Mei Yan, putri cantik dari kerajaan Lingyun, terbangun dalam kegelapan, teringat dengan jelas saat-saat terakhirnya. Suara teriakan, wajah datar suaminya, dan rasa sakit saat tajam nya tebasan pedang mengiris lehernya. Namun, keajaiban terjadi; ia kembali hidup dua tahun sebelum hukum mematikan itu ia rasakan Diberi kesempatan kedua, Mei Yan bertekad untuk mengubah takdirnya. Ia mulai mencari tahu siapa yang telah memfitnahnya dan menghancurkan hidupnya. Dengan kecantikan dan kecerdasannya, ia membangun hubungan dengan orang-orang di kediaman Duke, berusaha menggali informasi yang bisa membantunya mengungkap konspirasi terseb. Salah satu tujuannya adalah memperbaiki hubungannya dengan suaminya. Mei Yan sadar bahwa berada di bawah perlindungan suaminya bisa menjadi kunci untuk menyelamatkan dirinya dari kematian yang masih terbayang-bayang. Ia berusaha menunjukkan sisi lembut dan baiknya, sebelumya ia adalah tuan putri jahat dan kejam pada siapapun yang menyinggung nya bahkan orang tak bersalah pun ikut terkena amukan nya. Apakah Mei Yan berhasil menarik hati Duke dingin yang telah menjadi suaminya ataupun sebaliknya, takdir nya akan tetap berjalan semestinya di mana ia akan tetap mati mengenaskan?
View More"HUKUM SAJA!"
"BAKAR PUTRI PENGHIANAT!" "HABISI PUTRI PENGHIANAT!" Suara kejam itu saling bersahutan menghakimi sosok gadis yang telah siap untuk menerima hukuman nya di atas altar, mata nya menyorot sang ayah dan juga kakak nya yang hanya menatap datar dirinya. Matanya beralih menatap sosok gagah di sebelah sang ayah, sosok itu menatap datar dirinya, bahkan tak ada raut kesedihan ataupun rasa ingin melindungi dirinya yang sebentar lagi akan kehilangan nyawa. "Huhuhu tuan putri! Jangan penggal tuan putri!" Mata indah gadis itu beralih pada sosok gadis mungil dan juga wanita tua yang tengah menangis dan berusaha meminta belas kasih semua orang agar melepaskan nya dari hukuman mati ini. Matanya menatap sayu pada kedua pelayan setia nya, ia hanya bisa menitikkan air mata di saat semua orang mengharapkan kematiannya tapi kedua pelayan itu rela mendapat tendangan dan juga pukulan hanya demi dirinya tak di hukum mati. "Maaf," lirih nya kemudian kedua mata indah itu tertutup disertai goresan di lehernya. Suara gemuruh petir disertai hujan lebat membasahi seluruh tanah yang ada di sana, suara lolongan serigala terdengar pilu menyertai kepergian sosok gadis cantik yang tak lain adalah Mey Yan. ..... “Ces… Duches…” Sayup-sayup terdengar suara memanggilnya, samar seperti hembusan angin yang menyusup melalui celah-celah jendela. Perlahan, kelopak matanya mulai terbuka, cahaya lembut memenuhi pandangannya yang kabur. Di atasnya, langit-langit ruangan yang tinggi dihiasi ukiran rumit yang tampak mewah dan elegan. Ia tahu tempat ini—ruangan ini tidak asing. Namun, ada sesuatu yang berbeda, seolah-olah ia telah lama meninggalkannya dan kini kembali dengan perasaan yang tidak sepenuhnya nyata. Dengan hati-hati, ia mengangkat tubuhnya dari ranjang besar yang dihiasi tirai sutra merah tua. Jubah putih panjang yang ia kenakan menyentuh lantai dingin, dan rambut hitamnya yang terurai jatuh melewati bahu, terasa berat dan acak. Pandangannya mengelilingi ruangan: meja kecil dari kayu mahoni di dekat jendela, sebuah guci besar dengan lukisan bunga peony, dan pintu yang sedikit terbuka menampakkan taman kecil di luar. Ruangan ini… begitu akrab, tetapi kenangan tentangnya seperti dilapisi kabut tebal yang sulit ditembus. “Duchess Mei Yan, Anda sudah bangun.” Suara itu kembali terdengar, kali ini lebih jelas. Seorang pelayan muda dengan wajah manis muncul dari