, serentak.

Keduanya tak menyangka, kisah cinta Arlyn yang tergolong sangat romantis diantara kisah cinta mereka. Malah ikut-ikutan kandas juga.

"Ta-pi, kok bisa ... Lyn?" tanya Agnes, penasaran.

Arlyn pun mulai menceritakan perbuatan Anand kepadanya. Disela-sela bercerita, air mata Arlyn menetes deras keluar dari matanya.

"Kamu yang sabar ya, Lyn. Setidaknya kamu sudah tahu bagaimana sifat sebenarnya dari Si Anand, itu!" tukas Zemi, menenangkan sahabatnya.

Lalu, Agnes dan Arlyn juga memperhatikan mata Zemi yang agak sembab. Agnes pun memberanikan diri untuk bertanya,

"Zem, kamu juga kenapa?" 

Sang sahabat tiba-tiba kaget, ditanya seperti itu oleh Agnes. Arlyn juga turut memperhatikan ekspresi kesedihan yang sengaja ditutupi olehnya.

"A ... aku nggak apa-apa, kok." jawab Zemi, sekenanya.

Memang diantara mereka bertiga. Biasanya, dia lah yang paling jago menutupi tentang masalah pribadinya. Namun karena kesedihan yang mendalam karena putus dari Andra. Membuat Zemi menangis saat menyetir mobil menuju ke rumah sakit. 

Alhasil, kedua temannya yang sangat pintar melebihi detektif itu, mengetahui juga kegundahan hatinya.

"Kamu jujur dong, Zem. Kamu kenapa? Aku sama Agnes sudah mengatakan yang sebenarnya. Sekarang giliranmu." desak, Arlyn.

Zemi terdiam sejenak. Air matanya, tiba-tiba menetes di pipinya. Setelah menguatkan hatinya, dia pun mulai bercerita tentang kisah cintanya dengan Andra, yang juga telah kandas.

"Apa? Jadi Andra berselingkuh dengan Sari, adik tingkatan kita?" tanya Arlyn, tak percaya.

"Iya, Sari juga ikut-ikutan memutuskan hubungannya dengan Andra." ujarnya, sedih.

"Wah, sialan tuh Si Andra! Dasar pria brengsek! Pengecut! Songong! Tak tahu malu dan sok ganteng!" Arlyn terus mengumpat. Lancar bagai air mengalir.

Agnes dan Zemi saling lihat-lihatan. Tak menyangka sahabat mereka yang terkesan kalem itu, bisa marah juga. 

Arlyn jadi sadar sendiri. Saat melihat kedua sahabatnya menatap ke arahnya.

"Ih ... kalian kenapa, sih? Ngelihatin aku sampai segitunya?" cecar Arlyn, tak suka. 

"Lyn, sumpah! Gue nggak nyangka Lo jago nge-rap juga rupanya." ucap Zemi.

"Iya, Lyn. Suara Lo sangat merdu. Sampai-sampai luka lecet di kulit gue, bisa sembuh seketika." sambung, Agnes.

Lalu keduanya pun menertawakan Arlyn.

"Ha-ha-ha-ha."

"Idih ... puas Lo berdua! Gue itu nge-rap ngewakilin isi hati kalian, tahu! Kalian sebenarnya pingin mengumpat juga, kan? Hayo ... ngaku saja kalian berdua!" 

"Nggak, kok! Siapa bilang?" tutur Agnes.

"Nggak salah lagi, maksudnya!" timpal Zemi.

"Ha-ha-ha." Lalu ketiganya pun tertawa lepas.

Namun Agnes buru-buru memberi isyarat agar mereka mengecilkan suara, karena masih berada di dalam rumah sakit. 

"Zem! Bawa gue ke luar dari tempat ini dengan segera. Please ..." ucap Agnes, kepada temannya. Dia juga tak lupa jujur kepada kedua temannya, jika semua uang di dalam tabungan dan dompetnya, sudah di bawa lari oleh kekasihnya, Jameso.

"Sialan tuh, Jameso! Dasar cowok matre! Mokondo! Taunya morotin doang!" Arlyn mulai nge-rap, lagi.

"Sudah-sudah! Lo nge-rap nya nanti lagi, Lyn. Lo beresin semua barang-barang Agnes. Gue mau ke kasir dulu, mau bayar-bayar." ucap Zemi, lalu berjalan ke luar dari UGD menuju ke kasir rumah sakit. 

Dering ponselnya berbunyi dari tadi, membuat Zemi sangat terganggu. Terlebih lagi, yang meneleponnya saat ini adalah Andra. 

"Ngapain lagi sih, dia menelepon gue? Bikin kesel aja, deh!" gerutunya, sendiri. Lalu Zemi pun segera memblokir nomor pria itu, di ponselnya.

Karena asyik dengan ponselnya, Zemi menjadi tidak fokus berjalan. Tiba-tiba dia menabrak benda besar dan tegak di depannya.

"Aduh!" Serunya, meringis kesakitan. Karena tubuhnya terpental jatuh ke lantai.

"Maaf, Nona." Ucap suara bariton seorang pria, yang ada di depannya. Lalu mengulurkan tangannya ingin membantu Zemi berdiri.

"Kalau jalan pakai mata dong!" ketusnya, lalu mencoba untuk berdiri sendiri dan tidak menerima bantuan pria tinggi dan tampan itu.

"Maaf Nona, saya buru-buru. Ini kartu nama saya. Jika ada sesuatu terjadi kepada Anda. Anda bisa menghubungi saya di nomor yang tertera di sana." serunya, lalu segera berlari menjauh dari tempat itu. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sagi Good
Wow wow........
goodnovel comment avatar
ZekWar77
Lanjut.........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status