Share

Bab 5

Aku sudah sampai di tempat kerjaku, hanya butuh waktu kurang dari enam menit saja dari toko roti itu untuk sampai di tempat kerjaku.

Aku bekerja di Perusahaan DEB yang merupakan anak Perusahaan dari Perusahaan  KGB. Perusahaan DEB memiliki tiga cabang di tiga kota besar Filipina, perusahan ini baru berdiri tahun 2015 bergerak di bidang industri makanan dan aku mulai bekerja tahun 2019 di bagian SDM sebagai pegawai biasa. 

Gedung kantor ini hanya terdiri lima lantai, ruangan ku berada di lantai tiga. 

Aku melihat ke arah jam tanganku menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh menit, aku sedang menunggu Lift dan terus - menerus menekan tombol Lift. "Lama sekali," gumamku. 

"Allea!"

"Allea!"  seseorang memanggil namaku. 

Aku memutar badan 30°, terlihat seorang pria berkemeja rapi berdasi oranye sedang duduk di sofa dekat meja resepsionis sambil melambaikan tangan ke arah ku.

"Hey, ya?" aku membalas lambaian tangan ke arah pria itu. 

"Sedang apa kau?" sambil berlari kecil ke arahku. 

"Aku sedang menunggu Lift," jari telunjuk ku menunjuk ke arah Lift. 

Pria itu sudah berada di depanku, "Sedang menunggu Lift?"

"Iya lift, kenapa?" tanya ku dengan heran. 

"Apa kau tidak lihat? Itu…" pria itu menunjuk ke arah kertas yang menempel di dinding dekat tanaman pucuk merah berada di dekat Lift C dan B.

Jika badan ku menghadap Lift A, Lift C dan B berada di belakangku hanya berjarak dua meter saja. 

Aku memutar badan 30° ke arah Lift B dan C. 

"Ya ampun.."

Di kertas putih itu terdapat bacaan "LIFT A SEDANG DIPERBAIKI SILAHKAN MENAIKI LIFT B ATAU C"

Dengan malu aku berkata, "Aku tidak tahu kalau Lift A sedang diperbaiki."

Pria itu tertawa kecil juga mengepalkan tangan kanan nya ke arah mulutnya, "Hmm.. Hmm.."

"Tidak ada yang lucu," jawabku dengan sedikit kesal. 

"Memang tidak ada yang lucu, kata siapa lucu?" tanya nya dengan meledek. 

Pria ini bernama Gerald, dia teman sekantor beda divisi. Dia pria populer di kantor, banyak yang bilang dia pria tampan. Ya! Aku mengakui bahwa dia tampan, tapi jauh lebih tampan pacarku. 

Di pikiranku pria yang tampan hanya Bernardo seorang hahaha.

Aku mulai mengenalnya saat masih Training kerja, walaupun aku dengan dia beda divisi, tapi sampai sekarang masih suka bertukar pesan, tidak setiap hari. 

"Apa kau tidak ingin naik?" tanya Gerald dengan jari telunjuknya menunjuk ke arah Lift B yang sedang terbuka. 

"Eh? Iya."

Kami menaiki Lift bersama, Gerald menekan tombol angka dua dan tiga. Ruangan dia di lantai tiga

Di dalam Lift, Gerald masih meledek ku karena tidak melihat tulisan jika Lift B sedang diperbaiki. 

"Kalau pergi ke kantor mandi terlebih dahulu, jangan langsung pergi ke kantor tanpa mandi."

"Enak saja! Aku selalu mandi!.  Lihat rambutku saja masih sedikit basah, ni.." sambil memegang rambutku dan menunjukkan padanya. 

Gerald malah memegang kepala ku sambil mengacak - acak poniku, "Tidak basah sama sekali..?" 

"Hey!" aku menarik tangannya untuk menjauhi rambutku. 

Aku melotot ke arah nya dan berkata, "Jangan menyentuh poniku!" 

Dia hanya tertawa kecil, "Aku tidak sengaja, tangan ku terpeleset," sambil menunjukkan tangan kanan nya.

Aku sudah hafal dan tidak heran lagi dengan tingkahnya Gerald, dia suka membuatku kesal juga marah. 

Pintu Lift terbuka di lantai dua, "Jika ada masalah, jangan sungkan untuk meneleponku." ucap Gerald merentangkan ibu jari dan jari kelingkingnya di dekat telinganya sambil mengedipkan mata kanan nya. Dasar pria genit!

Pintu Lift tertutup. 

Aku mengeluarkan ponsel dari dalam tas, dan melihat ada notifikasi panggilan tak terjawab dan pesan dari pacarku juga grup Asla. 

Pintu Lift terbuka di lantai tiga, aku keluar dari Lift berjalan menuju ruang kantor. 

Terlihat dari jauh, di depan pintu seperti ada seorang pria juga wanita sedang berdiri. Pria itu adalah Manajerku bernama pak Hong, dan wanita itu adalah teman satu Team ku bernama Lauren. 

Aku tersenyum mengeluarkan gigi putihku dan menyapanya,"Selamat pagi Manajer Hong, hehe" 

"Ya, selamat pagi juga," pak Hong menjawab sapaanku, tapi tidak melihat ke arahku karena dia sedang berbicara dengan Lauren. 

Aku melengos masuk ke dalam ruangan menuju mejaku. Di dalam ruangan terdapat tiga baris meja, masing- masing baris terdapat lima meja ke arah kanan. Letak mejaku berada di tengah, baris kedua. 

Baru saja aku sampai di mejaku, hendak ingin duduk terdengar suara Hanna memanggilku berkali - kali dengan suara pelan. 

"Allea.." 

"Allea.." 

"Allea.," aku melihat ke arah mejanya berada di belakang, tapi aku tidak melihat Hanna. 