balik tirai, mengenakan pakaian biru langit yang kontras dengan kain merah yang menggantung di sekitarnya. Ia membawa nampan berisi semangkuk bubur panas yang masih mengepul dan secangkir teh ginseng. “Saya telah menyiapkan sarapan. Apakah Anda ingin menyantapnya sekarang?” Mei Yan menatap gadis itu dengan bingung sejenak. Matanya berusaha menangkap detail dari wajah pelayan itu, namun pikirannya masih samar, seperti seseorang yang baru saja terbangun dari mimpi panjang. “Di mana aku…?” Ia akhirnya bertanya, suaranya serak. “Apakah ini… surga?” Gadis itu mengernyit bingung, kemudian menunduk hormat, "Duches...apa yang terjadi? Apakah Duches merasa ada yang sakit?" Tanya gadis itu penuh kebingungan. "Ah... Maaf, seperti nya aku sedikit kelelahan. Taruh saja sarapan nya di sana, kau boleh keluar sekarang," suruh nya dengan lembut, bahkan pelayan itu saja sampai melongo mendengar nada lembut yang keluar dari bibir sang nyonya, suara lembut yang hanya akan keluar jika berbicara dengan sang Duke. "Maaf nyonya, apakah budak ini melakukan kesalahan... Budak rendah ini siap menerima hukuman." Mey Yan panik saat sang gadis pelayan sujud dan membenturkan kepalanya ke lantai, ia dengan segera membantu pelayan muda itu untuk bangun dan berdiri di depannya. "Apakah aku terlihat menyeramkan?" Tanya Mey Yan yang di balas gelengan cepat oleh gadis pelayan itu. "Nyonya, apakah lili boleh memanggil tabib?" Tanya gadis pelayan dengan nada takut pada sang nyonya. "Kau sakit? Tentu saja boleh jika kau sakit," ujar Mey Yan cepat, ia tak mau gadis pelayan ini celaka karena nya dan ia sangat ingat jelas, gadis pelayan ini bahkan rela ukit mendapatkan hukuman demi meringankan hukuman sang nyonya tapi ternyata pengorbanan nya tak mendapatkan apa-apa, ia juga harus ikut mati bersama sang nyonya. “Aku bersalah padamu. Pergilah, obati luka di dahimu. Kembali ke sini jika aku memanggilmu,” perintahnya tegas, namun ada kelembutan yang tersirat dalam nadanya. Sang pelayan mengangguk patuh, meskipun ekspresi wajahnya masih menyiratkan kekhawatiran. Tanpa membantah, ia berbalik dan keluar dari kamar dengan langkah pelan. Begitu keheningan menguasai ruangan, Mei Yan kembali menghempaskan tubuhnya ke atas kasur empuk. Ia menarik napas dalam-dalam, berharap udara yang ia hirup dapat menghalau bayang-bayang kelam yang menghantui benaknya. Kenangan itu—hari kematiannya—datang begitu jelas, bagai mimpi buruk yang terus berulang dan menolak pudar. Rasa ngilu yang masih terasa di lehernya seakan menjadi pengingat abadi akan akhir yang tak seharusnya ia alami. Ia mengulurkan tangan, menyentuh tengkuknya yang dingin. Sekilas, ia dapat merasakan lagi tekanan menyakitkan itu, seolah-olah tali yang menjerat lehernya masih ada, menariknya kembali ke saat-saat terakhir yang penuh dengan kepedihan dan ketidakberdayaan. Namun kini, ia tidak lagi terjerat oleh takdir yang sama. Ia telah kembali—entah bagaimana caranya—dengan sebuah kesempatan kedua untuk merubah nasibnya dan mencari kebenaran yang tersembunyi di balik penderitaan itu. “Aku tidak akan menyerah,” bisiknya pada dirinya sendiri, seperti janji yang diikrarkan dengan segenap jiwa. “Aku akan mengungkap siapa yang telah menghancurkan hidupku… dan kali ini, aku tidak akan menjadi korban.” Mei Yan bangkit dari ranjangnya dan berjalan mendekati jendela. Ia mendorong tirai dengan lembut, membiarkan sinar matahari pagi menerobos masuk dan menerangi wajahnya yang pucat. Taman di luar tampak damai, bunga-bunga bermekaran dan angin berhembus pelan, membawa harum krisan yang menenangkan. Namun, kedamaian itu terasa palsu baginya, seperti