MasukChapter 87Teman LamaTiga puluh satu Desember, udara musim dingin menusuk tulang. Angin berembus melewati kap mobil membuat kaca depan diselimuti uap putih tipis, jalanan di pinggiran Barcelona lengang—hanya sesekali mobil lewat mendahului supercar yang dikemudikan Marcello dengan kecepatan sedang.Ia baru saja mengantarkan Max ke bandara Aerodromo untuk kembali ke Madrid, Max harus mengikuti misa pagi tahun baru yang selalu diadakan di istana. Meskipun sebenarnya kegiatan tersebut bersifat pribadi di kediaman kerajaan, tetapi sebagai calon penerus takhta kerajaan Max harus menghadirinya sebagai bagian dari disiplin.Suasana di mobil sangat hening, tidak ada suara musik atau suara penyiar radio sementara pikiran Marcello tertuju pada Aneesa. Ia sudah berulang kali menepis bayangan gadis itu, tetapi sepertinya Aneesa telah terlalu lama menjadi bagian dari ingatannya membuat Marcello cukup kesal apalagi setiap mengingat hubungan Aneesa dan Barron. Tiba-tiba ponsel Marcello berdering,
Chapter 86Benar-benar Jatuh CintaNarnia memegangi gelas berisi wiski, tatapannya tertuju pada lampu-lampu di luar jendela. Garis pantai Carbon Baech tampak berkilau oleh lampu-lampu malam, cahaya kuning dari lampu malam rumah-rumah mewah yang berjajar di tepi pantai, dan lampu dermaga yang berpendar lembut dari kejauhan seolah menciptakan suasana eksklusif.Tempat tinggal Agnes berada di Malibu, gedungnya kecil tetapi ultra eksklusif yang hanya ada delapan unit dan seluruhnya memiliki akses privat elevator. Dari tempat itu terdengar ombak yang terkadang samar tetapi jendela kaca dengan peredam suara menjaga kemewahan tetap tenang.“Kau benar-benar membiarkan Barron bersamanya?” tanya Narnia dengan nada sangat dingin. Agnes tersenyum lembut dan dengan tenang menatap ruang keluarga yang setiap detailnya dipikirkan dengan sangat teliti. Sofa besar berwarna ocean white dengan deretan bantal berwarna biru laut dan pasir, meja kopi dari driftwood premium dengan kaca tebal, jendela floor-
Chapter 85Tekad AneesaAneesa baru saja meninggalkan mobilnya dan memasuki rumahnya melalui pintu penghubung garasi dan ruang belakang, ia mendapati Lyndi berdiri di ambang pintu ruang keluarga membuat Aneesa tidak mampu menahan rasa bahagia dan ia pun berlari ke arah Lyndi.“Aku tidak sedang bermimpi, kan?” tanya Aneesa seraya menatap Lyndi seolah tidak percaya dengan penglihatannya. Lyndi tersenyum. “Kebetulan aku menghubungi Jessie dan dia bilang kau sudah kembali ke sini. Kenapa tidak memberitahuku?” Faktanya Marcello-lah yang memberitahunya—sekaligus memintanya menyusul Aneesa ke Los Angeles. Tetapi, bukan Marcello namanya jika tidak membuat sandiwara dengan sangat halus.“Aku tidak ingin mengganggu waktu liburmu,” ucap Aneesa. Sebenarnya Lyndi masih ingin berada di Madrid bersama keponakan-keponakannya yang menggemaskan dan menikmati hari-hari yang santai bersama orang tuanya di rumah mereka, tetapi imbalan dari Marcello jumlahnya terlalu besar untuk diabaikan. “Aku khawati
Chapter 84Hubungan Tiga BulanAneesa duduk di sofa ruang keluarga di rumah Dayana dengan ekspresi masam, Marcello mengabaikannya. Beberapa pesan singkat yang Aneesa kirim tidak dibalas, hanya dibaca sementara panggilannya tidak dijawab. Ketakutan melanda benaknya, diabaikan oleh Marcello untuk kedua kali sementara dirinya kini jatuh cinta pada Marcello. Benar-benar mengerikan!“Kau datang ke rumahku hanya untuk menunjukkan wajah murungmu itu?” tanya Dayana seraya meletakkan stoples kaca berisi camilan ke atas meja dan dua botol minuman kaleng. Aneesa menatap Dayana dengan linglung. “Dayana, menurutmu jika aku putus dengan Barron....” “Putus?” tanya Dayana memotong ucapan Aneesa, alis wanita itu berkerut tidak bisa menyembunyikan keheranannya.Aneesa mengangguk. “Ya. Putus.” Dayana mengambil bantal sofa lalu duduk di sebelah sofa yang diduduki Aneesa, ia menaikkan kakinya dan bersila sembari memeluk bantal yang dipegangnya. Dayana adalah orang yang mengetahui perasaan Marcello pad
Chapter 83Disukai Banyak Wanita Di dalam hanggar bandara Aerodromo, bandara di pinggiran Barcelona yang biasa digunakan oleh kalangan kelas atas untuk mendaratkan dan memarkirkan pesawat jet pribadi atau pesawat kecil mereka, Marcello berdiri menunggu. Ia mengenakan kaus berwarna hitam yang lumayan ketat menonjolkan lengannya yang berotot dan kacamata hitam bertengger di wajahnya. Cuaca cerah tetapi dingin menusuk, suhu sekitar delapan derajad Celcius. Namun, Marcello seolah tidak memedulikan hawa dingin itu, ia berdiri di luar mobil yang mesinnya menyala dan kaca jendela terbuka, membiarkan udara hangatnya menguap keluar.Pintu kokpit pesawat kecil terbuka, Max muncul dari sana dan melemparkan senyum pada Marcello sembari mengangkat tangannya menyapa Marcello lalu menuruni tangga kemudian segera menghampiri Marcello. “Benar-benar seorang Pangeran,” ucap Marcello sembari membuka kacamata ketika Max berada tepat di depannya, senyum lembut tergambar di bibirnya. “Ini pertama kali a
Chapter 82Bukan yang Terpilih Hidangan di atas meja disajikan oleh juru masak pribadi keluarga Barron, seorang koki yang pernah bekerja di restoran fine dining berbintang Michelin dan biasa menyajikan menu degustation kelas atas. Namun, kemewahan itu tidak memberikan kesan spesial bagi Aneesa. Ia lebih menyukai makan malam keluarga kerajaan; suasananya hangat dan benar-benar terasa seperti berada di tengah-tengah keluarga, jauh lebih nyaman dibandingkan makan malam keluarga yang serba fine dining. Apalagi ia baru saja melalui penerbangan sebelas jam, lelah dan kelaparan karena menu makanan di pesawat pribadi kurang membuatnya berselera. Ia butuh makanan yang benar-benar bisa mengenyangkan perutnya dan masakan Marcello terlintas di pikirannya, tetapi kemudian Aneesa segera kembali ke realitas di depannya. Di ruangan megah itu ayah Barron hanya berbicara beberapa patah kata sejak Aneesa duduk di sana, sekedar percakapan perkenalan yang sangat sopan dan formal. Ibu Barron yang terlih