Mataku tertuju ke arah pintu kamar mandi hanya berjarak tiga meter dari meja Hanna. Pintu kamar mandi bergeser terbuka sedikit. 

Tiba - tiba kepala muncul keluar dari pintu, serta juga rambutnya yang hitam panjang dan acak - acakan. Kepala itu tersenyum lebar ke arahku. 

Mengerikan!

Saat kepala itu tersenyum membuat ku merinding, seketika suasana ruangan menjadi sangat dingin. Melihat hal itu membuatku spontan berteriak, "AAAH" semua orang yang berada di dalam ruangan terkejut, langsung melihat ke arahku. 

Aku benar - benar ketakutan!

Beberapa orang di ruangan bertanya kepadaku, dan ada yang menghampiriku. 

"Ada apa, Allea?" 

"Kenapa?"

"Apa itu.." sambil menutup mataku dengan tangan kiri, serta tangan kanan menunjuk ke arah kamar mandi.  

"Apa? Dimana?"

"Allea, kau kenapa?" tanya Lauren sambil menepuk pundakku. 

Suara orang berlari dari arah pintu masuk lalu, menghampiriku dan bertanya, "Ada apa?"

"Allea kenapa?" suara itu, suara Hana. 

"Tidak tahu, dia berteriak dan menunjuk ke arah pintu kamar mandi." 

"Hah?.."

Aku sedikit membuka mata, juga menurunkan tanganku, terlihat sudah tidak ada kepala itu. 

"Kau kenapa, Allea?" tanya Hana. 

"Disana ada kepala!"

"Dimana..?" tanya Lauren dan Hana. 

"Itu di pintu kamar mandi."

Hana dan Lauren berjalan ke arah pintu kamar mandi. 

"Kau melihat apa, Allea? Kepala bukan..?" tanya Haiko. 

Pertanyaaan Haiko membuatku terdiam dan bertanya - tanya. 

"Ya! Apa kau juga melihatnya, haiko?"

Haiko hanya menganggukkan kepalanya. 

"Tidak ada apa - apa disini," Lauren membuka pintu kamar mandi, dan juga menyalakan lampu kamar mandi. 

"Aku melihat sangat jelas, pintu kamar mandi kebuka sedikit kemudian, kepala nongol dan tersenyum padaku."

Semua orang yang mendengarkan ceritaku terlihat keheranan kecuali, Haiko. 

"Kau! kau Hana memanggil - manggil namaku saat aku baru saja duduk di kursi!"

Hanna berjalan ke arahku, "Aku..? Aku tidak memanggilmu!"

"Kau memanggilku dengan suara yang pelan, ketika aku melihat ke arah mejamu, tapi tidak ada kamu!."

"Itu terjadi sebelum aku melihat kepala."

"Aku tidak memanggilmu, Allea! Aku habis dari Minimarket, membeli minuman bersama Carrol," tegas Hanna. 

"Benar, aku dan Hana baru tiba dari Minimarket saat mendengar suara teriakan mu," jelas Carrol. 

Hana dan Carrol menunjukkan kantong belanjaan dari Minimarket. 

Mendengarkan penjelasan Hana dan Carrol membuatku semakin merinding. 

Kalau bukan Hana yang memanggil lalu siapa? Jangan bilang kepala itu yang memanggilku!

"Lalu, yang memanggilku siapa?" tanyaku heran. 

"Allea pasti kau kurang istirahat, kan? Jadi halusinasi," ucap Lauren. 

"Aku tidak tahu," jawabku. 

Mungkin saja aku kurang istirahat?

"Pasti kau sering nonton film horor ya?" tanya Alice. 

"Tidak sering," jawabku.

Alice memegang pundakku, dan berkata, "Jangan dipikirkan!"

"Apa kau juga membeli roti untukmu?" tanya Hanna.

"Ya," jawabku sambil mengeluarkan roti Hana. 

"Kau belum sarapan, kan? Makan rotinya sekarang," 

"Aku sudah membelikan minuman untukmu, ni.." tambah Hana sambil mengeluarkan minuman teh di kantong yang di pegangnya. 

Di tempat kerja aku berteman dengan siapa saja tetapi, aku hanya dekat dengan dua orang yaitu Lauren dan Hana. Kami mulai kenal saat masa Training kerja, mereka berdua sangat baik padaku. 

Aku memakan roti yang kubeli tadi, dan meminum teh yang dibelikan Hana. 

"Hana, kenapa Manajer mencariku?" tanyaku pada Hana. 

"Dia ingin menanyakan laporan, apa sudah selesai?" ucap Hana. 

"Ya ampun aku lupa," ucapku sambil menepuk jidat. 

Aku benar - benar lupa untuk menyusun laporan semalam, karena nanti jam dua siang akan ku serahkan ke Manajer. Kenapa aku bisa lupa ya?

Aku sudah selesai makan roti lalu melihat ke arah jam dinding, terlihat pukul delapan lewat lima belas menit. "Akan ku kerjakan nanti jam sepuluh."

Aku terkantuk dan menguap, air mataku keluar karena mengantuk. 

"Hana, aku akan tidur sebentar, tolong bangunkan aku jam sepuluh."

"Nanti jam sepuluh aku akan menyusun laporan untuk diserahkan ke Manajer jam dua siang," ucapku pada Hana, aku sudah tidak tahan menahan kantuk yang berat. 

"Baik, jam sepuluh ku bangunkan ya?" tanya Hana untuk meyakinkan. 

"Ya, aku akan memasang alarm supaya kau tidak lupa," ucapku sambil membuka aplikasi jam di ponsel dan memasang alarm untuk pukul sepuluh,  juga mengatur volume menjadi Full. 

"Ok," ucap Hana. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status