topeng indah yang menutupi luka yang dalam. Tatapannya terhenti pada permukaan kolam kecil yang memantulkan bayangan langit biru dan pepohonan. Di sana, ia melihat pantulan wajahnya sendiri. Tampak seperti dulu, tetapi ada sesuatu yang berbeda pada sorot matanya—lebih tajam, penuh tekad, dan sedikit keruh oleh rasa sakit yang belum sirna. Seperti bayangan yang bukan sepenuhnya miliknya, wajah itu berbicara tentang hal-hal yang belum selesai dan dendam yang belum terbalaskan. Pikirannya kembali melayang ke hari-hari terakhir sebelum kematiannya. Ia adalah putri dari keluarga bangsawan yang dihormati ah tidak, lebih tepatnya putri dari raja negri ini, memiliki segala kemewahan yang diidamkan banyak orang. Namun, di balik tembok istana yang megah, ia hidup dalam intrik yang penuh dengan tipu daya. Saudara-saudaranya, rekan-rekan keluarganya, bahkan beberapa pelayan istana, semuanya memiliki wajah yang tak sepenuhnya dapat dipercaya. Ia selalu tahu ada sesuatu yang salah, tetapi tidak pernah menyangka bahwa pengkhianatan itu akan datang begitu dekat, begitu cepat, hingga ia tidak memiliki waktu untuk menyadari kebenaran.Pagi yang SepiCahaya matahari perlahan menyusup melalui celah jendela, menerangi kamar sederhana tempat Mey Yan beristirahat. Namun, matanya sudah terbuka sejak lama. Semalaman ia tidak tidur nyenyak, pikirannya terus dipenuhi oleh kejadian tadi malam.Ia mendengar langkah kaki pelan di luar kamarnya, mungkin seorang prajurit yang sedang bertugas. Tidak lama kemudian, suara Xiao Yu terdengar, membangunkannya dengan lembut.“Nyonya, apakah ingin sarapan sekarang?”Mey Yan menghela napas. “Tidak perlu, Xiao Yu. Aku tidak lapar.”Xiao Yu menatapnya khawatir. “Tapi Nyonya harus tetap makan. Hari ini cuaca cukup dingin.”Mey Yan tersenyum tipis. “Nanti saja.”Xiao Yu masih tampak ragu, tetapi akhirnya mengangguk dan meninggalkan kamar. Setelah Xiao Yu pergi, Mey Yan duduk di tepi tempat tidur, menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong.Ia merasa lelah.Bukan hanya fisiknya, tetapi juga hatinya.Ia mengira bahwa dengan datang ke perkemahan, semuanya akan menjadi lebih jelas. Bahwa ia a
Mey Yan tetap diam dalam pelukan Zhao. Hatinya masih dipenuhi perasaan yang bercampur aduk, tetapi setidaknya, kata-kata suaminya tadi memberinya sedikit kelegaan.“Jadi…” Zhao bersuara setelah beberapa saat, tangannya perlahan melepas pelukannya meski masih menggenggam bahu Mey Yan. “Apa kau akan tetap di sini malam ini, atau hanya ingin memastikan aku baik-baik saja lalu pergi?”Mey Yan menatapnya ragu. Keputusan awalnya memang hanya untuk datang, melihat dengan mata kepala sendiri, lalu pulang. Tapi sekarang setelah berada di sini… ia tidak yakin bisa pergi begitu saja.“Aku…”“Jika kau mau tinggal, aku akan meminta seseorang menyiapkan tempat untukmu,” potong Zhao, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.Mey Yan menggigit bibirnya. Ada kehangatan dalam nada suara Zhao, sesuatu yang jarang ia tunjukkan dengan jelas.“Baiklah,” jawabnya akhirnya. “Aku akan tinggal malam ini.”Senyum kecil muncul di wajah Zhao sebelum ia mengangguk dan melangkah keluar, memanggil seorang praju
Perjalanan ke PerkemahanMey Yan duduk di dalam tandu, matanya menatap tirai yang sedikit terbuka, memperlihatkan jalan tanah yang semakin jauh dari kediaman keluarganya. Perjalanan ke perkemahan tidak terlalu jauh, tetapi cukup untuk membuat pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan.Ia sudah memutuskan untuk datang, tetapi pertanyaan dalam benaknya belum juga mereda.Bagaimana jika ternyata kekhawatirannya benar? Bagaimana jika Zhao dan Lady Lin memang memiliki sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan sekadar kata-kata?Ia mengepalkan jemarinya di atas pangkuan, berusaha menahan kegelisahan.Di sebelahnya, Xiao Yu sesekali melirik tuannya dengan cemas. “Nyonya, apakah Anda baik-baik saja?”Mey Yan tersenyum kecil. “Aku baik-baik saja.”Xiao Yu menunduk, tetapi tetap terlihat khawatir. “Jika ada sesuatu yang tidak menyenangkan di sana… kita bisa kembali kapan saja.”Mey Yan mengangguk, tetapi hatinya tahu bahwa ia tidak akan kembali tanpa mendapatkan jawaban.---Di Gerbang Perkemahan
Pagi itu, saat mentari baru saja muncul di ufuk timur, Mey Yan sudah bersiap. Ia mengenakan pakaian yang lebih sederhana daripada biasanya, namun tetap menunjukkan statusnya sebagai seorang nyonya. Rambutnya disanggul rapi, hanya dihiasi sebuah jepit giok sederhana.Di halaman depan, sebuah tandu telah disiapkan, didampingi oleh beberapa pengawal keluarga Mey. Ia tidak bisa pergi sendirian, tentu saja, tetapi kali ini ia memilih untuk membawa sedikit orang agar tidak terlalu menarik perhatian.Ibunya berdiri di dekat pintu, menatapnya dengan penuh kasih. “Hati-hati di perjalanan, Mey Yan. Ingatlah, apapun yang kau temukan di sana, jangan biarkan emosi menguasai dirimu.”Mey Yan mengangguk. “Aku mengerti, Ibu.”Dengan langkah mantap, ia naik ke dalam tandu. Perjalanan ke perkemahan memakan waktu beberapa jam, dan sepanjang jalan, pikirannya terus dipenuhi berbagai kemungkinan. Apakah Zhao benar-benar berkata jujur? Ataukah ia hanya mencoba menenangkannya?Saat tandu mulai mendekati per
Sepanjang perjalanan kembali ke kediaman mereka, Mey Yan duduk diam di dalam tandu. Hatinya masih gelisah, bukan hanya karena pertemuan tadi, tapi juga karena tatapan Lady Lin yang seakan menyimpan sesuatu.Di sampingnya, Zhao juga tidak banyak bicara. Tangannya menggenggam tangan Mey Yan, memberikan kehangatan, tetapi pikirannya jelas masih dipenuhi banyak hal."Kamu marah?" suara Zhao akhirnya memecah keheningan.Mey Yan menggeleng pelan. "Bukan marah… hanya merasa lelah. Sepertinya apa pun yang kita lakukan, selalu ada orang yang ingin menjatuhkan kita."Zhao menghela napas, lalu menarik Mey Yan lebih dekat ke dalam dekapannya. "Aku tahu. Tapi aku tidak akan membiarkan siapa pun mengusikmu. Apalagi seseorang seperti Lady Lin."Mey Yan menatapnya. "Tuan yakin tidak ada yang terjadi di antara kalian?"Zhao mengernyit, tampak kesal karena pertanyaan itu muncul lagi. "Mey Yan…""Aku hanya ingin mendengar jawaban langsung darimu."Zhao mengangguk. "Tidak ada apa-apa. Dia memang sering d
Zhao menggenggam tangan Mey Yan lebih erat, seolah ingin meyakinkannya bahwa ia ada di sini, bahwa tak ada yang perlu ia ragukan. Namun, sebelum keduanya bisa tenggelam lebih jauh dalam ketenangan sesaat itu, ketukan pelan di pintu menginterupsi keheningan mereka. Mey Yan menoleh ke arah pintu, sedikit terkejut. Zhao melepaskan genggaman tangannya dengan enggan sebelum akhirnya berdiri. "Masuk," katanya dengan suara dalam. Seorang pelayan masuk dengan kepala tertunduk, membawa sebuah surat di tangannya. "Tuan, ini pesan dari Permaisuri. Beliau ingin bertemu dengan Anda segera." Zhao menerima surat itu dan membuka gulungannya dengan tenang, tetapi matanya dengan cepat menangkap isi pesan yang ditulis dengan tinta merah. Ia mengernyit, lalu menggulung kembali surat itu dengan ekspresi tak terbaca. "Aku harus pergi," katanya pada Mey Yan, suaranya lebih dingin dari sebelumnya. Mey Yan menatapnya, mencoba membaca ekspresi suaminya. "Ada apa?" tanyanya dengan suara khawatir. Zha
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments